•note: kamu punya cerita yang belum selesai, makanya kamu belum bisa menerima aku sebagai orang baru.
"Wah kasar banget Lo, Ca," Doni berdecak, cowok itu menatap Caca dengan gelengan kepalanya yang sengaja dia buat-buat agar seolah-olah Caca telah melakukan kesalahan besar.
"Apaan sih?! Lebay tau nggak?!" ketus Caca kemudian pergi meninggalkan Doni, tak lupa menyenggol lengan cowok itu sengaja.
Doni tersenyum miring, dia tidak akan tinggal diam. Baginya Caca adalah mainan barunya yang harus dia ejek sampai puas.
"Pulang sama siapa Lo? Lo kan nggak punya temen," tanya Doni mengekori Caca yang berjalan dengan cepat.
Tidak ada sahutan dari Caca, gadis berseragam SMA kebesaran itu mengacuhkan Doni yang terus berceloteh tanpa jeda sejak tadi.
"Ck!" Caca berdecak, dia berbalik badan dan menatap Doni dengan tatapan horor.
"Jangan ikutin aku!" pekiknya galak.
Bukannya galak dan seram di mata Doni, Caca terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
"Suka-suka gue lah, blweee," ejek Doni menjulurkan lidahnya.
Plak!
Bahu laki-laki itu di geplak begitu saja oleh Caca, dia sudah teramat kesal dengan cowok kurang ajar di depannya itu. Mentang-mentang ganteng, tinggi dan terkenal di SMA Rajawali, bisa seenaknya dengan Caca yang hanya butiran debu ini.
"Mau kamu apa sih, Doni? Aku capek tau nggak di recokin mulu sama kamu!"
Doni menye-menye, dia menirukan gaya bicara Caca tanpa suara.
"BODO AMAT! GUE MAUNYA LO KESEL!" teriaknya tepat di depan wajah Caca.
Banyak pasang mata di parkiran itu yang melihat pertengkaran keduanya. Tapi Doni tidak memperdulikan hal itu, karena baginya Caca harus di ejek sampai dia puas.
Galih berdecak, cowok itu melihat dengan sendiri bagaimana perlakukan Doni pada Caca. Sangat kurang ajar sekali, batinnya.
"Lo nggak ada niat tolongin, Caca?" tanya Galih pada Anka.
Anka menggeleng tanpa beban, cowok tampan itu lebih memilih bermain benda pipih di tangannya.
"Parah sih Lo, pacar sendiri di cuekin. Ingat An, yang tulus juga bisa capek, emang Lo mau kehilangan dia suatu saat nanti?" ujar Galih berniat menasehati sahabatnya itu.
Tidak ada sahutan atau respon dari Anka, hal itu membuat Galih harus menghela nafas berat.
"Gini amat punya temen ya ampun..." cibirnya kemudian memilih turun tangan untuk melerai Doni yang sudah kelewatan tingkahnya.
Kelvin tidak mengeluarkan suara sejak tadi, dia hanya melihat tindakan baik dari Galih. Sebenarnya pacar Caca itu Anka apa Galih? Kok yang peduli Galih terus?
"WOE!" tegur Galih, cowok itu berjalan gagah menghampiri Doni dan menarik kerah seragam cowok itu yang atasnya tidak di kancing dengan benar.
"Jangan macem-macem! Ingat Caca itu cewek, nggak seharusnya Lo perlakukan dia kayak gitu!"
Doni menepis tangan Galih dari kerah seragamnya, dia tersenyum miring.
"Kok Lo sih yang turun tangan? Tunangan dia mana? Kok nggak belain juga?" ejeknya menyindir sembari melihat kearah tempat parkiran motor di belakang Galih.
Bugh!
Caca terpekik saat Galih meninju wajah Doni di depannya. Perkelahian diantara keduanya tidak dapat di hindari, Kelvin yang tadinya tenang-tenang aja langsung berlari untuk melerai kedua jagoan pasar tersebut.
"UDAH WOE, UDAH!" lerainya namun bukannya mereda, malah semakin panas karena teman-teman Doni datang membantunya.
Anka mendengus kesal, cowok itu turun dari motornya kemudian berjalan menghampiri mereka yang sedang saling tarik menarik untuk tidak berkelahi.
