"Tenangkan diri anda Tuan." Ucap Aillard Wren perlahan yang hanya di balas anggukan perlahan dari Acheron Flavio yang malam ini nampak terlihat sangat berbeda.
Sebab saat ini Aillard Wren kembali melihat rasa kekhawatiran dan kesedihan yang tergurat sangat jelas di wajah Acheron Flavio setelah sekian lama. Terakhir kali Aillard Wren melihat ekspresi itu saat Acheron Flavio kehilangan wanita yang sangat di cintai presdirnya itu. Wanita yang selalu di perjuangkannya meskipun dengan menggunakan cara yang salah, bahkan mencintai wanita itupun dengan cara yang salah pula, hingga membuat Acheron Flavio menjadi seperti sekarang pun di sebabkan ia yang belum bisa menerima kenyataan jika wanita yang di cintai oleh Acheron Flavio sudah pergi darinya, meninggalkannya dengan sejuta kebencian yang teramat besar. Meskipun demikian Acheron Flavio masih belum bisa melupakan wanita yang sudah menghancurkan hatinya tersebut, wanita yang sebenarnya tidak pernah mencintainya. Wanita yang selalu membuatnya menghabiskan malamnya dengan terus menatap fotonya, dan tidak jarang membuat pria berhati dingin dan kejam itu meneteskan air mata jika sudah sangat merindukan wanitanya itu.
Itulah yang Aillard Wren ketahui selama ini, suatu kelemahan dari Presdirnya yang seorang pembunuh berdarah dingin dan kejam. Kelemahan yang selalu ia tutupi dengan sangat rapi. Hingga orang-orang hanya melihat seorang Presdir CRDN KORP yang dingin, sadis, dan tidak berperasaan.
"Lard, kau tahu kan, Zev adalah anak yang tidak pernah sedikitpun membangkang ataupun menentang ku?" Tanya Acheron Flavio perlahan dengan suara beratnya.
"Iya Tuan, saya tahu," Jawab Aillard Wren mengangguk pelan.
"Tapi sekarang dia sudah mulai membangkang, aku tidak akan membiarkan hal itu." Balas Acheron Flavio yang kali ini nampak terlihat khawatir.
"Tuan, mungkin kejadian siang tadi hanya suatu kebetulan saja, Tuan tidak perlu merasa khawatir." Ucap Aillard Wren yang sedang berusaha untuk menenangkan hati Acheron Flavio.
"Aku harap juga begitu, sebab aku tidak ingin anak itu terlibat dalam urusanku, aku hanya tidak ingin menyakiti anak itu."
"Iya Tuan, saya akan terus mengawasi Tuan muda, agar tidak melakukan kesalahan lagi." Balas Aillard Wren dengan nada tegas.
"Sebaiknya kau bisa melakukannya dengan benar Lard."
"Iya Tuan, Tentu saja." Jawab Aillard Wren mengangguk pelan.
Sedang Acheron Flavio kembali menyandarkan tubuhnya di sofa singlenya. Pria itu menarik nafas dalam sambil memejam, sosok wajah yang selalu di rindukannya selama puluhan tahun ini kembali muncul di pikirannya.
'Kau puas sekarang? Dengan pergi begitu saja apa kau pikir sudah membuatku hancur? Tidak... Tidak semudah itu. Kau harus mempertanggung jawabkan semua luka yang sudah kau berikan padaku selama ini. Dan aku pastikan, aku akan membuatmu kembali padaku.' Batin Acheron Flavio beranjak dari duduknya, dan langsung melangkah keluar.
"Tuan, Anda mau kemana?" Tanya Aillard Wren saat melihat Acheron Flavio meraih kunci mobil yang terletak di atas nakas.
"Mencari wanita itu." Jawab Acheron Flavio yang terus melangkah pergi.
"Tapi Tuan.. "
"Diamlah.. Sebaiknya kau awasi anak itu."
Perintah Acheron Flavio yang terus berjalan keluar menuju mobilnya dan langsung melajukannya dengan kecepatan tinggi.
Sedang Aillard Wren hanya mengangguk pelan dan langsung memerintahkan beberapa Bodyguard Acheron Flavio agar bergegas masuk kedalam mobil dan menyusul presdir mereka.
