•note: dingin banget sih, sampai tak ada yang bisa menyentuh kamu.
Nabila, gadis itu berjalan dengan Raja di koridor, mereka tampak bahagia dengan candaan yang di lontarkan sang ketua OSIS Rajawali.
"Bisa aja Lo," Nabila mendorong Raja sedikit menjauh darinya.
Caca yang melihat kemesraan keduanya mengerucutkan bibirnya. Kenapa mudah sekali orang-orang mendapatkan cinta mereka, tak ada jerih payah sama sekali, selalu ada timbal balik.
Sedangkan Caca? Dia harus berjuang demi mendapatkan cinta dari seorang laki-laki bernama Anka. Cowok cuek dan dingin mengalahkan dinginnya suhu di kutub selatan.
Caca berdecak, "kapan sih aku sama Anka bisa uwu-uwu? Kan aku juga mau kayak yang lain?!" dengusnya merungut kesal.
Nabila dan Raja melewatinya begitu saja, tak ada sapaan yang keduanya berikan pada Caca, hanya lirikkan cuek.
"Couple goals nggak sih? Yang satu pinter disegala bidang akademik dan non akademik, dan yang satu juga sama, hadeh... Jadi apa ya anak mereka kalau mereka jodoh nanti?" Caca mengusap dagunya, dia memperhatikan punggung sepadan sejoli itu yang mulai menjauh.
"Lihatin apa Lo?" sentak seseorang membuat jantung Caca hampir copot.
"Ish!" Caca memukul bahu orang yang telah mengagetkan.
"Kalau iri tuh bilang, nggak bisa kan Lo sama kayak Nabila dan Raja?" cibir Doni, laki-laki itu menang tidak ada akhlak. Selalu muncul kapan saja dan dimana saja Caca berada.
"Kamu penguntit ya?" tuduh Caca menunjuk wajah Doni yang tak jauh darinya.
"Sembarangan! Mau gue sobek tuh mulut?"
Caca menye-menye, dia mengolok Doni juga.
"Blwee, Doni jelek! Doni bau ketek! Blwee!" Caca menjulurkan lidahnya lalu berlari meninggalkan Doni yang sudah kesal setengah mati.
Tadinya dia ingin mengerjai Caca, eh kok malah dia yang kena?
"Awas Lo, Ca! Gue bales!" geramnya menekankan kata diakhir kalimat.
Caca berjalan sendiri di koridor menuju kantin depan. Dia tak berani pergi sendiri di kantin belakang yang isinya anak-anak cowok semua. Kalau anak yang alim dan baik hati sih nggak masalah, itu anaknya toxic semua.
Gadis tersebut melihat Wendy yang sedang bercengkrama dengan Galih di kantin. Dia tersenyum tipis dan sedikit berlari kecil menghampiri mereka di meja paling pojok.
"Hai, Wendy," sapanya namun di acuhkan oleh gadis itu.
"Ih sombong ih, masa nggak mau temenan sama aku lagi, katanya kita best friend forever," cibir Caca pelan, dia duduk di sebelah Galih.
"Paan sih, Lo?!" sinis Wendy tanpa memikirkan perasaan Caca yang terluka mendengarnya.
"Kayaknya sih kamu emang nggak mau temanan sama aku," Caca menghela nafas berat, dia menoleh pada Galih yang tengah menatapnya datar.
"Galih, kamu masih temanan sama aku kan?" tanyanya.
"Bocil!" sahut Wendy, dia beranjak dari duduknya lalu meninggalkan Galih dan Caca di kantin itu.
Galih tersenyum tipis, dia menepuk-nepuk kepala Caca gemas, "emangnya kenapa kalau gue nggak mau temanan sama Lo?" tanyanya kembali.
Caca lega mendengarnya, setidaknya laki-laki tampan ini masih mau berteman dengannya yang masih dengan sifat childish.
"Selama Wendy nggak temanan sama Lo, dia nggak pemalu lagi ya? Lebih berani dan agresif," kekeh Galih.
Caca mengangguk membenarkan, "dulu dia malu loh ngomong sama kamu," adunya.
"Iya, gue tau kok,"
"Tapi dia berubah sekarang, lebih pedes omongannya kalau sama aku," lirih Caca memainkan jari tangannya, gadis itu menunduk lemes.
