Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 8 - Mawar

Chapter 8 - Mawar

Mawar itu begitu indah dan merekah, namun memiliki duri begitu tajam. Seperti halnya cinta itu begitu indah. Namun, jika tidak berhati-hati, maka akan melukai sang pemiliknya."

****

Hai apa kabarmu, seakan sebuah tanya itu menghampiri anganku, kebodohan yang ku alami telah memberikan penolakan untukmu.

Umi, maafkan aku, karena aku lah kau hembuskan napas terakhir. Hingga semua kehidupanku jungkir balik.

"Mama Ma ma."

"Nak, maafkan mama dan papa mu. Karena kami lah, kamu lahir dalam kehidupan ketidak adilan dunia."

Dia adalah Farhan, anakku yang usianya menginjak dua tahun. Putra ku memang semangat dan kekuatanku.

Farhan, memang putraku yang sangat lucu dan pengertian. Dia nggak pernah rewel sekalipun ikut aku dalam bekerja.

Aku tinggal bersama Bella di Jakarta, sebuah tawaran kerja majalah dewasa ku terima mau bagaimana lagi bertahan hidup bersama bayiku yang membutuhkan banyak kebutuhan.

"War, gimana kamu terima tawaran jadi model brand baju di Seoul, korea selatan?"

Ya, pekerjaan jadi model mengharuskan aku melepas hijabku, kini aku harus merelakan tubuhku menjadi bahan imajinasi liar para lelaki.

Aku selalu mendapatkan job model baju bikini atau baju-baju yang terbilang vulgar, tapi aku sudah tidak peduli semua ini hanya untuk putraku Farhan yang lahir karena kebodohanku atas dasar mas Adrian yang hilang entah kemana.

Mas Firman yang begitu sayang kepadaku, kini tak pernah peduli, dan menganggapku seperti debu keluarga.

"Baiklah, Bel. Aku ambil, tapi Farhan harus ikut juga."

"Ya, aku sudah tahu, kalau kamu dan putramu tak bisa dipisahkan."

Aku pun tersenyum, karena Farhan adalah sumber kekuatanku.

"War, kamu sudah dapat info dimana mas Adrian?"

Aku pun mengeleng kepala, karena sampai sekarang mas Adrian ayah biologis Farhan seperti hilang ditelan bumi.

"Tapi, Rendra menemukan cowok mirip mas Adrian sedang bersama perempuan lain."

"Apa kamu yakin?"

Bella hanya tersenyum, karena masih ragu.

Aku mulai menyalakan tv di ruang tamu tiba-tiba terdengar kabar dari sebuah infotaiment kelas atas.

"Selamat sore pemirsa, Adrian Maulana seorang anak pengusaha kolongmerat akan segera menikah dengan seorang putri bupati Solo bernama Sekar Kinanti tanggal 02-02-2020."

Sebuah wajah yang ku cari kini muncul di sebuah layar, hatiku rasanya mak jleb. Bahkan, teriris-iris atas janji palsunya, ku tatap putraku yang sedang bermain di atas ranjang.

Ku ingin rasanya meneteskan air mata atas kebodohanku. Sungguh, ini hal paling bodoh ku alami. Sehina itu diriku.

"Loh, bukannya itu Adrian yang kamu cari?"

Aku hanya diam kala itu, meskipun Bella mencoba bertanya.

"Aduh, pengen rasanya aku cekik tuch cowok nggak tahu diri, War. Padahal lihat lah calonnya udah jelek kayak gentong gitu, dan cantikan juga kamu, ya cuman kamu bukan anak bupati."

Bella terlihat antusias mengomentari Adrian dan pasangannya. Kini cintaku telah menghancurkan sebagian kehidupan. Kata seandainya itu kembali muncul. Ya, seandainya aku nggak bodoh, lalu menerima pinangan dari mas Rumi, mungkin umi masih hidup dan aku tidak hidup begini.

Lamunan dan kenangan tentang keluargaku. Aku rindu mereka, tapi apa aku masih pantas kembali. Aku memang sangatlah bodoh, demi cinta ku serahkan tubuhku.

Dan, aku hanyalah menjadi wanita yang habis pakai dibuang gitu saja, sialnya aku terusir dari keluargaku juga. Untung saja aku punya teman seperti Bella di kota Jakarta.

