•note: berkali-kali aku jatuh, berkali-kali juga aku bangun. Aku nggak semudah itu untuk menyerah, kalau gagal hari ini, akan aku coba hari esok. Caca, PANGGIL AKU CACA!
Penolakan memang sering Caca lakukan, semenjak hari itu, dimana Doni membully nya di tangga menuju arah parkiran. Besoknya cowok itu menyebarkan berita yang tidak mengenakan tentang Caca.
Dia bilang, jika Caca seperti seorang pengemis ulung yang mengemis cinta Anka pada kedua orangtua Anka hingga mereka bisa terjalin hubungan secara paksaan.
Entah dari mana Doni tahu tentang hal itu, namun pantaskah dia mengumbar hal itu? Kini Caca sudah di pandang jelek dan orang-orang yang awalnya senang dan suka pada Caca menjadi tidak suka padanya.
"Perasaan, masalah aku sama Doni itu sepele deh, kok dia gitu banget ya, sama aku?" gumam Caca sedih, gadis itu duduk berdua di kelas bersama Wendy sahabatnya yang paling ter-the best sepanjang masa.
"Ya namanya juga orang stress," jawab Wendy sambil mengelus-elus kepala Caca pelan seraya merapikan anak rambutnya yang berterbangan karena kipas angin yang menyala di kelas itu.
Helaan nafas kecil Caca hembuskan, gadis itu lelah jika hidupnya di rundung oleh masalah terus-menerus. Apalagi masalahnya di buat oleh Doni.
Argh! Laki-laki itu ingin ia cabik-cabik mukanya!
"Balas dendam, sabi nggak Wen?" tanya Caca.
Wendy menggeleng, "nggak perlu repot-repot, biarin aja udah, orang nggak ada kerjaan kayak dia nggak usah Lo ladenin, gila nya nular," sarannya melarang Caca untuk melakukan hal konyol itu.
Jika tidak terlalu penting dan tidak merusak hubungan antara Caca dan Anka kenapa harus di perpanjang. Toh hanya orang iri saya yang kesal dan sebal melihat Caca bisa mendapatkan Anka.
Toh yang tidak menyukai Caca hanya di kalangan cewek-cewek saja, sisanya ya enggak.
"Jadi biarin aja nih ya, Wen?"
Wendy mengangguk, "udah, jangan dipikirin terus mending kita ke kantin, mau gak?" tawarnya.
Caca mengangguk semangat, waktu istirahat sudah mereka buang sia-sia hanya untuk galau karena masalah yang sepele.
Keduanya berlari riang keluar kelas untuk ke kantin, dan di sepanjang koridor. Caca dan Wendy bisa lihat secara langsung kalau banyak para ciwi-ciwi menatap Caca dengan tatapan sinis.
Bahkan ada yang terang-terangan menghina Caca tanpa disaring dulu ucapannya.
"Seram Cok, mainnya pake orang tua. Bukan maen!" sindir seseorang yang duduk di meja bagian paling depan di kantin. Dia menyindir saat Caca dan Wendy baru masuk ke dalam.
Caca hendak membalas namun di tahan oleh Wendy," biarin,"bisiknya.
"Tapi mereka udah kelewatan!" kata Caca tidak terima, dia menunjuk sekumpulan yang katanya laki-laki tapi mulutnya lemes.
"Apa? Kelewatan? Lo kali yang kelewatan saking gatalnya sama Anka pake bawa-bawa minta di jodohin sama orang tua," balas salah satu dari mereka.
Jika di lihat-lihat, mereka adalah teman-temannya Doni. Maka tidak heran jika mereka sebelas, dua belas kelakukannnya sama dengan Doni.
Caca kesal, dia ingin membalas namun di tahan oleh Wendy. Agar tidak menimbulkan perkelahian dan berdebatan, Wendy menarik Caca keluar saja dari kantin. Sebab di sana banyak sekumpulan orang yang sifatnya seperti binatang.
"Wen! Kenapa tarik aku keluar sih?! Aku mau sumpel mulut mereka pake cabe!" Caca misuh-misuh kesal karena di seret paksa oleh Wendy sampai ke depan ruangan lab biologi.
