Chereads / ALPHA. / Chapter 6 - Over dosis.

Chapter 6 - Over dosis.

KEDIAMAN ACHERON FLAVIO CARDEN.

APA? GAGAL? SIAL.. " Teriak Acheron Flavio geram.

"Ma-maaf Tuan,"

"Melumpuhkan satu orang saja kalian tidak becus."

"Maaf Tuan, yang saya dengar, tiba-tiba saja ada seorang gadis yang datang dan langsung menolongnya." Jawab Aillard Wren.

"ARRRGGGHHH SIAL.. CARI GADIS ITU." perintah Tuan Acheron Flavio.

"Baik Tuan, kami akan mencari informasi tentang gadis itu."

"Sebaiknya kau bergegas, kau tau kan aku tidak bisa menunggu lama." Ucap Acheron Flavio sambil menenggak winenya hingga tandas.

"Baik Tuan, saya akan segera menyelidikinya." Balas Aillard Wren membungkuk.

"Lekaslah.. Kalau perlu buat gadis itu cacat seumur hidup. Beraninya dia mencampuri urusanku."

"Iya Tuan." Balas Aillard Wren mengangguk pelan.

"Bagus, lalu? Bagaimana dengan orang kita yang tertangkap?"

"Tuan bisa tenang sekarang, sebab dia tidak akan pernah membuka mulutnya."

"Pastikan itu, jika dia berani buka mulut, bunuh semua keluarganya." Balas Acheron Flavio dengan senyuman miringnya.

"Baik Tuan." Jawab Aillard Wren membungkuk perlahan.

* * * * *

KEDIAMAN ALPHA SHAQILLE ELVERN.

Dengan wajah yang terlihat panik Brenda Marlleta terus mengetuk pintu kamar Aranka Demetria yang sejak tadi terkunci dengan rapat. Sejak pertengkaran Aranka Demetria dengan suaminya Alpha Shaqille, Aranka Demetria langsung mengurung dirinya di dalam kamar, bahkan sudah beberapa jam ia tidak kunjung keluar juga, dan hal itu membuat Aranka Demetria semakin gelisah, di tambah lagi saat ia tidak mendengar suara Aranka Demetria di dalam sana. Dengan tergesa-gesa Brenda Marlleta kembali berlari kecil menuju sebuah lemari, dan membuka laci yang di sana terdapat semua kunci duplikat kamar di mansion itu.

Dan saat pintu kamar itu berhasil di buka, mata Brenda Marlleta melebar dengan mulut mengaga saat melihat Aranka Demetria yang sudah terbaring lemah di atas tempat tidurnya dengan mulut yang sudah di penuhi busa. Bahkan Brenda Marlleta juga melihat beberapa pil obat yang masih berserakan di atas lantai kamarnya.

"TIDAK.. NYONYA... "

Teriak Brenda Marlleta panik dan langsung berlari menghampiri tempat tidur di mana tubuh Aranka Demetria terbaring, bahkan tanpa berfikir panjang lagi, Brenda Marlleta langsung meraih tubuh Aranka Demetria dan langsung di peluknya. Tubuh yang sudah terasa dingin dengan nadi yang mulai melemah. Meski detak jantungnya masih ada di sana.

Beberapa pelayan masuk untuk membantu Brenda Marlleta mengangkat tubuh Aranka Demetria dan langsung membawanya ke dalam mobil untuk menuju kerumah sakit.

* * * * *

HOSPITAL.

Tubuh Aranka Demetria terbaring lemah di atas sebuah ranjang rumah sakit dengan alat bantu oksigen yang masih menempel di hidungnya. Kondisinya cukup parah, bahkan sudah 10 jam berlalu namun ia masih belum sadarkan diri.