Hal yang selalu di lakukan Acheron Flavio selama bertahun-tahun, terus mencari sosok yang sebenarnya sudah tidak ada, sosok yang sudah benar-benar menghilang.
* * * * *
Sedang di dalam satu ruangan lantai dua, nampak terdengar suara teriakan juga umpatan dari Zev Albion yang saat ini sedang di penuhi rasa amarah.
"ARRGGHH SIAL.. SIALL.. "
Teriakkan keras Zev Albion kembali terdengar. Dengan kasar di bukanya jaket yang masih di pakainya dan membuangnya ke sembarang arah, bahkan ia langsung membanting tubuhnya sendiri ke atas tempat tidurnya.
"Aku bahkan belum menyelesaikan satu pekerjaan pun di sini, kenapa ayah akan mengirimku lagi ke Kanada." Gumam Zev Albion seraya menatap langit langit kamarnya, sebenarnya ia masih sangat penasaran, kenapa Ayahnya begitu menginginkan gadis itu.
"Bukankah Alpha saja sudah cukup, jika dendam itu soal Perusahaan ataupun kak Dee, apa Ayah berniat untuk membunuhnya? Tidak.. Tidak mungkin.. Ayah bukan seorang pembunuh, apalagi gadis itu anak paman Casey, sahabat Ayah sendiri, Ayah tidak akan setega itu kan?" Gumam Zev Albion beranjak dari tidurnya dan langsung mengusap kasar wajahnya untuk menghilangkan pikiran buruk yang sempat menghantuinya.
"Aku harus menanyakan hal ini kepada Ayah." Gumam Zev Albion yang langsung beranjak turun dan keluar dari kamarnya, namun belum setengah perjalanan, kakinya kembali terhenti.
"Astaga kenapa aku lupa satu hal, Ayah tidak mungkin kan mengatakan semuanya, bagaimana jika aku langsung menanyakan hal ini langsung pada gadis itu, tapi di mana aku akan menemukan gadis itu, astaga.. Aku bahkan lupa kalau dia adik si Alpha." Ucap Zev Albion prustasi.
ARRGGHH..
Teriak keras Zev Albion yang tanpa ia sadari jika suara teriakkannya sudah mengejutkan Aillard Wren yang saat itu kebetulan sedang berjalan menuju pantry.
"Apa?" Tanya Zev Albion sambil mengacak-acak rambutnya.
"Tidak apa-apa Tuan muda, silakan lanjutkan." Jawab Aillard Wren tersenyum sambil sedikit membungkuk dan kembali melanjutkan langkah kakinya menuju pantry.
"Tsk,"
Sambil mengusap wajahnya kasar Zev Albion kembali melangkah, namun lagi-lagi langkah kakinya terhenti saat melihat Aillard Wren yang keluar dari pantry.
"Tunggu." Serga Zev Albion yang seketika menghalangi langkah Aillard Wren yang langsung membungkuk saat sudah berdiri tepat di hadapan Zev Albion.
"Ada apa Tuan muda?" Tanya Aillard Wren perlahan.
"Aku ingin menanyakan sesuatu."
"Silahkan Tuan," Balas Aillard Wren mengangguk perlahan.
"Kenapa ayah mengincar gadis yang ada di foto ini?" Tanya Zev Albion sambil menunjukkan selembar foto yang ia ambil dari dalam saku celana yang ternyata selalu di bawahnya kemana-mana kepada Aillard Wren yang hanya di balas senyum oleh Aillard Wren.
"Saya rasa, saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda Tuan muda, maaf." Jawab Aillard Wren membungkuk.
"Cih, pantas saja Ayah sangat mempercayaimu Lard."
"Maaf Tuan."
"Tapi ayah tidak berniat untuk mencelakai gadis ini kan?" Tanya Zev Albion sekali lagi, berharap kali ini ia bisa mendapatkan satu jawaban dari Aillard Wren untuk mengurangi rasa penasarannya.
"Maaf Tuan."
