Chereads / Anka: Love Is Not Over / Chapter 22 - Menyebalkan

Chapter 22 - Menyebalkan

•note: aku nggak tahu di mana salahku selain memaksamu menjadi milikku. Apa aku kurang menarik di matamu?

Dua hari berturut-turut, Doni mengacau Caca, laki-laki itu tidak pernah kapok. Baik Caca pukul pakai penyapu, siram pakai air pun nggak pernah mau berhenti, malah semakin menjadi.

"Mau kamu apa sih, Doni?! Aku tuh capek di recokin kamu melulu!" sungut Caca kesal, gadis itu berkacak pinggang di depan seorang cowok tampan berpakaian basket.

Doni tersenyum tipis, "gue suka lihat Lo kesel, Ca. Kayak monyet!" ejeknya.

Caca terdiam, dia menatap Doni malas. Cewek cantik itu berbalik badan hendak pergi namun di tahan oleh Doni.

"Mau kemana?" tanyanya.

Caca menepis tangan Doni, "bukan urusan kamu!" ketusnya.

"Mau ke kebun binatang? Oh iya ya lupa. Kan sodara Lo banyak di sana," tawa Doni meledak, laki-laki tampan tersebut berlari sebelum Caca ngamuk.

"DONI!!!!!!!!" benar saja, Caca berteriak sangat kencang. Mungkin suaranya terdengar sampai ke luar angkasa.

Saking kesal, Caca berjalan misuh-misuh, dia menendang kursinya lalu mendaratkan bokongnya.

"Bangsat! Nggak punya hati! Ngatain orang seenaknya! Kamu pikir kamu KiKo yang rasanya enak tauk?!"

Teman-teman sekelas Caca bingung dengan tingkahnya yang tidak jelas. Sampai Wendy pun menoleh sekilas lalu kembali asik dengan novel yang dia baca. Semenjak kejadian di belakang sekolah, Wendy tidak pernah menegur Caca lagi, bahkan jika Caca menegur gadis itu, dia tidak pernah menyaut. Rasa kesalnya masih besar pada Caca.

"Kenapa, Ca?" tanya Rangga, si ketua kelas.

Caca menggeleng, "nggak papa,"

"Kok Lo marah-marah? Siapa yang buat Lo kesel? Doni?" tebaknya.

Caca berdecak kesal, dia menatap Rangga tajam dan berkata ketus, "sibuk banget sih kamus sama urusan aku!"

Rangga sedikit tersentak, namun rasa tidak terima dibentak oleh Caca membuatnya sedikit tidak suka dengan gadis itu.

"Aelah, santai aja kali. Kan gue cuma nanya, jangan bentak-bentak dong!" cibirnya kemudian kembali ke kursinya.

Caca menye-menye menirukan ucapan Rangga tanpa suara.

"Bacot!" umpatnya pelan. Dia menoleh pada Wendy yang duduk di sampingnya tanpa memperdulikan keberadaannya.

"Kamu juga, Wen. Kenapa nggak mau negur aku, dan kalau aku tegur kamu, kamu nggak pernah nyaut, kenapa sih?!"

Tidak ada respon dari Wendy, gadis itu diam saja tanpa mengubris ucapan tidak penting Caca.

"Tuh kan, aku ngomong juga nggak pernah di respon, kamu temen aku apa bukan sih?! Aku lagi susah bukannya di temenin dan di tenangin malah didiamin!" decaknya lalu agak menggeser kursinya menjauh dari Wendy.

Merasa sedikit tersinggung dan perlu di kasih tau, Wendy mendongak, dia menoleh pada Caca yang tengah menatapnya kesal.

"Disaat Lo susah gue nggak temenin dan tenangin? Dimana otak lo Ca? Lo mikir selama ini gue temenan sama Lo karena mau senang doang? Iya?!" bentaknya langsung membuat nyali Caca menciut.

"Kalau ngomong, dipikirin dulu! Ucapan Lo itu bisa buat orang sakit hati atau enggak! Bodo kok di pelihara!" lanjutnya memarahi serta menasehati Caca yang sifatnya tidak pernah berubah dari dulu, selalu ke kanak-kanakkan.

"Pantas aja Anka risih sama lo dan eneg lihat sifat Lo, ternyata Lo orangnya gini!"

Caca kaget, dia tidak menyangka jika Wendy berbicara itu padanya.

"Apa?! Mau marah? Mau protes? Emang bener kan Anka nggak suka sama keberadaan Lo yang selalu dekat-dekat dia?!" potongnya sebelum Caca membalas ucapannya.

