Chereads / THE SCANDALS / Chapter 32 - BERDEBAT DI PAGI HARI

Chapter 32 - BERDEBAT DI PAGI HARI

Evans terkekeh mendengar ucapan Andrea.

"Sepertinya kau salah paham, Nona. Di sini tak ada orang yang kupercaya atau kuprioritaskan. Jadi jangan merasa kau paling istimewa di sini. Semua orang di sini kuanggap sama," ujar Evans.

Jawaban dari Evans itu memang membuat Andrea kecewa di satu sisi. Namun, entah mengapa ia terkesima dengan jawaban itu.

"Apa, kau tak pernah jatuh hati sebelumnya?" tanya Andrea.

"Tidak. Aku tak pernah terlibat hal hal konyol. Dan kuperingatkan padamu, Nona. Di sini, hampir semua wanita jatuh hati padaku. Jika kau juga ingin seperti mereka, jangan berharap kau akan kuperlakukan berbeda."

Evans lantas mendekatkan bibirnya pada daun telinga Andrea. Sontak saja, jantung Andrea berdetak semakin kencang.

"Karena aku tak akan pilih kasih, jadi jaga hatimu supaya tak jatuh padaku," ujar Evans.

Andrea melotot ke arah Evans. Ia lantas mencubit lengan Evans yang masih melingkar pada tubuhnya.

"Kau pikir kau siapa? Meski semua orang jatuh ke dalam pelukanmu. Tapi aku tak akan pernah," ujar Andrea.

"Tanganmu, kuat juga. Cubitan yang kau berikan ini akan kuingat sebagai perjanjian kalau kau tak akan terlibat perasaan padaku. Kalau kau mau berhubungan lebih intim denganku aku akan membuka peluang untukmu. Asal itu bukan cinta," ujar Evans.

"Jangan membual yang tidak tidak. Aku tak tertarik denganmu sama sekali," ujar Andrea.

"Tapi kenapa rasanya kau nyaman sekali seranjang denganku, dalam dekapanku?" ujar Evans.

"Aku sudah memintamu melepaskannya sejak tadi. Dan lagipula, badanmu cukup hangat. Aku memang sedang kedinginan," ujar Andrea.

Evans tersenyum ke arah Andrea. Gadis ini memang sesuatu. Tak ada yang bisa menghibur Evans seperti ini.

"Baiklah, aku akan buat pengecualian. Kau boleh memelukku saat kau merasa kedinginan. Tak harus di saat kau ingin bercinta," ledek Evans.

"Kau pikir aku senang bercinta. Aku bahkan tak pernah bercinta dengan Felix meskipun kami bertahun tahun pacaran ... Ahhh, kenapa aku harus menjelaskan ini padamu?" ujar Andrea kesal pada dirinya sendiri.

****

Andrea tertidur sambil memeluk Evans yang juga terlelap di sampingnya. Hari sudah berganti, namun belum terlambat jika Evans bangun dan pergi karena matahari belum muncul ke permukaan.

Andrea terbangun dan sadar ada yang aneh di atas ranjang. Ia lantas membuat matanya.

"Astaga!" pekik Andrea.

Ia tertidur pulas semalaman saat berbicara dengan Evans. Dan yang lebih parahnya, ia dengan nyamannya memeluk tubuh Evans Solah olah ia adalah kekasih.

"Kenapa dia tak pulang? Apa dia sengaja ingin tidur denganku?" gumam Andrea.

Ia berusaha melepaskan tangan Evans yang mendekati erat badannya. Namun hal itu justru membangunkan Evans.

"Emmh," pria itu mengerang dan terlihat membuka matanya seketika saja Andrea pura pura tidur kembali.

Evans melihat tangannya masih bergitu erat memeluk tubuh gadis ini. Evans mulai mengehela napas kasar seolah menyesal telah semalaman bersama Andrea.

"Apa yang kulakukan?" gumamnya seraya bangun. Pelan pelan ia melepas tangannya dari Andrea.

Namun ia berhenti saat tak sengaja ia menatap Andrea yang sedang terpejam.

'Apa ini? Apa ini? Kenapa wajahnya berada di dekat wajahku? Aku dengan jelas merasakan hembusan napasnya,' ujar Andrea dalam hati.

Tiba tiba saja Evans mengecup mesra bibir Andrea. Sontak saja Andrea terkejut. Apa yang telah Evans lakukan padanya?

"Kau sungguh indah, Andrea," ujar Evans lirih.

Andrea masih saja berpura pura tidur saat Evans mengecup bibirnya dengan sengaja.