"Astaga, aku bosan dengan permintaan maafmu." Balas Zev Albion yang sudah terlihat jengah. "Dan berhentilah berbicara formal padaku, kau bahkan seumuran dengan Kak Dee, kenapa jadi aku yang terlihat tua di sini. Jadi... Berhenti berbicara formal padaku, Oke."
"Maaf Tuan muda, saya tidak bisa, biar bagaimanapun anda adalah putra majikan saya, jadi sudah sepatutnya saya menghargai..."
"Aish... sudahlah... hentikan, aku tidak perduli, kau cukup menghargai Ayah saja. Dan anggap saja aku ini temanmu."
"Baiklah. Sebaiknya anda istrahat Tuan muda, ini sudah larut malam." Ucap Aillard Wren perlahan yang membuat Zev Albion melongo.
"Hei kau bukan baby siterku." Protes Zev Albion dengan wajah datarnya.
"Maaf Tuan, saya.... "
"Aaisss sudahlah, kenapa seolah aku sedang berbuat salah di sini karena kau yang terus terusan meminta maaf." Gerutu Zev Albion berlalu dari hadapan Aillard Wren yang masih membungkuk.
'Sepertinya Tuan muda sangat menyukai gadis itu.'
Batin Aillard Wren yang terus menatap punggung Zev Albion yang sudah menghilang dari balik pintu.
* * * * *
VILLA ALPHA SHAQILLE.
Waktu sudah menunjukkan pukul 02:00 dan seharusnya di jam sekiaan, orang-orang sudah terlelap di balik selimut hangat untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran mereka, namun tidak dengan Alpha Shaqille dan Azio Devian yang masih bergelut dengan laptop dan beberapa dokumen penting mereka masing-masing. Bahkan sesekali Alpha Shaquille nampak terlihat memijat keningnya karena kelelahan.
Dokter Aldrich Alexe yang melihat hal tersebut hanya bisa menggeleng pelan dan melangkah perlahan menghampiri mereka berdua sambil membawa beberapa botol pil vitamin dan air mineral.
Dan saat melihat kehadiran Dokter Aldrich Alexe yang tengah berjalan menuju ke arahnya, perlahan Alpha Shaquille langsung menutup laptopnya sambil merenggangkan urat-urat tubuhnya.
"Kau belum tidur?" Tanya Dokter Aldrich Alexe.
"Hm," Jawab Alpha Shaquille sambil memijat tengkuk lehernya. "Seharusnya kau istrahat Drich, bagaimana kalau kau sampai jatuh sakit." Ucap Alpha Shaquille sambil menyandarkan tubuh lelahnya di sandaran sofa.
"Tsk, bukankah seharusnya aku yang berkata seperti itu sekarang?" Balas Dokter Aldrich Alexe menggeleng.
"Ayolah Drich, aku hanya butuh vitamin mu, bukan omelanmu." Protes Alpha Shaquille.
"Brengsek kau Lee." Umpat Dokter Aldrich Alexe .
"Hei.. Kau bahkan memaki ku sekarang."
Balas Alpha Shaquille sambil menerima beberapa vitamin dari tangan Dokter Aldrich Alexe untuk di minumnya. Sedang Azio Devian hanya bisa menggeleng menahan tawanya sambil menerima beberapa pil vitamin dari Dokter Aldrich Alexe untuk di minumnya.
"Bagaimana keadaan perusahaan?" Tanya Dokter Aldrich Alexe seraya duduk di hadapan Alpha Shaquille yang kembali menyamakan dirinya sambil menyilangkan kakinya di sebuah sofa single.
"Tidak baik, kondisi perusahaan buruk." Balas Alpha Shaquille.
"Apa kau benar-benar tidak bisa mengatasinya?" Tanya Dokter Aldrich Alexe merasa khawatir.
"Aku masih mengatur strategi, semua akan baik-baik saja, hanya tinggal menunggu waktu." Jawab Alpha Shaquille yang langsung membuat Dokter Aldrich Alexe tersenyum lega. Dan seharusnya ia tidak perlu merasakan kekhawatiran yang berlebihan ke pada Alpha Shaquille, yang semua orang juga tahu jika ia adalah seorang pria yang mempunyai otak yang kapasitas kecerdasannya di atas rata-rata di bidang intelektual. Dan julukannya sebagai genius Man bukanlah isapan jempol semata.