"Wendy, kok kamu ngomong gitu, sih..." cicit Caca sedih, wajahnya di tekuk dan tatapannya menjadi sayu.

"Windi, kik, kimi ngiming giti, sih! Eh Ca! Lain kali kalau nggak mau di sindir ataupun di cibir, ngaca dulu dan koreksi dulu sifat Lo. Udah bener apa belum! Nanti ketika ada orang yang nasehatin Lo dan komentarin Lo, Lo jadi sakit hati sendiri padahal orang yang berkomentar itu pingin Lo berubah! DODOL!"

Teman-teman satu kelas Caca tidak ada yang berani melerai, pasalnya mereka baru pertama kali melihat Wendy memarahi Caca.

Jika mereka ikut campur pasti bakal terima getahnya juga.

Caca benar-benar bungkam, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain diam dan menunduk sedih.

"Mulai saat ini, Lo bukan lagi temen gue! Dan detik ini juga gue udah nggak peduli sama urusan Lo dan masalah Lo! Sekian pertemanan kita, selamat tinggal!" pungkas Wendy kemudian pergi dari kelas nya meninggalkan Caca yang masih duduk menunduk memainkan jari tangannya.

Jujur dalam hati, jantung Caca berdegup sangat kencang. Dia tidak menyangka jika Wendy mengakhiri pertemanan mereka dengan begitu mudah setelah banyak waktu yang mereka lalui bersama.

'Bener kata quotes yang sering aku baca, kalau yang namanya manusia nggak akan pernah bisa stay di tempat, mereka bakal berubah pada akhirnya,' ucap batinnya.

Bahkan saat bel masuk, Caca tidak lagi duduk bersama Wendy, dia duduk sendiri di belakang di paling pojok. Kursi yang tidak pernah di pakai sama siapapun karena tidak ada yang mau duduk di sana.

Sebenarnya Wendy yang ingin pindah tadi, tapi Caca yang merasa jika dirinya bersalah, dia menahan Wendy untuk tetap duduk di kursinya itu dan dia yang pindah saja di belakang.

Tidak ada perdebatan, Wendy kembali duduk dan Caca yang langsung mengambil tasnya untuk pindah.

Sampai pada jam pulang sekolah, Caca berjalan sendiri melewati koridor, banyak tatapan aneh yang menatap dirinya. Entah apa salah Caca sampai mereka menatapnya seperti itu.

"Pantas Anka nggak mau sama dia, penampilan nya aja acak-acakan, nggak ada rapi sama sekali," ujar seseorang yang sengaja berbicara keras melewati Caca dan menyenggol bahunya sedikit.

Merasa di sindir, Caca hanya bisa diam, di lihatnya sepatu yang dia kenakan. Tidak rusak dan tidak ada masalah sebenarnya. Tapi ya itu, kaus kakinya yang melorot sebelah.

Caca tersenyum miris melihatnya, pantas saja mereka mentertawakan dirinya yang jelek ini.

'aku memang nggak sempurna, tapi apakah aku pantas di perlakukan seperti itu? Setiap manusia punya kekurangan masing-masing, jadi jangan pernah merasa sempurna sendiri,' batinnya.

Karena tidak mau memperdulikan ucapan sampah para netizen. Caca menutup telinganya dan terus berjalan melewati mereka tanpa rasa takut dan ragu.

Mau di benci, di caci maki. Terserah! Caca sudah tidak peduli. Ini hidupnya, dia yang jalani bukan orang lain. Dan jika orang berkomentar jelek dia akan menganggap itu hanya angin lewat saja.

"WOE CA!"

Panggil seseorang, Caca tahu siapa itu. Langkahnya langsung terhenti seketika. Matanya terpejam sebentar kemudian menghela nafas berat.

"Kenapa setan itu lagi sih yang muncul?!" decaknya pelan.

"Kenapa nggak nyaut sih, monyet! Orang panggil tuh nyaut! Bukannya diam-diam aja, eh ngomong-ngomong Lo sama Wendy udah nggak temenan lagi ya, kenapa?" tanyanya sambil merangkul Caca yang lagi berusaha menahan emosinya agar tidak meledak.

"Elah, Lo bisu ya? Kok diam aja?"

1 detik

2 detik

3 detik

Dan...

"FUCK! ANJENG! LO MAU MATI HUH?! JAUH-JAUH DARI GUE TAI!" pekik Caca lalu mendorong Doni hingga membuat laki-laki itu hampir terpelanting jatuh ke tangga.