Chereads / Back To The Marriage / Chapter 20 - Untuk Kita

Chapter 20 - Untuk Kita

Bara yang terburu-buru membawa Sandra ke unit, malah berpapasan dengan Sky di depan pintu. Laki-laki kecilnya itu memakai kaos dan celana olahraga. Kaki mungilnya dibalut sepatu futsal yang baru kemarin Sandra belikan.

"Boy," sapa Bara canggung. Dia mendadak kaku berhadapan dengan anak kecilnya.

"Ma, di bawah ada Erlangga yang menjemput. Kami akan menonton futsal dan mungkin aku akan bermain juga," ucap Sky tanpa perlu ditanya lebih dulu.

Sandra hanya mengangguk. Membiarkan Sky pergi. Biar bagaimanapun anaknya butuh bersosialisasi dengan teman sebaya. Tidak terkungkung dengan dunia digital selalu.

Tanpa perlu repot berpamitan dengan Bara, Sky berlalu bergitu saja. Menekan tombol lift yang secara kebetulan langsung terbuka.

Setelahnya sudah bisa dipastikan Bara mendominasi Sandra. Kepergian Sky ada untungnya juga bagi dirinya. Sisa hari ini bisa ia pakai untuk berduaan.

"San ayolah kita pindah ke apartemen atau mansion kita yang lama. Kau lihat anak kita, dia begitu kecil butuh ruangan yang luas untuk mengeksplor dirinya."

Sandra berdecak demi melihat ekspresi Bara yang mengatakan hal barusan. Memangnya dia pikir Sky masih bayi yang baru belajar jalan. Dulu di Kanada sana, bahkan apartemen mereka lebih kecil dibanding yang sekarang. Semua baik-baik saja. Sky tumbuh normal dan cerdas.

"Untuk Sky atau untukmu?" sahut Sandra jengah. Dia memutar bola matanya malas. Pasti setelah ini Bara akan mengatakan hal klise, untuk kita.

"Untuk kita."

Benar 'kan. Sudah bisa ditebak. Laki-laki itu selalu sedikit kosakata jika harus berdebat dengan Sandra. Lama mengenal dan menjadi teman tidur Bara, membuatnya hafal kebiasaan dan kegelisahan pria itu.

"Alasan saja. Sky baik-baik saja Bara. Yang tidak baik-baik saja itu anda. Jika tak mau tinggal di sini, sebaiknya pergi saja. Toh kami juga tak mengundang Anda ke sini bukan?"

Sindirian Sandra begitu menohok Bara. Dia memang tak nyaman di apartemen yang disewa istrinya saat ini. Tapi harga dirinya jauh lebih tersentil. Bagaimana bisa kekayaannya tidak bisa mengantarkan istri dan anaknya untuk sebuah kenyamanan.

"San, aku tidak ingin berdebat denganmu. Mengapa kita jadi jauh berbelok seperti ini? Rumah tangga seharusnya bersama."

Ada hal yang seperti mengaduk-aduk perut Sandra. Bagaimana bisa Bara seenteng ini mengatakan hal tersebut. Apa dia lupa, siapa yang memulai hal ini terjadi.

"Sudah deh Tuan Bara Hernandez. Anda pulang sajalah. Saya capai meladeni dirimu."

Sandra membawa tangan Bara menjauh dari sofa ruang tengah. Menuntunnya ke pintu keluar apartemen. Otaknya panas selalu saja berdebat dengan lekaki egois macam Bara.

"Tidak San! Aku akan tetap membawamu dan anak kita kembali. Ayo bereskan barang-barangmu dan Sky."

Bara melangsak melewati Sandra begitu saja. Sikapnya yang otoriter tidak ingin dipatahkan oleh istrinya sekalipun. Biarlah dia akan dipukul Sandra kali ini. Yang terpenting keluarganya bisa berkumpul kembali bersama.

"Bara kau jangan melewati batas. Sky tidak akan menyukai hal ini."

Dipeluknya Bara dari belakang. Mencegah lelaki itu mengobrak-abrik lemari pakaian Sandra, mengeluarkan isinya. Dia tidak mau pergi dari unit yang susah payah dia sewa. Apa lagi untuk kembali dengan Bara. Tidak mudah baginya menghapuskan perlakuan Bara di masa lalu.

"Jangan keras kepala San. Kita akan bersama kembali. Keluarga kita utuh lagi. Percaya padaku, hidup Sky akan jauh lebih bahagia. Apa kau tak mau melihat anakmu mendapat kasih sayang utuh dari orang tuanya."

Bara memutar tubuhnya. Sepasang manik mata yang selalu membuat terpesona lagi-lagi memacu debaran jantungnya. Dia tidak perlu berpikir ribuan kali untuk membawa Sandra menjadi ratunya kembali.