"Aku sempat merasa khawatir. Aku yakin kau bisa melakukannya." Lanjut Dokter Aldrich Alexe dengan penuh keyakinan.
"Hm, bagaimana kondisi Melody saat ini?" Tanya Alpha Shaquille.
"Kondisinya sudah sangat membaik, oh iyaa.. Tadi." Kalimat Dokter Aldrich Alexe kembali terhenti, untuk sesaat Dokter Aldrich Alexe menarik nafas dalam sambil menatap wajah Alpha Shaquille yang masih menunggu jawaban darinya dengan wajah yang nampak terlihat serius.
"Apa ada masalah dengannya?" Tanya Alpha Shaquille lagi saat ia tidak mendengar jawaban dari Dokter Aldrich Alexe.
"Maaf, tadi aku sempat mengajak Nona Melody ke taman, tapi..." Jawab Dokter Aldrich Alexe nampak ragu untuk meneruskan kalimatnya, di tambah lagi saat ia melihat ekspresi wajah Alpha Shaquille yang seketika berubah.
"Kalian keluar?" Tanya Alpha Shaquille sekali lagi.
"Iya, tapi tidak bisakah kau mendengar ku dulu? Ada hal yang lebih penting dari ini." Jawab Dokter Aldrich Alexe yang juga terlihat serius.
"Oke, aku mendengarmu. Apa?"
"Aku sempat melihat Zev Albion." Jawab Dokter Aldrich Alexe yang sontak membuat Alpha Shaquille dan Azio Devian terkejut dan saling menatap satu sama lain.
"Kau tidak salah kan?" Tanya Alpha Shaquille meyakinkan.
"Tidak, aku yakin dia adalah Zev Albion, putra dari Tuan Acheron Flavio, meskipun selama ini aku tidak pernah melihat anak itu secara langsung, dan hanya melihat fotonya saja, tapi aku yakin dia adalah Zev Albion." Jawab Dokter Aldrich Alexe yakin.
"Dia sudah kembali rupanya. Tsk, dasar brengsek. Ternyata benar dugaanku, dia yang telah meretas dan mencuri data-data Perusahaan ASEA CORPORATION." Balas Alpha Shaquille.
"Ternyata Tuan Acheron benar-benar ingin menghancurkan ASEA CORPORATION, dan sekarang dia menggunakan putranya untuk menjalankan rencananya." Sambung Azio Devian yang membuat Alpha Shaquille semakin geram.
"Dan anak brengsek itu, bahkan dia melakukannya dengan sempurna, tapi liat saja, mereka boleh merasa senang sekarang, dan Drich.. " Kalimat Alpha Shaquille menggantung.
"Ada apa?" Tanya Dokter Aldrich Alexe.
"Seharusnya kau tetap waspada." Jawab Alpha Shaquille yang terdengar khawatir.
"Aku mengerti, aku akan lebih berhati-hati lagi. sebaiknya kau tidak perlu mengkhawatirkanku Lee." Balas Dokter Aldrich Alexe tersenyum sambil mengangguk untuk menenangkan Alpha Shaquille.
Dokter Aldrich Alexe sudah sangat paham dengan maksud Alpha Shaquille untuk menyuruhnya lebih berhati-hati lagi, sebab ia tahu, jika Acheron Flavio tidak akan membiarkan orang-orang yang berada di samping Alpha Shaquille hidup dengan tenang. Entah sudah berapa orang yang berhubungan dengan Alpha Shaquille telah menjadi korban Acheron Flavio.
Masih lekat dipikiran Alpha Shaquille saat Berliana Rome, Bibi Alpha Shaquille, saudara dari Ibunya yang sudah merawatnya saat ia masih berusia 6 tahun, di temukan tewas dengan luka tembak di dalam rumahnya sendiri yang sama sperti Ayahnya. Namun pihak polisi menyimpulkan kasus itu sebagai kasus bunuh diri karena depresi. Bahkan tidak berselang lama, saksi mata yang melihat peristiwa pembunuhan itu juga di temukan tewas karena sebuah kecelakaan. Dan itu terjadi sehari setelah usai menemui Alpha Shaquille untuk memberikan kesaksiannya dan menyerahkan sebuah bukti, meski akhirnya Alpha Shaquille juga harus kehilangan satu satunya bukti dari kasus pembunuhan itu karena kelalaiannya sendiri.