Bella yang telah membuatku bangkit. Dia juga yang menawariku sebagai model majalah dewasa. Aku menerima demi putraku sekali lagi.

Apalagi dengan mas Rendra sudah baik kepadaku, tapi aku tak ingin menyakiti Bella. Dia pernah mengajakku menikah, tapi aku menolak atas dasar persahabatan.

Mas Rendra seorang pemilik Agent model. Dia memang dekat terhadapku, kadang memberiku banyak bonus dengan alasan untuk Farhan.

Pernah sesekali aku diam-diam diajak main ke rumah kediaman keluarganya yang senang dengan kehadiran Farhan. Bahkan, mereka lebih setuju kalau aku yang bersanding dengan mas Rendra dibandingkan dengan Bella.

Farhan kadang suka sekali digendong oleh om Roy yang merupakan ayah dari mas Rendra. Kadang om Roy pun meminta Farhan sehari di rumahnya.

Farhan selalu aku ajak tiap kali bekerja, dan dia sudah biasa, ketika aku pemotretan. Mas Rendra menjaganya, kadang meminta izin membawa putraku ke rumahnya.

Mbak Novi dan Mas Fajar kakaknya Mas Rendra yang sudah lama menikah, tapi belum mempunyai keturunan. Jadi mereka menyayangi Farhan seperti anak mereka. Tapi, aku sadar, kalau aku tak ingin menjadi teman yang egois.

"War?!"

Aku tersadar dengan panggilan dari Bella.

"Apa Bel?"

"War, kayaknya aku udah bosen sama Mas Rendra."

"Bosan?"

"Iya, bosan aja."

"Kenapa?"

"Dia itu nggak asyik dan kolot jadi manusia. Terus ya nggak kayak Sam yang aktif banget, kayaknya aku udahin dech sama dia. Dia itu lebih cocok sama kamu, karena ya sama-sama kolot."

"Bel, jangan gitu. Kasihan mas Rendra."

"Udah kamu gantiin posisiku, lagian tante Ratri aja nggak suka sama aku."

"Ya, mungkin karena kamu..."

"Iya, karena aku suka dengan kebebasan, terus aku suka shopping, yaelah cuman minta uang jatah bulanan dari mas Rendra sebulan seratus juta."

"Bel, Seratus juta?"

Aku berusaha mengulangnya, bagaimana belum menikah dia sudah minta jatah segitu. Aku tau Bella hobi doyan shopping dan clubbing. Sedangkan, aku menghargai uang untuk putraku terutama.

Aku tidak peduli, meskipun dunia menolak, aku sayang sama putraku. Aku juga akan mengenalkan siapa ayahnya. Karena dia berhak tau. Aku tidak peduli sekalipun mas Adrian menolaknya aku akan tetap mencintai putraku.

Bella tersenyum, "Aku minta seratus juta aja pelit banget dia, padahal kalau sama mantan-mantanku yang tajir melintir paling dikit aku dapat jatah bulanan dua ratus lima puluh juta."

"Bel?"

"Hhahhaha, disamping itu dia tak pernah cukup waktu buat nemenin aku, masa punya pacar, tapi kelihatan jomblo nyata?"

Aku hanya tersenyum sambil mengelus dadaku. Bagaimana tidak, aku untuk mendapatkan uang seratus juta harus kerja sampai pulang malam, bahkan kadang sampai lupa waktu bersama putraku.

Bella pun mulai pergi ke kamarnya, sedangkan aku harus menina bobokan putraku. Aku selalu membiasakan menidurkan dia jam delapan malam, sambil menyanyikan sholawatan, agar anakku tidak sepertiku.

Farhan mulai tertidur pulas dalam pelukanku, aku menciumi wajah tampannya. Dia memang begitu tampan seperti ayahnya. Meskipun ayahnya menelantarkannya.

Bahagiaku adalah putraku, hidupku hanya untuk putraku, dan aku belum berniat untuk menikah. Karena aku masih belum bisa melakukannya. Mungkin aku akan menjadi orang tua tunggal saja selamanya. Cukup aku menjadi orangtua putraku saja.

Ku tarik napasku dalam-dalam hingga aku menepiskan semua yang ingin aku miliki. Cuman malaikat kecilku yang bisa membuatku bertahan hingga sekarang.

***