Chereads / Anka: Love Is Not Over / Chapter 9 - Aturan

Chapter 9 - Aturan

•note: sifat seseorang tergantung apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya. Jika yang diajarkan itu sifat disiplin, maka anak itu akan disiplin, dan jika tidak diajar kan, jangan salahkan anak itu kurang ajar.

"Anka!"

"Ck! Bisa nggak sih pa jangan larang, dan atur-atur aku?! Aku udah besar, aku tahu mana yang baik dan yang buruk buat aku!" muak, Anka mengeluarkan uneg-unegnya selama ini.

Saputra telah mengatur segala hal tentang dirinya termasuk jodoh, argh! Bisa gila dia.

"Kamu nggak pernah tahu mana yang benar!"

Anka mendengus, senyuman miringnya dari tadi tak pernah pudar. Cowok remaja itu membasahkan bibir nya kemudian berkata, "emang papa tau apa dari aku?"

Saputra menghampiri Anka dan menarik kerah seragam anak semata wayangnya itu.

"Saya orang tua kamu! Jaga sopan santun!"

Anka menepis tangan papanya kemudian merapikan baju dan kerah nya yang sedikit kusut.

"Kalau papa mau aku sopan terhadap papa, tolong stop ikut campur urusan aku!" pungkasnya kemudian pergi dari hadapan Saputra untuk ke kamarnya.

Pria itu menghela nafas berat, anak laki-laki satu-satunya itu memang keras kepala, persis saat ia muda. Tapi sekeras kepala apapun dia dulu, dia tidak seperti Anka yang sangat angkuh ketika di nasehatin atau di tegur.

Brak!

Anka menutup pintu kamarnya kencang, lalu membuang tas sekolahnya di atas kasur. Dia mengacak-acak rambutnya frustasi.

"ARGH! GUE BENCI INI!"

Dari kecil, hidup Anka selalu diatur, nggak boleh ini lah nggak boleh itu lah. Harusnya gini lah harusnya gitu lah. Rasanya dia ingin minggat saja dari rumah ini dan tinggal seorang diri dimana pun asal bisa lepas dari aturan yang membuatnya tertekan.

Nabila, gadis yang pernah ia bawa kerumah ini dan hendak ia kenalkan pada papa dan mamanya. Tapi apa respon kedua orangtuanya setelah tau apa pekerjaan kedua orangtua Nabila? Hanya tatapan datar dan acuh tak acuh yang Nabila dapatkan.

Sejak saat itulah Nabila mulai berubah, gadis itu tidak pernah mau dekat lagi dengan Anka dan Nabila sendiri yang mengakhiri hubungan mereka.

"ARGH!"

"Gue pengen bebas anjing! Gue benci tempat ini!"

Lain halnya dengan seorang gadis yang duduk sendiri di taman di malam yang gelap. Masih berseragam SMA, dia memeluk tubuhnya sendiri sambil memukul nyamuk yang ingin mengisap darahnya.

"Aku udah nggak tahu lagi harus gimana, ini aja aku nggak tahu tempatnya di mana," gumamnya.

"Semoga aja orang-orang rumah cari aku, aku nggak mau tidur malam ini di sini,"

Di tempat lain, Anka, laki-laki itu menahan emosinya ketika papanya meminta nya untuk mencari keberadaan Caca yang sepulang sekolah tadi belum sampai di rumah.

"Aku nggak mau!" tolaknya untuk kesekian kalinya.

Saputra menghela nafas berat, "please, An, Caca nggak pulang dari pulang sekolah tadi. Kamu juga seharusnya anter dia pulang dulu baru ngumpul!"

"Aku nggak mau!" Anka terus menolak dan hendak pergi namun di tahan oleh papanya.

"Please... Orang tua dia khawatir, masa iya kamu tega nggak mau cari pacar kamu sendiri saat dia dalam keadaan seperti ini,"

Anka berdecak, "dia cuma pura-pura pa! Dia caper! Aku tau tabiat dia gimana!"

"Gimana kamu tahu tabiat dia gimana kalau kamu aja nggak mau kenal Caca!" sahut mamanya, Andini baru angkat bicara setelah diam cukup lama melihat suaminya terus membujuk anaknya yang keras kepala itu.

Anka jengah, laki-laki itu mengacak-acak rambutnya, "OKE! AKu bakal cari dia!" finalnya kemudian menyentakkan tangan papanya lalu pergi untuk mengambil jaket dan kunci motornya.