Mobil yang ia gunakan saat bertemu saksi mata tersebut tiba-tiba di bakar oleh seseorang yang tidak di kenal, saat mobil tersebut sedang terparkir di depan sebuah restoran. Dan yang sialnya lagi Alpha Shaquille belum sempat mengambil bukti yang berupa ponsel tersebut dari dalam mobilnya. Sebab sampai sekarang pun Alpha Shaquille sendiri belum mengetahui, apa motif sebenarnya Acheron Flavio membunuh kedua orang tuanya. Bahkan sekarang ia kembali teringat kepada seseorang yang sampai saat ini belum mengetahui penyebab pasti kematian Ibunya, seseorang yang sangat dekat dengannya, seseorang yang masih berada di Jerman.
'Ark, aku harap kau baik-baik saja di sana, maaf.. jika aku menyembunyikan semuanya, aku hanya tidak ingin kau merasakan kesedihan yang mendalam sepertiku, dan merasakan dendam di seumur hidupmu sepertiku. Cukup aku saja yang merasakan semuanya.' Batin Alpha Shaquille saat wajah Arche Killian sepupu dari Ibunya melintas di dalam pikirannya.
"Lee.. "
Panggil Dokter Aldrich Alexe saat melihat Alpha Shaquille yang tiba-tiba terdiam dengan wajah yang terlihat suram dan mata yang berembun. "Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Dokter Aldrich Alexe merasa khawatir.
"Aku hanya tidak ingin ada yang menjadi korban Acheron lagi, sudah cukup." Jawab Alpha Shaquille yang tidak mampu menyembunyikan rasa amarahnya.
"Apa kau memikirkan Ark?" Tanya Dokter Aldrich Alexe yang seolah bisa menebak apa yang di pikirkan Alpha Shaquille saat ini.
"Hm.. Sampai saat ini aku masih merasa bersalah pada Ark." Jawab Alpha Shaquille mengusap wajahnya kasar.
"Aku yakin, Ark akan baik-baik saja, selama kau masih bisa menyimpan rahasia tentang kematian Bibi padanya." Balas Dokter Aldrich Alexe yang semakin membuat Alpha Shaquille gusar.
"Tapi sampai kapan? aku tidak bisa terus menyembunyikannya dari Ark." Balas Alpha Shaquille sambil meremat keras rambutnya.
'Bahkan kematian kedua orang tua Ev sudah sangat membuatku prustasi, aku tidak bisa membayangkan, akan sesedih dan semarah apa dia jika mengetahui penyebab kematian kedua orang tuanya adalah ulah dari Acheron.'
Batin Alpha Shaquille yang langsung mengarahkan pandangannya ke arah Asistennya Azio Devian yang masih berkutat dengan laptopnya.
"Lee aku tahu itu berat, bahkan bukan hal yang mudah, aku ingin kau bisa melakukannya," Ucap Dokter Aldrich Alexe saat ia mendapati Alpha Shaquille yang tengah menatap Azio Devian dengan tatapan yang di penuhi kesedihan dan kegelisahan. Dokter Aldrich Alexe yang mengetahui semuanya cukup memahami perasaan Alpha Shaquille saat ini.
"Apa kau yakin, semua akan baik-baik saja? apa aku sudah melakukannya dengan benar? aku bahkan terlalu banyak berbohong Drich, dan sekarang Melody, entah apalagi yang harus aku katakan padanya jika semua ingatannya kembali, kebohongan apalagi yang harus aku katakan padanya." Tanya Alpha Shaquille terlihat gelisah.
"Lee, kau sudah melakukannya dengan benar, kau sedang melindungi mereka sekarang, dan itulah yang kau lakukan, dan jika suatu saat nanti Ev ataupun Ark mengetahui kebenarannya, aku yakin, mereka tidak akan pernah menyalahkanmu."
"Aku juga berharap demikian Drich,"
* * * * *
Bersambungan...