Hanya ada Brenda Marlleta yang nampak cemas dan ketakutan di sana. Sambil meremas jari-jari tangannya dengan air mata yang terus mengalir di pipinya, saat melihat tubuh Aranka Demetria dari luar ruangan. Hingga indera pendengarannya tertuju pada suara langkah kaki yang tidak asing di telinga wanita itu, bahkan ia langsung terkejut saat melihat wajah gelap Acheron Flavio yang semakin mendekati kamar inap Aranka Demetria, yang di susul oleh Asistennya Aillard Wren juga ke empat pengawal yang selalu mengikutinya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Acheron Flavio tanpa basa basi dan langsung masuk ke dalam ruangan anaknya yang di susul oleh Brenda Marlleta. Sedang Aillard Wren hanya menunggu di luar bersama ke empat pengawal Acheron Flavio.

"Nyo-nyonya belum sadarkan diri Tuan." Jawab Brenda Marlleta terbata.

"APA?" Teriak Acheron Flavio dengan wajah yang terlihat sangat menakutkan hingga membuat tubuh Brenda Marlleta bergetar saat mulai melihat kemarahan yang tergurat jelas di wajah Acheron Flavio .

"Iy-Iya Tuan."

"Sebenarnya apa yg terjadi?"

"Nyo-nyonya terlalu banyak mengkonsumsi obat penenang hingga over dosis dan... "

"Apa? Obat penenang? Sejak kapan anak itu mulai mengkonsumsi obat penenang?"

"Ma-maaf Tuan, sa-saya juga tidak tau sejak ka.... "

PLAAK.. PLAAK..

Tamparan keras mendarat tepat di wajah Brenda Marlleta, bahkan sampai berulang kali, yang membuat tubuh wanita itu terjatuh ke lantai.

"Bukankah sudah aku katakan agar kau menjaganya seperti kau menjaga nyawamu sendiri?" Ucap Acheron Flavio sambil menatap wajah Brenda Marlleta tajam.

"Ma-maafkan saya Tuan."

"Tsk, dengar baik-baik. aku akan membunuhmu jika sesuatu terjadi pada Aranka."

"Ma-maafkan saya Tuan, saya lalai.." Balas Brenda Marlleta terbatah sambil terus memegangi pipinya yang terasa panas dan sudah mulai memerah.

Perlahan Acheron Flavio melangkahkan kakinya mendekati wanita paru baya tersebut dengan sedikit membungkuk dan dengan keras mencengkram pipi wanita itu dengan sangat kasar.

"Apa kau sengaja untuk membuat rencana yang sudah aku susun selama ini gagal?" Tanya Acheron Flavio yang semakin keras mencengkram pipi kedua belah pipi Brenda Marlleta.

"Ma-maksud Tu-tuan?"

"Tsk, dasar bodoh, aku tidak akan melepaskan mu jika terjadi sesuatu pada anak itu. Aranka harus terus hidup agar rencanaku bisa berjalan dengan lancar. Apa kau mengerti?" Ucap Acheron Flavio dengan senyuman iblisnya yang membuat tubuh Brenda Marlleta semakin bergetar. Air mata wanita itu mengalir deras membasahi wajah dan sudut bibirnya yang terlihat sobek dan mengeluarkan darah akibat tamparan keras Acheron Flavio yang sudah berlalu dari hadapannya.

Bahkan sampai keluar dari ruangan anaknya pun, Acheron Flavio masih terlihat sangat marah, hingga mobil yang ia tumpangi meninggalkan rumah sakit tersebut. Di tengah perjalanan nampak Acheron Flavio mengepalkan kuat tangannya hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.

"Jadi begitu rupanya permainanmu, dasar bajingan tengik." Umpat Acheron Flavio geram.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang Tuan?" Tanya Aillard Wren yang masih fokus dengan kemudinya.

"Menghancurkan anak itu tentu saja, dia bahkan sengaja membuat Aranka agar membunuh dirinya sendiri." Jawab Acheron Flavio.

"Tapi apa tujuan Tuan Alpha? Kecuali dia.."

"Apa?"

"Apa mungkin Tuan Alpha sudah mengetahui tentang kejadian 24 tahun lalu?" Tanya Aillard Wren yang sempat membuat Acheron Flavio terdiam sambil menyatukan keningnya.

"Bukankah kita sudah menghilangkan semua bukti pada saat itu?" Tanya Acheron Flavio lagi.

