Chereads / Anka: Love Is Not Over / Chapter 19 - Rasa Sakit

Chapter 19 - Rasa Sakit

•note: aku tahu, kamu nggak pernah anggap aku ada. Tapi aku nggak akan kayak kamu, yang menganggap aku seperti angin yang lewat tanpa di sadari.

Caca pulang sendiri, gadis itu berjalan kaki dari rumah Anka setelah laki-laki itu mengusirnya dengan tega. Pacar macam apaan dia itu? Diantar kek atau di pesankan taksi kalau emang nggak sempat.

Caca berdecih, "awas aja ya, awas aja kamu cari aku nanti, aku nggak bakal angkat telepon kamu!"

Gadis itu berjalan misuh-misuh, rencananya mengajak Anka jalan gagal poll, cowok itu tidak mau dan malah mengusir serta berkata kasar padanya tadi.

"Mikir piki itik didil!" ucap Caca menye-menye menirukan ucapan kasar dari Anka tadi.

"Sok iye! Untung aku suka sama kamu, kalau enggak udah aku tinju kamu sampai benyok!"

Di perjalanan pulang itu, Caca terus berceloteh tanpa henti, berbicara sendiri sampai-sampai membuat para pejalan kaki yang lain menoleh padanya.

"Mentang-mentang ganteng, ngusir aku sembarangan, kamu kita aku apaan?! Dih!"

"Mau ngomong kasar tapi takut dosa, nanti aku yang dapat karma, bukannya kamu,"

Caca menghela nafas kasar lalu menolehkan kepalanya ke arah kiri. Dia mendapati tukang somai yang mangkal di seberang jalan.

"MAMANG!!!" teriaknya sambil melambai-lambaikan tangannya. Hingga membuat mamang somai itu menoleh.

Caca menoleh kearah kiri dan kanan, dia hendak menyebrang tapi jalanan cukup ramai karena para pengguna kendaraan bermotor mau pun mobil mengendara sangat laju.

"Ish! Gimana cara nyebrangnya," decaknya kesal sebab gerobak mang somai itu semakin ramai di kerumuni para pembeli.

"Nanti abis," rengeknya mencak-mencak di tempat, matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis.

"Mak... Aku mau somai..." cicitnya.

Siapa sangka, seseorang terus memperhatikan Caca dari balik pohon, posisinya cukup jauh.

Merasa sudah tidak ada lagi motor dan mobil yang lewat, cewek cantik itu berlari menyebrang dengan cepat, rambut yang di kuncirnya ikut bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.

Dan... Hap!

Kakinya berhasil finis menginjak batas trotoar jalan, Caca tersenyum lebar dan membalikan tubuhnya melihat jalan raya yang sudah mulai ramai lagi.

Dia menepuk-nepuk tangannya seolah-olah membuang debu, kemudian menghampiri gerobak mang somai yang ramai sekali pembeli.

"Aduh, gimana mau belinya? Ramai banget," Caca meloncat-loncat, dia berkeliling mencari celah namun tidak dapat. Bertubuh kecil dan mungil sangat menyulitkan untuk melihat apakah somai yang di jual masih banyak atau tidak.

"Mang! Somai mang sepuluh ribu!" teriaknya namun tidak dapat respon karena para pembeli yang lain ikut ribut.

Tidak mau menyerah, Caca membelah kerumunan dan masuk ke dalam, karena hal itu dia langsung menjadi pusat perhatian. Berbagai tatapan tertuju padanya. Ada yang sinis, yang datar, dan yang cuek sekalipun.

Caca merogoh sakunya dan mengambil uang sepuluh ribu.

"Mang, somai 10 ribu," sodornya.

Mamang tersebut mengangguk dan menyiapkan semua pesanan para pembelinya.

Satu persatu pun pergi, kini tinggal Caca yang teler karena paling akhir di buatkan. Tau gitu, mending ngantri aja tadi di belakang.

"Ini neng, maaf ya lama," sodor pria penjual somai tersebut.

Caca mengangguk dan mengabulkan somai nya lalu pergi ke salah satu kursi panjang di depan salon.

"Wiw! Pasti enak! Paling terakhir soalnya," kekehnya kemudian mulai memakan somai tersebut hingga habis.

Membuang rasa sedih dan sakit hati itu, ya solusinya makan. Makan sepuasnya atau makan, makanan kesukaan, di pastikan langsung hilang!