Andini mengelus bahu sang suami lalu berkata, "aku tahu ini berat, kita terlalu sibuk bekerja sampai lupa ada seorang anak dari hasil pernikahan kita yang sebenarnya harus kita rawat dengan benar dari kecil,"

Anka membawa motornya kebut, terakhir kali dia melihat Caca pulang sekolah tadi ke arah halte sekolah. Tapi ia yakin gadis itu sudah berjalan cukup lama sampai-sampai lupa jalan untuk pulang.

"Bodoh!" umpatnya.

Sekitar setengah jam mencari, Anka hampir frustasi karena belum bisa menemukan gadis itu. Tapi saat hendak berbelok, matanya menangkap seorang gadis yang duduk di kursi taman yang tak jauh dari tepi jalan. Gadis itu masuk memakai seragam sekolah lengkap dan tas di punggungnya.

Anka mendengus lalu mengendarai motornya ke taman itu dan memarkirkannya tak jauh dari kursi taman tersebut.

Melihat seseorang datang, mata Caca berbinar, "Itukan Anka?!" pekiknya kegirangan lalu berlari kearah laki-laki itu.

"ANKA!" panggilnya.

Sementara yang di panggil setelah melepaskan helmnya menatap Caca dengan tatapan malas.

"Lo nyusahin banget ya!" ucapnya sarkas.

Caca terdiam.

"Bisa nggak sehari aja Lo nggak usah recokin gue? Gue muak sama Lo!"

"Tapi aku kan mau kamu sadar aku ada di sekitar kamu,"

Anka berdecih kemudian tersenyum remeh, "gue paling eneg dan anti dekat sama cewek yang agresif kayak Lo!"

Sungguh kata-kata yang sangat tajam, Anka mengucapkan itu tanpa perasaan pada Caca, pacarnya sendiri.

"Ak_"

"Gue selalu terikat dengan aturan sejak kecil! Ditambah lagi Lo yang seenaknya masuk dan minta bokap gue jodohin Lo sama gue, otak Lo dimana sih?! Gue juga manusia Ca! Gue butuh kebebasan dalam memilih dan menentukan apa yang gue mau!" potong laki-laki itu yang masih duduk di atas motornya.

Tes!

Air mata Caca jatuh, gadis itu menangis tanpa suara dan tanpa isakan. Dia menatap laki-laki tampan yang di depannya sendu.

"See? Lo nangis lagi kan?" kekeh Anka remeh.

"An, kapan sih? Kapan kamu mau nerima aku dalam hidup kamu? Udah setahun lebih loh," ujar Caca lalu mengusap air matanya yang terjauh lagi.

"Nggak akan pernah!"

"Apa di hati kamu cuma ada Nabila ya?"

"Lo tahu itu,"

Lagi-lagi hati Caca seperti di hantam sesuatu yang berat dan tajam hingga membuat dadanya sangat sesak.

"Kapan kamu bisa lupain Nabila?"

"Nggak akan!"

Caca mengusap air matanya kasar kemudian menghela nafasnya kasar juga.

"Aku bakal buat kamu lupain dia!"

Anka terkekeh sinis, dia menatap Caca dengan pandangan meremehkan.

"Lo siapa?"

"Aku Caca! Gadis cantik yang bakal buat kamu melupakan masa lalu kamu itu!"

"Freak!"

Caca kembali diam, "kamu datang di sini buat jemput aku kan?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Anka menggeleng, "awalnya, tapi sekarang enggak,"

"Terus aku pulang sama siapa dong? Aku nggak tahu jalan pulang,"

Anka mengeluarkan ponselnya kemudian melemparnya pada Caca dan disambut oleh gadis itu.

"Telpon orang rumah Lo, suruh jemput!" titahnya.

Sejenak Caca memandangi ponsel yang ada di tangannya itu kemudian mengangguk kecil.

"Iya,"

Lalu dihubunginya lah orang yang ada di rumahnya, dan setelah menghubungi, Caca mengembalikan ponsel itu pada Anka.

"Makasih Anka, oh_"

"Gue balik!" potong Anka lalu memakai kembali helmnya dan pergi meninggalkan Caca sendiri di sana.

Melihat kepergian pacarnya itu, Caca tersenyum simpul.

"Aku yakin An, suatu saat kamu bakal cari keberadaan aku tanpa ada yang meminta kamu, di saat semuanya ini terulang untuk kedua kalinya."