Caca sudah mundur ke pojokan, tadi secara tak sengaja siku temannya Doni mengenai ujung matanya hingga sedikit perih.
Anka membelah kerumunan, dia menarik Galih untuk mundur dan menendang perut Doni dengan keras hingga cowok itu terpelanting kebelakang, itupun jika tidak ditahan oleh teman-temannya.
"Kalau mau adu jatos jangan kroyokan, BANCI!" umpat Anka kasar, matanya sempat melirik seorang gadis yang tak jauh di belakang teman-temannya Doni. Dia terlihat seperti ketakutan dengan memegang ujung matanya.
"Kalau Lo semua nggak mau babak belur, mending kalian bubar! Dan untuk Lo, Don. Jangan ganggu Caca lagi!" peringat Galih, tentu saja Galih. Buat apa Anka berkata pajang lebar hanya untuk Caca yang baginya tidak penting sama sekali.
Kelvin masih menahan Galih, dia takut Galih kembali lepas kontrol. Jika hal itu terjadi, jangan harap lawannya bisa bernafas dengan benar. Mungkin sering lihat orang pendiam marah seperti apa, tapi akan lebih menyeramkan ketika melihat seseorang yang sering bercanda dan hampir tidak pernah serius menjadi emosi. Hal itu lebih bahaya, karena kesabaran dan ketenangannya di ganggu.
Doni ditarik paksa oleh teman-temannya, sementara di tempat masih tersisa Caca yang menatap tiga laki-laki di depannya terdiam dengan langkah kecil yang berjalan mundur.
"Jangan takut, Ca. Kita-kita nggak sama seperti para pecundang itu," ucap Galih tersenyum tipis.
"Mending Lo pulang!" titah Anka tanpa perasaan sedikit pun.
Caca mengangguk kecil, namun tidak ada gerak-gerik untuk dia segera pulang.
"Aku boleh nebeng sama kamu nggak, An? Aku takut pulang sendiri," pintanya.
Kelvin dan Galih menoleh cepat pada Anka, berharap sahabatnya itu mau mengiyakan permintaan dari Caca.
"Nggak!" tolak Anka kasar.
Caca menghela nafas kecil, gadis itu mengangguk paham kenapa Anka selalu menolak ajakannya.
"Ya udah nggak papa, aku bisa pulang sendiri," ujarnya kemudian pergi dengan berlari kecil keluar gerbang sekolah yang hampir tidak ada orang sama sekali. Bahkan mungkin angkot sudah tidak ada yang lewat lagi.
Caca duduk sendiri di halte, dia celengak-celenguk melihat jalan raya yang hanya di penuhi oleh mobil-mobil mewah pribadi yang lewat.
"Kok Lo tolak sih bego! Caca butuh Lo!" umpat Galih kesal, dia ingin sekali mencekik leher Anka sampai cowok itu mati.
"Sedikit pun Lo kayaknya nggak punya rasa kasihan ya, sama dia?" sindir Kelvin.
Anka mengabaikan dua curutnya itu, lebih baik dia memilih pulang dari pada harus mendengar celotehan kedua manusia yang tidak ada gunanya itu.
"Lo aja, Gal. Caca kan lebih deket sama Lo dari pada gue dan Anka," usul Kelvin menepuk bahu cowok itu.
Galih mengangguk pasrah, padahal dia ingin Anka yang mengantar Caca pulang. Setidaknya sekali saja melihat Caca bisa tersenyum lebar.
'gue tau Lo selalu nahan sakit, Ca. Makanya gue nggak tega lihat Lo di caci maki melulu sama orang-orang,' batinnya.
Di depan halte, Galih menghentikan motornya, cowok itu turun dan menghampiri Caca yang tengah menatapnya kebingungan.
"Ayo Ca, pulang sama gue," ajaknya.
Mata Caca sudah berkaca-kaca, gadis itu mengangguk cepat dan segera beranjak dari duduknya.
"Makasih ya, Galih. Kamu selalu baik sama aku," ucapnya.
"Santai, selagi Lo temen gue," jawab Galih dengan senyum tipisnya..
"Tadinya gue minta Anka buat antar Lo, tapi dianya nggak mau," ucapnya sambil memberikan helm cadangan untuk Caca.
Gadis itu tersenyum samar, "percuma, Gal. Anka nggak bakal pernah mau antar aku pulang,"