"Aku minta maaf atas luka yang kutorehkan di masa lalu. Kembali menikah denganku San. Kita bangun kembali cinta yang dulu tumbuh di hati kita. Jangan biarkan mereka menunggu lama untuk kita sirami."

***

Sementara itu di depan halaman rumah keluarga Mada. Arsoni turun dengan wajah yang berseri-seri. Dirinya bahkan tak ragu mengeluarkan siul. Setelah memberikan kunci ke petugas keamanan, dia bergegas masuk ke dalam rumah mewah tersebut.

Di teras telah berdiri Brisia dengan tampilan menawan seperti biasanya. Perempuan yang masih cantik di setengah abad itu sengaja berdiri di depan untuk menyambut sang anak.

"Kau tampak happy," tegur Brisia pada Arsoni.

Yang ditegur tidak langsung menjawab. Dia meraih tangan ibunya dan menciumnya lama. Senyum lebar tidak menghilang dari bibirnya.

"Ada apa?" tanya Brisia tak sabar.

Mengenal sejak kecil sifat Arsoni membuatnya bertanya-tanya. Meski bukan sosok yang kaku, tapi puteranya itu jarang sekali tersenyum sendiri bahkan bersiul-soul seperti ini. Pastilah ada hal indah yang baru saja pemuda itu alami.

"Ma, sebaiknya kita masuk. Aku hanya senang saja bertemu Mama kembali," sahut Arsoni berbohong.

Brisia memilih percaya saja dengan apa yang diucapkan anaknya. Bergegas dirinya membawa Arsoni masuk ke dalam. Di sana sudah ada kerabat dari suaminya. Acara ini memang sengaja digelar untuk merayakan ulang tahun Kakek Arsoni yang ke-79 tahun.

Kakek dengan sembilan cucu tersebut memilih merayakan sederhana sekali. Hanya mengundang semua anak, menantu dan cucunya.

Setelah semua berkumpul. Barulah acara tiup lilin dan potong kue dilakukan. Setelahnya dilanjut memberikan kado dan makan bersama.

Acara begitu santai. Mereka memanggang daging, sosis di halaman belakang rumah utama. Melihat semua anggota keluarganya begitu kompak dan akur, terbesit rasa syukur di hati Anggono Mada.

"Arsoni menginap di sini?" tanya Kakek Anggono kepada cucu pertamanya.

"Boleh Kek. Dengan senang hati akan menemani Kakek," sahut Arsoni tulus. Dia tidak membual. Di usia senjanya memang terpikir untuk lebih memperhatikan kondisi kakeknya. Hanya beliau satu-satunya orang tua dari Mama Papanya yang masih hidup.

"Ah kau cucu yang selalu membanggakan," ujar Anggono disertai kekehan kecil.

"Ngomong-ngomong ...." Anggono melanjutkan bicaranya. "Apa kau sudah punya kekasih?" lanjutnya.

Hal itu sontak membuat kedua orang tua Arsoni menoleh. Baik Brisia maupun suaminya sudah tahu tentang nasib percintaan Arsoni yang ditikung Pamannya sendiri. Setelah itu mereka tidak tahu lagi, tambatan hati sang anak.

"Belum Kek," jawab Arsoni jujur.

Kakek Anggono menganguk paham. Tentu tidak mudah menjalin sebuah ikatan selama kesibukan begitu menggilai dirinya.

"Tapi aku punya perempuan yang kusuka," sahut Arsoni selanjutnya.

Kakek begitu antusias. Dia bahkan menelan kembali kata yang akan dia ucapkan. Demi mendengar perkataan cucunya barusan.

"Oh ya. Mengapa belum meresmikan?" tanya Kakeknya.

"Ah aku begitu takut ditolak. Kakek doakan yang terbaik untuk kisah asmaraku ini."

Tawa sumbang terdengar dari bibir Arsoni. Dia tidak sadar mendapat tatapan penuh selidik dari orang tuanya. Terutama Brisia.

"Kau kenalkan dulu kepada Kakek. Kakek bisa menilai apa dia suka padamu atau tidak."

Arsoni antusias mendengarnya. Tubuhnya bahkan sampai condong ke arah Anggono.

"Benakah?"

Anggono hanya mengangguk pelan. Rencananya dia memang akan mengenalkan dengan cucu salah satu sahabatnya. Tapi tak ada masalah jika Arsoni telah memiliki tambatan hati. Paling tidak belum tentu juga perempuan itu akan menerima cinta cucunya.

"Arsoni siapa dia? Kau tidak pernah bercerita pada Mama?" Brisia juga ikut penasaran.

"Mama kenal kok."

Jawaban Arsoni membuat jantung Brisia begitu cepat berdetak. Jangan bilang perempuan itu ... Sandra.

***