•note: kamu itu seperti angin, dapat di rasakan namun tak dapat di genggam.
Caca terdiam, dia tak bisa berkata apa-apa, gadis itu memundurkan langkahnya kemudian benar-benar berlari meninggalkan parkiran itu.
Banyak pasang mata siswa-siswi yang lain melihatnya, namun tak di pedulikan oleh Caca yang terus berlari menyusuri trotoar jalan yang ramai.
Rasa sakit hati yang Caca rasakan sangatlah pedih, dimana dari dulu mencintai seseorang bukannya memberi kebahagiaan, melainkan memberikan luka yang amat menyakitkan.
Ingin menyelesaikan semuanya, Caca tidak sanggup, rasa cintanya pada Anka begitu besar sampai membuatnya ingin menghilang terlebih dahulu baru bisa melupakan Anka.
"ARGH!!! KENAPA INI NGGAK ADIL?!" Caca berteriak kencang, tak hanya para pengguna jalan melainkan para pengendara sepeda motor aneh melihat Caca yang seperti orang gila.
"AKU CINTA SAMA DIA TUHAN?! KENAPA AKU NGGAK DAPAT BALASAN APAPUN?!"
Caca duduk jongkok, dia menangis sejadi-jadinya di sana tanpa mempedulikan keadaan.
Brum!!!
Sebuah sepeda motor lewat begitu saja, Caca mendongak sedikit dan melihat Anka yang membonceng Wendy, mantan sahabatnya.
Nyut!
Dadanya seperti di tusuk oleh pisau tajam.
'kalian jahat!' batinnya.
***
Keesokan harinya, Caca sudah tak punya semangat untuk hidup lagi, dia bangun pagi dan bersiap-siap untuk kesekolah berjalan gontai menuruni anak tangga.
"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya sang mama.
Caca menggeleng, "nggak ada kok, ma. Lagi malas aja sekolah, soalnya aku begadang semalam,"
Mama Caca menggeleng-gelengkan kepalanya, "kebiasaan!"
"Maaf ma,"
"Gimana hubungan kamu sama Anka? Baik-baik aja?"
Caca memgangguk, "baik kok ma,"
'baik banget sampai aku mau mati aja,' lanjutnya membatin.
"Bagus lah, mama seneng dengernya, btw kamu kok makin hari makin dekil deh, kulit kamu hitam nggak terawat," komentar sang mama, namun dianggap angin lalu oleh Caca, gadis itu memilih tersenyum kemudian melewati mamanya untuk ke sekolah.
Di sekolah, ada berita yang sangat gempar, sampai jantung Caca ingin copot dari tempatnya.
Disepanjang koridor dan saat di kelas, mereka membicarakan hubungan Anka dan Wendy yang di rumorkan jadian.
Caca semakin lemas tak bertenaga, dia tak sanggup lagi menahan rasa sesak di dadanya.
Di bangku paling belakang, Caca seperti di asingkan. Dia menelungkupkan kepalanya dan menangis pelan di sana.
Tak ada yang tahu, dan jika ada yang tahu pun mereka tidak akan peduli. Bagi mereka rumor adalah yang terpenting di SMA Rajawali.
'sakit An, sakit...'
Di jam istirahat pun, Caca sendiri. Dia dan Wendy secara tidak langsung sudah mengibarkan bendera perang masing-masing.
"Kok Caca makin jelek ya?" komentar seorang siswa laki-laki.
"Iya nih, nggak kayak dulu, imut dan bersih," timpal temannya.
"Dulu cakep banget, sekarang dekil," dan sebagainya.
Caca melewati mereka dengan menundukkan kepala, dia menatap sepatu sekolahnya yang sedikit kusam karena jarang di cuci.
Biasalah, Caca kan pemalas.
Tujuan Caca adalah kantin, sesampainya di kantin banyak pasang mata terarah padanya dengan berbagai tatapan.
Di meja pojok, di isi oleh empat orang yang dulunya menjadi tempat Caca tertawa dan berbagi cerita. Tapi kali ini sudah tidak, dia memilih duduk sendiri di pojok kantin bagian kanan.
Tak ada makanan yang Caca pesan, dia hanya duduk melamun sampai seseorang datang dan menyemburkan sebotol Aqua padanya.
Caca tersentak kaget, dia berdiri dengan wajah dan bajunya yang basah.
