•note: membuat kamu peka itu susah! Susah banget! Makanya aku sering kesel sampe mikir, 'kok bisa sih aku suka sama kamu?'
Caca tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan Wendy yang lucu.
"Haha... Lucu banget!! Lagi dong Wen, kuyang," suruhnya seenak jidat.
"KAYANG ANJING!" umpat Wendy kesal, kalau bukan karena permainan ToD, dia sangat ogah kayang. Kalau Caca gabut ya gini, permainannya aneh-aneh.
"Ish! Kenapa nggak mau? Kan seru loh Wen, ketawa," sungut Caca merungut kesal, gadis remaja berseragam SMA itu membuat sebagian teman-teman sekelasnya menoleh kepadanya.
"Lo yang ngerasa seru, lah gue? Malu tolol!" sinis Wendy kembali duduk di kursinya.
Caca menyengir, "ya maaf, kan ini cuma permainan, kok kamu marah sih?"
"Ya marah lah! Lo ngasih dare nggak maen-maen, malu lah di lihat yang lain," dengusnya kesal sambil mengipas-ipas lehernya yang berkeringat.
"Ya kamu nya aja yang mau, padahal aku nggak maksa loh,"
Perdebatan diantara keduanya terus berlanjut sampai seseorang masuk ke dalam kelas dan menghampiri keduanya.
"Loh, Galih? Ngapain?" tanya Caca.
"Main aja, gue kangen sama Lo Ca, nggak ke kantin kalian berdua?" tanya laki-laki tersebut sambil membalikkan kursi dan mendaratkan bokongnya ke kursi tersebut.
Caca menggeleng, sementara Wendy memilih membuang muka karena malu dan salting bisa sedekat ini dengan Galih. Bukan karena Wendy menyukai cowok itu, tapi karena Wendy tidak terbiasa dengan kehadiran laki-laki dan berkomunikasi dengan mereka.
"Lagi males, aku kesel sama Anka. Dia selalu sinis sama aku, padahal aku selalu baik sama dia," dengus gadis tersebut membuat Galih gemes dan mencubit pipinya.
Plak!
"Sakit tau Galih! Kamu mah!" pukul Caca pada tangan Galih yang nakal.
"Iya Beb, mau ke kantin bareng nggak? Wendy mau?" tanyanya pada Wendy yang dari tadi diam semenjak kedatangan Galih yang hendak menjemput mereka.
Wendy menoleh, "gue ikut-ikut Caca aja," katanya cuek dan kembali membuang muka. Padahal di dalam hatinya udah deg-degan poll.
"Ayo dong, Ca! Mau ya..." paksa Galih sambil merengek manja.
Banyak pasang mata di kelas itu memperhatikan tingkah Galih yang menggemaskan bagi mereka, terlebih para ciwi. Tapi tidak bagi Caca, gadis itu malah ingin menendang wajah Galih.
"Kamu sekali lagi gitu, aku tampol loh?!" tunjuk Caca mengancam.
Galih langsung kicep, cowok itu kembali mengubah mimik wajahnya datar.
"Ayo, udah laper nih, di kantin juga pasti Anka nungguin Lo,"
"Mustahil!" jawab Caca cepat dan sedikit nge-gas.
"Beneran, dia kayak gitu cuma gengsi aja, tapi di dalam hatinya mah berbunga-bunga," decih Galih.
"Emang Anka pernah ngomong kalau dia suka sama aku? Atau suka kalau aku recokin dia?" tanya Caca, dia berharap Anka seperti itu, tapi jawaban gelengan dari Galih membuat semuanya sirna.
"Nggak ya? Ku kira tadi Anka ngomong gitu sama kamu,"
Galih menyengir, dia merasa sedikit bersalah pada Caca.
"Tapi setahu gue, cowok kalau di kejar-kejar itu seneng, dia berasa berguna banget jadi cowok," ucapnya asal ngelantur.
"Gitu ya? Setahu aku kayaknya enggak deh, soalnya Anka kayak risih banget,"
Galih menggeleng, "percaya sama gue, dia pasti bakal suka sama Lo, soal Nabila, Anka udah mulai lupa,"
"Ayo kantin!" ajaknya.
Caca mengangguk semangat, ditariknya tangan Wendy untuk membawa gadis itu ke kantin.
Galih merangkul Caca, sementara Wendy sangat-sangat tidak nyaman karena posisinya ada di belakang Caca, karena di tarik oleh gadis itu.