"Benar Tuan, bahkan polisi saja tidak bisa menemukan bukti apa-apa pada saat itu." Sambung Aillard Wren nampak yakin.

"Lalu apa tujuan anak sialan itu?"

"Pasti ada motif di balik itu semua Tuan, bahkan Tuan Alpha dengan cepat menerima perjodohan itu tanpa ada kata penolakan sedikitpun."

"Kau benar Aillard, sialan.. Aku bahkan tidak memikirkan hal itu, aku pikir anak itu benar-benar sudah tertarik dengan umpan yang aku berikan."

"Dan juga selang 5 tahun ini omset kita selalu menurun, kita selalu mengalami kerugian besar, bahkan sudah beberapa kali perusahaan kita kena hacker, dan itu semua ulah Tuan Alpha, dan yang parahnya lagi, kita tidak bisa sama sekali menembus akses mereka." Lanjut Aillard Wren yang membuat Acheron Flavio semakin geram.

"Anak sialan itu."

"Saya hanya sedang berfikir, apa mungkin.. " Kalimat Aillard Wren menggantung yang langsung membuat Acheron Flavio bereaksi dengan cepat.

"Tidak.. Tidak ada yang mengetahuinya, tidak mungkin." Balas Acheron Flavio yang bahkan langsung paham dengan apa yang di maksud oleh asistennya.

"Tapi Tuan, kita sudah melupakan satu hal yang penting," Ucap Aillard Wren.

"Apa?"

"Bagaimana dengan Nyonya besar. Apa dia.. "

"Tidak, tidak mungkin dia, kau tau sendiri Aillard, kondisinya saat itu sangat tidak memungkinkan untuk dia membuka mulut, kita bahkan belum mengetahui keberadaannya sekarang." Ucap Acheron Flavio yang tiba-tiba terlihat resah, saat Aillard Wren kembali mengingatkannya kepada seseorang.

"Apa mungkin Nyonya sudah meninggal dunia?"

"TIDAK.. dia bahkan tidak berhak untuk mati dan pergi meninggalkan aku sendirian, aku akan terus mencarinya." Tegas Acheron Flavio yang seketika terlihat gusar.

"Kita bahkan sudah mengelilingi seluruh negara untuk mencarinya Tuan."

"Terus cari. Aku yakin dia masih hidup. dan satu hal yang penting. Aku rasa kalian semua juga sudah mengetahuinya, jika aku tidak mau kehilangan dia."

"Baik Tuan, orang kita masih terus mencari keberadaan Nyonya besar." Balas Aillard Wren mencoba menenangkan.

"Bagus." Balas Acheron Flavio menatap tajam keluar jendela mobilnya, dan sangat terlihat jelas kebencian dan kesedihan di sorot matanya.

'Kau Jangan coba-coba meninggalkan aku, kau tidak berhak melakukan itu.' Batin Acheron Flavio mengusap wajahnya kasar. "Lalu gadis itu?" Tanya Acheron Flavio lagi.

"Tuan bisa tenang sekarang. Anda tinggal menunggu kabar saja. Orang kita sudah mengawasi gadis itu, dan sebentar lagi akan segera membereskannya." Jawab Aillard Wren merasa yakin.

"Sebaiknya Jangan membuat ku kecewa lagi kali ini Aillard, kau tahu, aku tidak akan pernah berhenti, dan akan terus menghabisi orang-orang yang berada di sekitar anak sialan itu."

"Kali ini saya pastikan, rencana kita akan berhasil."

* * * * *

Dengan langkah sedikit di percepat, Azura Aubrey melangkahkan kakinya mengintari jalan raya yang sudah terlihat sepi. Malam ini ia terpaksa pulang cukup larut, sebab ia memiliki banyak pengunjung di supermarket, dan mengharuskan dirinya untuk lembur. Namun baru setengah perjalanan pulang langkah Azura Aubrey terhenti oleh sebuah mobil range rover hitam yang berhenti tepat di hadapannya.