"Yang sabar ya, Ca. Pertemanan atau persahabatan kadang gitu, kalau nggak berantem nggak abdol,"
"Tapi beneran loh, Galih. Wendy nggak mau temanan sama aku lagi,"
"Udah, nggak usah di pikirin, mending Lo pesen makanan, isi perut Lo biar kenyang,"
Hanya Galih yang baik pada Caca, di saat orang-orang menjauhinya karena terlalu agresif terhadap Anka.
Berbeda dengan Kelvin dan Anka yang ada di rooftop, keduanya merokok bebas di sana tanpa takut ketahuan oleh guru yang piket hari ini.
Apalagi ruang BK yang selalu jadi langganan tiap bulan.
"Nggak ada niat buat buka hati untuk Caca?" tanya Kelvin.
Anka menggeleng tanpa berfikir terlebih dahulu, dia menghembuskan asap rokoknya lalu berkata, "cinta nggak bisa di paksa, jadi jangan paksa gue buat suka sama dia,"
Kelvin mendengus malas, dia mematikan api rokoknya dengan menginjaknya di lantai rooftop.
"Sampai kapan Lo gini? Lo suka sama dia tapi Lo selalu pura-pura bilang nggak,"
Jujur Kelvin sudah malas menasehati Anka yang tidak mau mendengarkannya sama sekali. Kasihan Caca di sakiti melulu.
"Setiap manusia punya titik lelahnya masing-masing, An. Lo nggak bisa seenaknya gini sama Caca, oke dia berjuang tanpa lelah hari ini sampai besok. Tapi belum tentu lusa dia masih tahan berjuang karena sifat Lo yang cuek ini kan?" jelas Kelvin.
Anka terdiam, dia tidak bisa merespon apa-apa. Baginya memikirkan Caca sama saja membuang waktunya.
"Udah lah, Vin. Gue nggak mau bahas tuh cewek, gue juga nggak bakal jatuh cinta sama dia,"
"Bullshit! Gue nggak percaya sama Lo," Kelvin pergi meninggalkan Anka sendiri di rooftop itu, bodo amat dengan sahabat gobloknya tersebut.
Anka menghela nafas berat, kepalanya mendongak keatas langit yang cerah tanpa awan.
"Gue bukan suka sama Caca, tapi sama Wendy, Vin. Ngerti nggak sih Lo?"
Pulang sekolah, seperti biasa. Para murid SMA Rajawali berlari kearah parkiran untuk cepat pulang dan merebahkan diri di atas kasur yang empuk.
Dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore, mereka habiskan waktu untuk di sekolah. Yang berprestasi dan pintar tentunya belajar, yang nakal dan tidak bisa diatur tentunya bolos ke kantin atau pura-pura sakit dan tidur di UKS.
Begitulah masa SMA, tak ada hal yang berkesan, tak kan ada cerita yang dapat di ceritakan pada anak cucu.
"Mau sampai kapan Lo diam di sini?" tanya Galih, cowok itu sudah hendak memakai helm untuk pulang, sedangkan Kelvin sudah pulang dari tadi.
"Nungguin Wendy,"
Galih cukup kaget, namun hanya sebentar lalu melanjutkan pergerakannya untuk memakai helm dan pergi meninggalkan cowok itu sendiri di sana.
Caca berlari, dia menghampiri Anka yang duduk di atas motornya.
"Sore Anka, nungging siapa? Aku ya?"
Anka mendelik tak suka, dia melirik ke arah belakang Caca yang sedang tersenyum sumringah padanya.
"Nggak usah geer, gue nungguin Wendy," katanya langsung mematahkan hati Caca.
Caca menoleh kebelakang, dia mendapati Wendy yang datang dengan senyum lebarnya pada Anka.
Gadis itu mengabaikan Caca yang berdiri tepat di sebelahnya.
"Yuk pulang," ajak Anka lalu memberikan helm cadangan kepada Wendy.
Caca mematung di tempat, telapak tangannya panas dingin, dia memandang keduanya dengan tatapan kebingungan.
"Kalian?"
"Gue suka sama Anka, kenapa?" sahut Wendy tanpa beban sama sekali.
Raut wajah Caca berubah drastis, diam-diam dia mengepalkan tangannya.
'penghianat!' batinnya.