"Ups! Anak dekil kayak Lo nggak patut ada di sekolah ini, mending Lo out!" ucap seorang gadis remaja, yang tak lain adalah kakak kelas Caca sendiri.
"Aku salah apa, ya kak?"
Siswi yang bernama Ratu itu berdecih, "Lo sih emang nggak ada salah, tapi gue nggak suka sama Lo,"
Galih di tahan oleh Kelvin untuk tidak ikut campur, sementara Anka dan Wendy yang duduk bersebelahan hanya menatap Caca datar.
"Nggak punya hati banget sih?!" sungut Galih emosi.
"Tahan Gal, nggak usah ikut campur dulu," kata Kelvin.
Galih mendengus, "terus kita biarin Caca di bully gitu?!"
Kelvin tidak menyaut.
"Kak, aku nggak dekat sama kakak, plis jangan ganggu aku..."
Ratu tertawa, dia bersedekap dada menatap penampilan Caca dari atas sampai bawah.
"Udah jelek, hidup lagi," ucapnya sangat-sangat kurang ajar.
Karena tidak mau membuat masalah di sekolah, Caca memilih pergi. Dan saat hendak ke toilet, dia bertemu Doni yang tiba-tiba menghadang jalannya.
"Mau kemana?"
"Bukan urusan kamu?!" Caca mendorong Doni yang menghadang jalannya kemudian masuk ke dalam toilet.
Doni tertawa, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Makin jelek aja Lo, Ca," gumamnya.
Caca menangis ke dalam toilet, tak ada orang yang datang untuk menopang bahunya. Semua seolah-olah pergi meninggalkan sendiri.
"Hiks, hiks," isak tangisnya pelan, jadi aman tidak diketahui oleh siapapun.
Di kantin, Galih menggeram kesal, dia menatap Anka tajam.
"Goblok! Mau Lo apa sih?! Di kasih yang tulus kenapa di sia-siain?!" bentaknya hingga membuat sebagian siswa-siswi di kantin itu menoleh pada meja pojok.
"Udah deh, Gal. Anka dari dulu nggak suka sama Caca, jangan maksa dia dong," jawab Wendy.
Galih berdecih, "dan Lo, katanya sahabat Caca, kok nikung? Bukannya dulu Lo bela-belain Caca?" sindirnya.
Kelvin menggeleng-gelengkan kepalanya, "udah Gal udah, jangan emosi,"
Galih menepis tangan Kelvin yang memegang bahunya, "Lo dari tadi nyuruh gue sabar mulu! Oh atau jangan-jangan..."
Kelvin mendorong kepala Galih, "jangan mikir aneh-aneh anjing! Gue nggak bela siapa-siapa! Gue netral,"
Cowok itu mendengus, dia beranjak dari kursinya dan pergi dari kantin tersebut untuk mencari Caca. Pasti gadis itu sangat-sangat membutuhkan seseorang untuk mendengarkan keluh-kesahnya.
Tapi, sampai pulang sekolah pun Galih tidak menemukan Caca, dan kata teman sekelasnya pun Caca tidak masuk lagi setelah bel istirahat.
"Caca beneran nggak masuk Wen?" tanya Galih untuk kesekian kalinya pada Wendy.
Cewek itu menggeleng, "gak ada, dan gue juga gak peduli,"
Sabar Galih, sabar. Orang sabar rezekinya lebar dan dan dapat pacar penyabar, amin kan saudara?
Sedangkan seorang gadis yang duduk sendiri di bawah pohon rindang di belakang sekolah. Dia melamun dengan kedua telinganya di sumpal oleh headset.
Matanya merah dan bengkak, terlihat sekali jika dia baru habis menangis.
"An, aku ingin melepaskan kamu, tapi aku nggak bisa," gumamnya.
Mencintai tanpa balasan, sesakit itu kah? Caca, seorang gadis cantik yang rela berlari ke sana kemari untuk mendapatkan hati dari seorang cowok bernama Anka. Semua yang di lakukan Caca sia-sia, tak ada respon apapun dari cowok itu.
Apakah lebih baik Caca mundur?
Mencintai tanpa harus memiliki, hmm... Sangat sakit sekali sayang. Rasanya seperti mati namun di tuntut untuk hidup.
Dunia percintaan kebanyakan tidak adil, kadang yang buat nyaman akan kalah dengan yang good looking.
Tapi tak apa, semua ada karma di balik semua itu.