Matanya seketika melebar saat melihat tiga orang berseragam hitam turun dari mobil tersebut dan langsung menghampirinya. Bahkan belum sempat Azura Aubrey berlari, tangannya sudah di cengkram oleh seorang dari mereka dengan sangat keras hingga membuat Azura Aubrey meringis kesakitan.

"Si-siapa kalian.. Lepas.. Lepaskan aku.." Pinta Azura Aubrey merontah saat tangan kekar itu semakin keras mencengkram tangannya hingga ia merasakan tangannya mulai keram.

"Haruskah aku memperkenalkan diri dulu sebelum membunuhmu? Sayang sekali Nona, aku tidak sesopan itu." Jawab salah satu pria berpakaian hitam tersebut. Sambil mengeluarkan senyum smirknya yang membuat Azura Aubrey semakin merasa ketakutan. "Tyrion Elgar, itu namaku. Apa kau puas? Setidaknya ingatlah namaku sebelum ajal menjemputmu."

"Ap-apa..?" Tanya Azura Aubrey tergagap yang bahkan membuat tubuhnya tiba-tiba bergetar saat sebuah senjata api jenis Revolver sudah menempel tepat di kepalanya.

"Ti-tidak.. Jangaaan.. Ibuku menungguku di rumah.. Biarkan aku pergi.. Aku mohon.. " Pinta Azura Aubrey memohon.

"HAHAHAHAHA... Tuan kami tidak pernah mengajarkan kami untuk melepaskan mangsa begitu saja Nona."

"Ta-tapi apa salahku? Aku bahkan tidak mengenal kalian." Tanya Azura Aubrey dengan wajah yang semakin memucat.

"Kau benar-benar tidak mengetahui apa kesalahanmu? Kau terlalu banyak mencampuri urusan kami Nona, seharusnya saat itu kau diam saja di tempatmu, bukannya berlari menyelamatkan pria itu." Jawab Tyrion Elgar yang membuat Azura Aubrey seketika terkejut.

"Ap-apa??" Tanya Azura Aubrey dengan kening yang menyatu, hingga kejadian tempo hari di mana ia mendorong tubuh seorang pria untuk menyelamatkannya dari pengendara mobil yang sengaja ingin menabrak pria itu tiba-tiba terlintas di dalam ingatannya, hingga membuat mata Azura Aubrey melebar sempurna.

"Bagaimana? Apa kau sudah mengingatnya?" Tanya Tyrion Elgar tersenyum miring dengan tangan yang masih mencengkram kuat lengan Azura Aubrey.

"Ja-jadi kalian yang... "

"Tidak perlu terkejut sperti itu, seharusnya pria itu sudah mati sekarang dan membusuk di neraka, jika bukan karena dirimu."

"Brengsek kalian.. LEPASKAAN... " Teriak Azura Aubrey yang dengan sekuat tenaga menginjak kaki Tyrion Elgar yang langsung meringis kesakitan dan melepaskan cengkraman tangannya, dan kesempatan tersebut langsung di gunakan oleh Azura Aubrey untuk melarikan diri meskipun ia sadari jika berlari adalah hal yang sia-sia, sebab kedua pria lain sudah berada tepat di hadapannya saat tidak sengaja kakinya tersandung dan membuatnya merangkak di atas jalan raya.

"BIARKAN AKU PERGI... ARRRGGGHH..." Teriak Azura Aubrey dengan sangat kencang di saat pria di hadapannya kembali mencengkram keras rambutnya sambil menyeret tubuhnya, hingga membuat Azura Aubrey terus menjerit menahan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya yang kini sedang beradu dengan aspal. Dengan sekuat tenaga Azura Aubrey berusaha bangkit saat pria berjaket hitam itu kembali mendekatinya.

"Beraninya kau."

BUUGGHH..

Pukulan keras tepat mendarat di perut Azura Aubrey yang membuat gadis itu membungkuk, mengerang menahan sakit sambil memegangi perutnya yang membuatnya terbatuk di sertai darah kental yang keluar dari mulutnya. Bahkan tidak sampai di situ, Tyrion Elgar kembali menendang tubuh Azura Aubrey dengan sangat keras hingga membuatnya tersungkur ke atas aspal dengan tubuh yang bergetar menahan sakit.