'hadeh, kok Caca nyaman banget ya deket, sama cowok? Kalau gue? Beh, malas banget,' batinnya mendengus malas.
Sesampainya di kantin depan, yang cukup sepi. Caca, Wendy dan Galih masuk ke dalam. Isi dari kantin tersebut banyak anak MIPA yang introvert. Mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar mereka.
Bahkan mereka makan sambil belajar. Benar-benar ambis! Patut di ikuti!
"Hallo sayang... Apa kabar?" tanya Caca dengan riang, gadis cantik itu memilih duduk di sebelah Anka yang bodo amat akan kehadiran gadis tersebut.
"Kenapa nggak pernah di jawab sih? Aku kan nyapa nya baik," Caca mengerucutkan bibirnya kesal. Selalu saja, Anka tidak pernah menganggap kehadiran Caca dalam hidupnya.
"Buat kamu sadar sama aku, kapan sih?"
Kelvin terkekeh mendengarnya, "tinggal tunggu waktu, Ca. Tunggu aja ya, pasti dia bakal sadar kalau ada Lo yang selalu ada untuk dia," sahutnya.
Caca mengangguk kecil, dia menoleh pada Wendy yang diam sejak tadi menatap tisu di atas meja.
"Wendy, kalau kamu jadi aku, kamu bakal ngapain?" tanyanya sengaja, dia berniat menyindir Anka di depan cowok itu langsung.
Wendy mendongak, dia menatap Caca bingung lalu menoleh pada Anka yang menopang dagu menatap nya datar.
"Gue? Kalau gue jadi Lo? Haha... Gue bakal tinggalin nih cowok terus gue cari yang baru, yang bisa nerima gue apa adanya, serta yang tulus sama gue," jawabnya tanpa ragu sama sekali.
Terlihat sekali ketidaksukaannya Wendy pada Anka sampai membuat Kelvin dan Galih kaget akan keberaniannya yang besar.
Ku kira kertas, ternyata keras.
Anka tersenyum miring pada Wendy, lalu berkata, "gue suka sama Lo," kekehnya.
Caca kaget, bukan cuma gadis itu tapi Kelvin, Galih dan Wendy juga.
Padahal membuat Anka tersenyum itu susah, tapi...
"Maksud Lo apaan?!" ketus Wendy tidak terima.
Anka melipat kedua tangannya di dada, dia menyenderkan punggungnya ke kursi.
"Gue suka sama Lo, Lo berani dan to the poin, nggak kayak dia," tunjuknya pada Caca yang langsung membungkam di tempat. Galih yang menyadari suasana semakin panas mencoba melerai.
"Udah dong, gak boleh kayak gitu. Lo juga An, kalau ngomong di pikir dulu dong. Emang Lo nggak mikir gimana perasaan Caca kalau Lo ada di posisi dia?" tegurnya.
Kelvin menggeleng-gelengkan kepalanya, dia harap sahabat tololnya itu tidak membuat kesalahan lagi.
"Pacar? Gue nggak pernah anggap Caca pacar gue, dan mulai sekarang... Dia!" tunjuknya pada Wendy.
"Jadi milik gue," lanjutnya.
Bahu Caca turun, moodnya semakin memburuk, raut wajahnya berubah. Sementara Wendy merasa bingung, entah apa yang Anka pikirkan sehingga dia berbicara seperti itu.
Rasa tidak enak menjalar di hatinya, Caca sahabatnya yang paling baik, tidak seharusnya dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari Anka. Laki-laki yang sangat dia cintai, namun sayang selalu di tolak oleh laki-laki itu.
"Lo jangan mancing war anjing! Mikir pake otak! Selama ini Caca berjuang sendiri agar Lo sadar akan keberadaan dia, tapi apa yang Lo lakuin?! Lo malah buat dia terluka!"
Wendy sangat marah, dia beranjak dari duduknya dan meraih tangan Caca namun di tepis oleh gadis itu.
"Nggak papa kok Wen, aku udah terbiasa gini, jadi nggak masalah kalau Anka ngomong gitu,"
"Udah lah, Ca! Jangan bodoh terus, orang yang nggak mau di perjuangin tuh tinggalin! Dia nggak bakal pernah bisa dan tahu caranya menghargai!" dengus Wendy, dia sedikit membentak Caca agar sahabatnya itu paham mana yang namanya rela berkorban dan TOLOL!