'Ini bukan ancaman seperti semalam. Dia sengaja menciumku? Siapa dia? Kenapa dia menciumku? Apa dia tertarik padaku? Tapi dia berkata tak pernah jatuh cinta pada wanita. Apa maunya?' ujar Andrea dalam hati.

Ia tak mengerti mengapa sikap Evans seperti ini padanya. Pria ini benar benar membuat Andrea bingung.

Evans lantas turun dari ranjang Andrea. Ia bersiap siap untuk keluar. Di saat itulah, Andrea pura pura terbangun.

"Euuummh," erang Andrea.

Evans menoleh ke arah Andrea yang matanya sudah terbuka. Ia tersenyum menatap gadis itu yang masih terlihat kusam.

"Katakan pada Alex, kau menyesal. Aku akan memberinya ijin agar kau bisa keluar," ujar Evans sembari merapikan bajunya.

"Aku tak mau," ujar Andrea tanpa bangkit sedikitpun dari ranjang.

"Andrea! Kau suka di sini? Kau harus keluar dan belajar!" ujar Evans.

"Untuk apa? Toh, aku tetaplah gadis yang dijual kekasihnya untuk mendapatkan jabatan," ujar Andrea.

Evans mengehela napas kesal. Ia tak suka dengan orang yang meratapi nasibnya.

"Apa ada gunanya menyalahkan dirimu sendiri?" ujar Evans.

"Hooh?" Andrea tak mengerti maksud ucapan Evans.

"Kalau kau ingin membalas si brengsek itu. Kau harus jadi orang yang lebih dari dia. Kau harus bisa melampaui dia. Lalu kau bisa membalas dendam," ujar Evans.

"Apa balas dendam akan mengobati lukaku? Apa balas dendam akan mengubah keadaan? Fakta bahwa aku diperkosa, dilecehkan oleh teman dari kekasihku. Aku dijual oleh kekasihku. Apa itu bisa berubah jika aku balas dendam? Tak ada yang berubah. Seumur hidup, aku akan dihantui perasaan jijik pada diriku sendiri karena diperlakukan seperti itu!" ujar Andrea kesal.

Evans tak bisa berkata apa apa. Ia kesal mendengar perkataan Andrea yang seolah olah meratapi hal yang sudah terjadi. Tetapi ia juga tak bisa menjawabnya karena apa yang Andrea ucapankan itu benar adanya.

"Kau akan keluar nanti malam. Dan setelah keluar dari sini. Akan kuatur agar kau bisa tinggal di asrama DC. Kuharap kau belajar banyak di sana," tukas Evans seraya membuka pintu dan keluar dari ruangan itu.

Andrea kesal lalu melempar selimut yang menutupi tubuhnya. Dan ia baru sadar. Semalam ia tak memakai selimut. Kenapa bisa ia berselimut sekarang? Evans yang melakukannya?

***

Evans keluar dengan kesal. Karena sudah pagi ia memutuskan tak pulang dan langsung ke kantor DC.

Ia menelepon Kenand untuk tak menjemputnya di rumah karena ia tak pulang.

"Kau dimana? Aku tak pulang semalam. Langsung ke DC. Bawakan pakaianku. Dan juga ... emmh, tidak tidak usah. Bawakan pakaianku saja," ujar Evans.

Ia lantas menutup teleponnya dan masuk ke dalam kantornya. Alex melihat Evans yang masuk ke kantor pada jam enam pagi tanpa memakai pakaian resmi.

Ia lantas menghampiri Evans di ruangannya.

TOK! TOK! TOK!

"Masuk!" ujar Evans dari dalam.

Alex masuk dan mendapati Evans sedang rebahan di atas sofa.

"Ada apa,Tuan?" tanya Alex.

"Ada apa? Memangnya ada apa?" tanya Evans bingung.

"Kenapa Tuan pagi pagi begini ke kantor. Apa ada masalah?" tanya Alex.

"Ahhh, tidak, tidak ada apa apa. Semalam aku berkeliling gedung DC. Dan aku tak sadar sudah terlalu lama sampai akhirnya pagi. Aku mau tidur sejenak sebelum jam kantor," ujar Evans.

"Apa Tuan ingin saya sediakan tempat tidur di dalam?" tanya Alex.

"Dimana? Di asrama? Tidak Alex, aku tak bisa tidur jika ada banyak orang. Kau tahu itu," ujar Evans.

"Maafkan saya, Tuan. Kalau begitu saya permisi. Silahkan Anda lanjutkan istirahatnya," ujar Alex.

"Okey, thank you. Jika Kenand datang katakan padanya aku di ruanganku. Dan jangan ada yang masuk kecuali Kenand. Aku tak suka ada orang lain saat aku tidur," ujar Evans.

"Baik Tuan," jawab Alex.

Next ...