'Ibu.. Selamatkan Zura... '

"Kau pikir bisa lolos begitu saja?" Tanya Tyrion Elgar. "Dasar bodoh."

"ARRGGGHHH... Sakiiit hiikss.. " Jerit Azura Aubrey saat Tyrion Elgar mencengkram rambutnya keras dan memaksanya untuk berdiri, sedang tangan yang satunya mulai mengambil sebuah kunci ring pas berukuran 32 mm yang ia selipkan di punggungnya.

"Silahkan. Aku membebaskanmu untuk berteriak sekencang mungkin, sekuat tenagamu. Mungkin pria yang kau selamatkan waktu itu bisa datang untuk menyelamatkan nyawamu, atau dia bisa menukar nyawanya dengan nyawamu."

"Aakkhh.. Ak.. Aku mohoonn.. " pinta Azura Aubrey mulai melemah.

"Peluru akan membunuhmu dengan cara yang cepat, dan itu sungguh tidak menarik." Ucap Tyrion Elgar dengan senyum smirknya.

Mata Azura Aubrey melebar saat melihat kunci ring pas berukuran besar yang berada di dalam genggaman Tyrion Elgar mulai di arahkan padanya. Air matanya mengalir sambil menggeleng dengan cepat, sedang kedua tangannya masih memegang keras tangan Tyrion Elgar yang terus mencengkram keras rambutnya.

"Tidak.. Tidak.. Ja-jangan lakukan itu.. TIDAK IBUUUU... AAAHHKK..... " Teriakan Azura Aubrey terhenti saat benda keras tersebut menghantam keras kepalanya yang langsung membuat darah kental mengucur deras memenuhi wajahnya.

Tubuh Azura Aubrey bergetar, dan langsung tersungkur di atas aspal yang sedikit basah akibat terkena kabut malam, bersamaan dengan darah kental yang ia muntahkan. Tatapan matanya berubah kabur dan menghitam, tubuhnya terasa ringan, pendengarannya mendengung dan seketika hening dengan nafasnya yang semakin melemah.

'Ibuu.. Ibuu.. Sa-akiit.'

Air mata Azura Aubrey perlahan menetes sebelum matanya terpejam dan tidak sadarkan diri.

"Aku rasa Ini cukup. Ayo kita pergi, jangan lupa hilangkan semua bukti, jangan ada satupun yang tersisa, apa kalian mengerti?" Perintah Tyrion Elgar kepada kedua anak buahnya sambil mengusap darah Azura Aubrey yang terpercik dan mengotori tangan dan wajahnya.

"Apa dia mati?" Tanya seorang di antara mereka saat melihat tubuh Azura Aubrey tidak bergerak lagi.

"Mungkin, bahkan jika dia hidup pun akan membuatnya amnesia." Jawab Tyrion Elgar yang ikut memandangi tubuh kaku Azura Aubrey. "Gadis malang yang manis." Gumam Tyrion Elgar dengan senyum smirknya.

"Apakah kita perlu membuang tubuhnya ke dalam jurang?"

"Aku rasa tidak perlu, bukankah sudah aku katakan, jika dia hidup pun, dia akan mengalami amnesia dan melupakan kejadian malam ini. atau bahkan dia akan langsung mati jika dalam waktu 8 jam tidak ada yang menemukan tubuhnya."

"Kau yakin akan hal itu?" Tanya pria tersebut merasa khawatir.

"Hm, lagi pula Tuan Aillard tidak memberikan kita perintah untuk melenyapkankan tubuh gadis ini kan? dan jika kau sampai melanggarnya, kau tau konsekuensinya, kau akan berhadapan langsung dengan Tuan Besar." Sambung Tyrion Elgar.

"Kau benar,"

"Baguslah jika kau sudah mengerti," Jawab Tyrion Elgar seraya melangkahkan kakinya dan masuk kedalam mobil yang langsung melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan tubuh Azura Aubrey yang sudah terbujur kaku berlumuran darah di tengah jalan.

* * * * *

Bersambung...