"Lo mau semakin di benci sama, mereka?! Mikir Ca! Kalau Lo melawan itu tandanya Lo tersinggung dan menyetujui apa yang mereka bilang tentang Lo!" bentak Wendy kesal, dia tidak habis pikir dengan sahabat polos-polos tololnya ini.
Bertindak, kadang nggak pakai otak. Bukannya terselesaikan, malah bikin repot aja.
"Tapi, Wen! Aku nggak harus diam terus, aku harus melawan! Kalau aku diam, aku bakal semakin di injak-injak!" jawab Caca tak kalah sengit. Come on, hidup ini keras bro, senggol di balas senggol lah.
Wendy menghela nafas frustasi, memberitahu Caca itu susah, anaknya keras kepala banget.
"Bedain mana orang yang tolol sama enggak, Ca! Mereka sengaja pancing emosi Lo, jadi jangan mudah termakan umpan mereka!"
Caca terdiam, gadis itu menyandarkan punggungnya di dinding ruang lab biologi. Dia menatap Wendy dengan tatapan sedih.
"Tapi apa yang mereka bilang itu bener, Wen. Aku emang ngemis sama orangtuanya Anka buat minta di jodohin sama Anka," gumamnya pelan. Tersirat perasaan sedih saat dia mengatakan hal itu.
Wendy terdiam sejenak.
"Ca," panggilnya.
"Saran gue, lakuin apa yang Lo mau, bodo amatin apa kata mereka. Lo juga punya hak dalam hal ini apalagi hubungan Lo disetujui oleh kedua orangtua kalian kan?"
Caca mengangguk kecil, "iya, tapi aku masih ragu, Wen. Aku ragu kalau Anka nggak bakal suka sama aku dan malah makin benci sama aku,"
Wendy berjalan ke arah Caca dan memegang kedua bahu gadis itu.
"Lihat gue, Ca! Lihat gue!" pintanya dan dituruti oleh Caca.
"Percaya sama diri Lo sendiri kalau Lo bisa ambil hati Anka, nggak papa lama prosesnya, asal itu nggak bakal sia-sia,"
***
Di jam pelajaran terakhir, Caca diminta guru untuk mengambil buku tugas mereka di kantor. Di sepanjang perjalanan yang cukup menyita waktu beberapa menit, akhirnya Caca sampai dan langsung masuk begitu saja saat mengetahui tidak ada satupun guru yang ada di dalam ruangan.
Dia mencari meja Bu Ajeng, guru bahasa Indonesia nya.
Dan ketika sudah mengetahui di mana letak meja guru nya itu, Caca tersenyum senang ketika melihat buku tulis yang bertumpuk di atas meja gurunya itu.
Dengan cepat dia mengambilnya dan membawanya keluar.
Baru saja keluar, seseorang mengagetkan Caca dengan tiba-tiba ada di depan gadis itu.
"Huft... Untung nggak jantungan," katanya setelag menghela nafas berat tadi.
"Kamu kenapa tiba-tiba muncul sih, An. Kayak hantu aja, tapi hantu ganteng sih," kekehnya menyengir kuda pada seorang laki-laki tampan di depannya.
"Minggir!" usir Anka tidak berperasaan. Laki-laki itu mendorong bahu Caca hingga membuat gadis itu tersingkir.
Caca mencabik bibirnya kesal, dia menoleh ke belakang melihat punggung Galaksi yang mungkin sedang kebingungan mencari meja guru yang mengajar di kelasnya.
"AKU TAHU KAMU PASTI CARI MEJA BU HANDAYANI KAN? HUHU... TAPI SAYANGNYA AKU NGGAK MAU BILANG DI MANA, SOALNYA KAMU NYEBELIN SIH!" teriak remaja perempuan itu kemudian berlari cepat agar tidak di amuk oleh Anka, ruangannya yang terkenal galak.
Sementara Anka di dalam kantor itu berdecak kesal, dia kesal karena dua hal. Yang pertama kesal tidak tahu di mana letak meja Bu Handayani, yang kedua kesal karena Caca malah mengejeknya dan pergi begitu saja.
"Ck! Apaan sih, An! Tuh cewek gila, bisa-bisanya Lo mikir mau minta bantu dia tadi!" decaknya