"Halo."
"Sir, kita mendapati beberapa hal penting yang mendadak untuk akhir pekan ini." Vincent mengabari Ben lewat telepon.
"Say it."
Ben baru saja selesai mandi. Tubuhnya yang masih basah dan hanya terbalutkan handuk di area bawah perutnya, berjalan memutari ruangan. Inilah kebiasaan buruknya saat dia sedang ditelpon. Dia seperti menghabiskan waktunya di telepon sambil mengeringkan tubuhnya dengan berputar-putar. Sesekali dia juga melihat ke luar jendela untuk melihat ke jalanan kota, untuk memastikan tentang Daisy yang menghilang. Benar. Daisy telah menghilang setelah dia keluar dari kamar mandi. Wanita itu pasti kembali ke rumahnya.
Memangnya dia mau pergi ke mana lagi?
"Terjadi peledakan di area barat kota tadi pagi buta jam 3, khususnya di area pelabuhan. Itu sangat bertepatan dengan waktu pengiriman... sapu tangan hijau. Mereka menangkapnya. Posisinya sudah diketahui oleh orang kita, masih di area kita, sehingga kita siap bergerak untuk waktu dua jam ke depan sebelum mereka pergi dengan pesawat."
Pagi yang indahnya harus dirusak oleh kasus penculikan yang merepotkan.
"Lalu, pihak Permen ingin sekali bertemu denganmu siang ini. Mereka menyebutkan kalau mereka ingin sekali membahas tentang Kuning Nastar yang kau janjikan. Dan mereka tampak cukup tertarik dengan penawaran kita. Kemudian, ibu Anda menelepon untuk segera ditemui secepatnya. Paling lambat setelah makan siang. Dan yang terakhir, Daisy sudah pergi dari hotel lima belas menit yang lalu. Dia sudah sampai di rumahnya dengan selamat dan bertemu dengan ibunya."
Ben tidak menyangka bahwa Nyonya Yin berada di rumah Daisy sekarang. Jika ibunya tak datang berkunjung, dia pasti akan langsung mengunjungi Daisy dan memberikannya bunga. Atau berlian? Cincin? Atau apapun itulah yang bisa dijadikan sebagai hadiah yang pantas untuk bunga kecilnya. Ya, dia bisa saja menyuruh orang untuk mengantarkannya, tapi akan lebih bermakna jika dia yang datang langsung.
Tapi, keberadaan Nyonya Yin membuatnya tak bisa datang ke sana.
"Tolong siapkan semuanya untuk ke tempat sapu tangan hijau. Selamatkan si hijau dan tak ada kegagalan. Lalu tentukan pertemuan dengan para Permen, aku ingin mereka menikmatinya. Untuk sisanya, aku yang akan mengurusnya. Selanjutnya, aku akan memberitahumu. Dan, well done."
"Baik, Sir."
Panggilan akhirnya berakhir. Ben akhirnya berhenti berjalan berputar-putar.
Sebuah troli makanan yang dibawakan oleh petugas lobi tadi masih berada di dalam ruangan. Sebelumnya ada sepiring party breakfast yang sangat penuh di atas troli tersebut, dan kini hanya tinggal separonya saja. Benar-benar separo. Telur goreng dan rebus yang tinggal separo, bacon, sosis, dan roti bakar yang tinggal separo. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa inilah salah satu hal yang bisa membuatnya bisa begitu mencintai Daisy. Wanita itu sungguh menggemaskan dengan segala tingkah lakunya, apalagi perlakuan spesial terhadapnya.
Ini membuat Ben bersemangat pagi ini dan menghabiskan sarapannya. Dua gelas jus jeruk yang ada, sudah habis satu sebelumnya, langsung ditegak habis olehnya. Setelahnya, dia memakai bajunya yang berada di dalam kotak keranjang di bagian bawah troli.
Pakaian yang disiapkan oleh Vincent adalah pakaian yang kasual. Dia tidak diberikan pakaian formal yang biasanya dipakai untuk bekerja di kantor. Dan pakaian itu cocok untuknya melakukan pekerjaan lapangan hari ini, cukup dengan kaos tebal dan celana training yang memudahkannya untuk bergerak kemana-mana.
Ben juga mengecek satu kotak keranjang yang lainnya untuk memastikan kalau Daisy memakainya. Jika tidak dipaksa, wanita itu pasti tidak akan memakai pakaian yang baru saja dibelinya. Akan sangat memalukan juga jika Daisy berlarian pulang dengan telanjang.
Tidak. Ben tak ingin hal itu terjadi.