Sementara Anka, cowok itu keluar gerbang menggunakan motor besarnya. Cowok itu memakai jaket kebanggaan gengnya yaitu PASJI.

Anggota PASJI di minta kumpul ke basecamp, oleh ketua PASJI.

Cowok itu memacu motornya membelah jalan raya yang cukup padat, satu demi satu mobil dan motor dia selip tanpa ragu dan tanpa takut. Biasa... Titisan Marc Marquez.

Dan ketika sampai di basecamp, Anka turun dan membuka helmnya kemudian melakukan high five dengan teman-temannya yang lain.

"Sendiri, mana Galih dan Kelvin?" tanya salah satu dari anggota PASJI yang bernama Dimas.

"Nyusul," jawabnya singkat kemudian masuk ke dalam.

Dan benar saja, pada malam harinya mereka mengadakan latihan balapan di jalan yang memang sering di gunakan mereka untuk balapan ataupun sekedar latihan. Tidak ada polisi yang tahu ataupun masyarakat luar yang tahu, sebab jalanan ini sepi.

"Yang mau latihan, latihan aja dulu, gue mau nonton," kata Galih mempersilahkan teman-temannya untuk duluan.

Kelvin menyenggol Galih, "kenapa gak duluan?" tanyanya.

Galih berdecak, "gue lagi malas, Cok! Jadi malam ini gue cuma sebagai penonton aja,"

"Kebiasaan setan, ya malas," sahut Anka mencibir.

Karena tidak terima apa yang telah di katakan Anka padanya, Galih menjadi sedikit tersinggung dan mendorong temannya itu sampai sedikit terdorong dan menyenggol motor di sebelahnya.

"Jangan sekate-kate kawan, kamu mau saya bacok?" ancamnya.

Anka memutar bola matanya malas, "gila," umpatnya pelan.

Kelvin terkekeh, dia mengacak-acak rambut Galih, "jangan berantem,"

"Temen Lo tuh! Ngomong nggak pernah di saring!" tunjuknya pada Anka yang cuek-cuek saja.

Latihan balapan malam itu pun di mulai, satu persatu anggota PASJI bergiliran, dua-dua orang mulai dari garis start.

"Siapa mau jadi lawan gue?" tanya Galih sombong.

"Gue," jawab Anka santai lalu mendorong motornya ke garis start.

Galih mendengus, padahal dia berharap bukan Anka yang menjadi lawannya. Mana bisa menang lah kalau gini, Anka kalau udah turun ke jalanan bakal jadi gila, kecepatan dan skillnya sangat-sangat keren. Bahkan sampai sekarang nggak ada lawan yang bisa mengalahkannya.

"Gak, jangan Lo! Yang lain aja, mana bisa menang gue kalau lawannya Lo," tolak Galih.

"Bodo amat!" Anka naik ke atas motor nya kemudian menggunakan helmnya.

Melihat hal itu, Galih menjadi kesal. Anka tidak pernah mau mengalah ataupun menyetujui apa yang ia mau dari dulu, selalu menolak.

Dengan amat terpaksa, Galih siap-siap juga. Kelvin yang menjadi penghitung balapan di depan terkekeh geli.

Ada-ada saja dua curutnya itu.

"1!"

"2!"

"3!"

"Go!!"

Brumm!!

Dua motor besar itu melaju, saling menyelip agar tidak kecolongan kesempatan untuk membuat salah satu dari mereka menang.

Tapi di karenakan Anka adalah raja jalanan, cowok itu tetap unggul dengan menguasai jalanan dengan Galih yang semakin kesal di belakang karena tidak dapat menyelip.

'si anjir, dari dulu suka kedepan,' batin laki-laki itu.

Dan Yash! Pemenangnya adalah Anka, cowok tampan itu melewati garis finis duluan, lalu di ikuti oleh Galih.

"WAH GILA LO!!! NGGAK BISA YA SEKALI AJA BUAT GUE MEMANG DARI LO?!" tunjuk Galih tidak terima, nafasnya ngos-ngosan karena memakai helm full face.

Anka hanya menanggapi dengan mengangkat sebelah alisnya. Merasa keren? Oh tentu!

"Udah lah Lih, cuma latihan aja, kan emang dari kita semua gak ada yang bisa lawan Anka, RAJA JALANAN NIH BOSS!!" sahut Dimas, cowok itu sedang memijit bahu Anka.