Setelah semuanya siap, Ben mengambil sebuah jam tangan kesayangannya di nampan aksesoris. Dia selalu merasa sangat bangga saat memakainya, meski benda itu tidak begitu mahal. Merknya memang terkenal, namun bukan favorit untuk masalah harganya. Yang terpenting adalah benda ini pemberian oleh Daisy untuknnya lima tahun yang lalu. Dan selama itu pun dia sangat menjaga benda itu dan tak mau digantikan dengan yang baru.
Dia akhirnya keluar dari kamar kelas suite itu dan turun ke lobi resepsionis. Di sana, Vincent sudah menunggunya.
"Semua persiapan sudah siap." Katanya.
Di balik kacamatanya, Vincent melihat Ben yang terlihat begitu bersemangat.
"Ayo bertemu dengan rubah kecil yang amatur."
~Riddle~
Sudah jam sembilan pagi, tapi cahaya matahari sudah terasa cukup panas. Ben yang sedari tadi sudah terlalu banyak bergerak di garis depan, mulai merasakan tubuhnya mulai terbakar. Namun, dia berniat untuk menahan untuk tidak melepaskan kaosnya karena pekerjaannya belum selesai.
Meskipun sebenarnya dia hanya perlu menggiring sapu tangan hijau ke tempat yang lebih aman.
Di sebuah gudang yang tak jauh dari pelabuhan, di sanalah tempat penyekapannya. Beberapa orang sudah diperingati bahwa tempat itu sedang dalam keadaan tidak aman, sehingga tidak ada warga sipil yang berjalan-berjalan ataupun bekerja di dekat area tersebut. Hanya saja, ada beberapa wartawan media yang siap untuk meliput berita pagi ini.
Mereka membuat headline,
...
Tomioka Group Mendapatkan Kembali Saksi yang Diculik!
Benarkah Serpent telah Berkhianat?
...
Ben selalu menghindari media dan membiarkan PR (ahli bicara)-nya untuk maju dan menghadapi mereka. Tapi bukan berarti kalau dia tak pernah terlihat di media. Nyatanya, dia sangat terkenal di seluruh kota dengan jabatannya yang tinggi. Bahkan pemerintah daerah saja bisa tunduk kepadanya.
Dia selalu menjadi laki-laki paling panas untuk para kaum hawa di seluruh penjuru negri. Selain karena kekayaan Tomioka yang dikabarkan sebesar empat gunung emas, dia juga dikenal dengan statusnya sebagai raja yang masih sendiri. Tidak sedikit kaum hawa yang ingin menjadi ratu di kehidupannya dan berkuasa atas segala hartanya.
Tetapi, seperti yang sudah diketahui, Ben hanya mencintai satu wanita saja, yaitu Daisy Yin. Baginya, tidak ada yang bisa menggantikan bunga kecilnya dengan wanita siapapun di muka bumi ini. Baginya, Daisy adalah bunga yang paling indah di antara bunga yang lain.
Sayangnya, dia belum menikahinya.
Dia belum menikah bukan karena dia tidak siap secara ekonomi ataupun mental, meski kenyataannya dia memiliki kekayaan yang melimpah dan dia sudah sangat tergila-gila dengannya. Bukan itu. Masalahnya, dia selalu ditolak oleh Daisy mentah-mentah.
Alasannya mengapa? Itulah yang tak bisa dikatakan oleh Ben untuk saat ini.
"Sapu tangan hijau, dia benar-benar hanya akan menghapus keringat saja." Kata Ben dengan sedikit dingin. Dia ingin menyambut tawanannya dengan sedikit ramah.
Yang disebut sebagai sapu tangan hijau adalah seorang pria muda, seperti anak kuliahan yang masih di semester tengah. Dia terlihat begitu sedikit liar dengan rambunya yang dicat warna merah. Tapi Ben tetap memanggilnya Hijau.
"Aku ingin perlindungan dan uang. Itu kesepakatannya." Kata pria itu.
"Ya... ya. Aku sudah mendengarnya. Tapi lakukan pekerjaanmu di pengadilan dahulu."
Ben memberikan tanda kepada bawahannya untuk membawa si Hijau ke dalam sebuah ruangan yang akan menjadi penjara manis untukknya. Selain itu, tidak ada yang menginginkan kalau anak itu akan kabur sewaktu-waktu. Apalagi saat waktu persidangan berlangsung.
"Ben." Vincent memanggilnya dan menunjukan layar ponselnya.
Sebuah nama yang tidak bisa ditolak oleh Ben, yaitu nama ibunya sendiri.
Nyonya Tomioka sedang meneleponnya.
.
Riddle
Jam dan Bunga II