Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 7 - Titik Koma

Chapter 7 - Titik Koma

Kehidupan memang terbilang sangat aneh. Bahkan, terasa sangat asing bagi pria paruh baya. Sebagian besar hidup dalam kemalangan.

Sebuah rindu akan hal terindah, tentang mereka, bagaimana caranya menemui mereka dalam kondisi yang sangat buruk sekali.

Franda dokter yang menangani pria setengah paruh bayah itu. Mencoba mencari tahu dimana keberadaan keluarganya. Pria tanpa identitas diri.

"Tuan, apa kau mengingat keluargamu?"

Pria itu hanya diam dalam lembutnya angin malam. Seolah, berusaha mengingat, tapi hanya satu nama yang dia ingat 'Rania Medina' Ya sebuah nama dalam ingatannya saat ini.

"Dok, saya ingat Rania Medina."

"Siapa dia?"

Pria itu, berusaha mengingat pemilik nama itu, tapi seakan hanya sebuah ingatan kelabu.

"Tuan, apa sudah ingat nama tuan sebenarnya?"

Pria itu, diberi nama Roman, karena belum bisa mengingat jati dirinya sebenarnya. Sebagian wajahnya cacat, akibat kecelakaan itu. Dokter Franda pun mengubah wajah pria itu dengan wajah barunya, serta sebuah identitas barunya.

Beberapa terapi untuk penyembuhan amnesia telah dilakukan dokter Franda bersama Bagas kekasihnya yang juga seorang dokter ahli syaraf professional di RS. Elisabeth.

***

Di ruang dokter Franda, seorang pria tampan menghampirinya, siapa lagi kalau bukan Bagaskara kekasihnya, yang biasa ia panggil dengan sebutan mas Bagas.

Bagas menemukan informasi tentang Roman pria seangkatan mereka usianya. Meskipun Franda dan Bagaskara sepasang kekasih hidup bersama tanpa ikatan menikah.

"Fran, ada kabar baik buat pasien Roman."

"Apa?"

"Keluarga dia sebagian tinggal di Istanbul, Turki dan sebagian di Seoul, Korea Selatan."

"Kamu kok tau, sayang?"

"Ternyata dia adalah dokter Ayass yang sering kita dengar, tapi sayangnya kini dia tidak menginggat siapa dia."

"Oh, dokter Ayass spesialis bedah jantung?"

"Ya, benar sekali. Aku juga mendapat kontak anaknya bernama Khadijah, dia tinggal di Seoul, Korea selatan bersama kembarannya bernama Hasan."

"Jadi, dokter Ayass itu punya anak kembar? terus siapa Rania Medina?"

"Dia istri dokter Ayass, yang kabarnya sudah menikah kembali dengan dokter Haqi spesialis bedah juga."

"Sayang, jangan sampai kabar ini bocor ke Roman alias dokter Ayass. Bisa-bisa kondisinya menjadi drop, apalagi ia mengalami amnesia."

"Bagaimana kalau kita hubungin putrinya?"

"Ya, sayang aku pasti akan mengabari putrinya."

***

Pov Ayass/Roman

Aku tidak tau kenapa ingatanku tentang perempuan itu melekat dalam ingatanku. Oh, Rania Medina, siapa kamu sebenarnya?

Perempuan berparas cantik, bak bidadari, aku mengingat tentang senyumannya, tapi siapakah kamu yang bermain dalam anganku serta menempati hatiku.

Apa kau adalah seseorang yang spesial di hidupku. Mungkinkah, kita akan bertemu kembali.

Aku juga mengingat dua orang bocah kecil dalam jejak samar-samar. Saling melempar sebuah tawa yang hangat, tapi sayangnya sketsa bayangnya tidak jelas.

"Daddy..."

Panggilan daddy? apa aku seorang ayah? atau hanya halusinasiku.

"Mas, jangan pergi...."

Ingatan dan pelukan sketsa wajah perempuan itu. Mungkinkah, dia istriku dan dua bocah itu anakku.

Sial, dalam hidupku, sungguh ingatanku tak mampu menjangkau tentang mereka. Bagaimana kalau dengan kondisiku seperti ini aku menelantarka keluargaku.

Semoga, saja keluargaku tetap baik-baik saja.

***

Sebuah pintu kamar Roman terbuka, ia melihat dokter Bagas.

"Selamat, pagi tuan Roman."

"Iya, dok."

"Tuan ada kabar baik mengenai anda dan keluarga anda."

"Apa?"

"Kami sudah menemukan kontak putri anda bernama Khadijah."

Senyum bahagia mewarnai wajah Roman alias Ayass.

"Terus perempuan bernama Rania Medina adalah istri anda."

Bagaskara sedikit menekankan kata istri anda, meskipun sebenarnya sudah tidak lagi. Karena pengadilan telah mengubah status menjadi cerai mati. Karena kesalahan team forensik di RS Indonesia.

"Dok, terima kasih banyak."

Teriakan kemenangan Roman yang begitu exited, ia pun tidak sabar bisa berkumpul kembali dengan keluarganya, kembali dalam satu pelukkan, dan satu kehangatan. Rumah terindah adalah keluarga.

Bagaskara pun juga menjelaskan tentang siapa dia sebenarnya. Dia adalah Ayass bukan Roman. Dan, mulai sekarang ia kembali dalam satu nama Ayass.

***

Pov Khadijah

Ponselku berdering di Pagi hari, ku raih dan ku geser ke papan penjawab. Sebuah nomer asing yang ku lihat.

Ku berusaha bangkit, meskipun sedikit berat, karena tidak biasa bangun di jam enam, karena setelah subuh, aku pasti melanjutkan menarik selimut hingga menutup ke bagian leher, sambil memeluk guling.

"Apa?!"

Aku sungguh terkejut, kabar heboh dari sebuah RS di Singapura.

"Jadi, daddy ada di RS Elisabeth?!"

Aku menekan setiap kata, air mataku mulai mengalir bahagia.

"HASAN! "

Ku berteriak lantang, berlari mengetuk-ketuk pintu kamar Hasan, setelah mengakhiri panggilan di telepon semenit lalu.

Hasan akhirnya membuka pintu kamarnya untukku. Ku peluk dia dengan erat, seakan aku seperti Allah memberikan hadiah terbesar dalam hitungan detik.

"Ya Allah, Dijah. Bisa nggak sich nggak usah teriak manggilnya."

"Aku nggak tau, San harus berkata apa lagi."

"Ya, katakan donk, jangan bikin aku penasaran."

"Daddy."

"Maksud kamu uncle Haqi mau datang?"

"Bukan daddy tiri kita, tapi daddy kandung kita."

"Kamu nggak ngaco kan?"

"Enggak, San. Ini buktinya aku dapat telepon dari RS Elisabeth."

Hasan pun langsung sujud syukur, karena akhirnya Allah mendengar doanya, lalu bangkit dan memelukku.

***

Pov Hasan

Aku sangat kaget mendengar teriakan kembaranku bak kaleng rombeng. Dia tiba-tiba memelukku.

Aku masih dalam alam bawah sadar terkejut, saat kembaranku mengatakan kalau daddy kandung kami masih hidup.

Tiba-tiba aku kepikiran nasib uncle dan bunda. Bagaimana dengan mereka, dan bagaimana dengan reaksi daddy saat tahu bunda sudah bersama uncle dalam waktu beberapa tahun.

Kabar gembira, sekaligus akan menjadi prahara dalam keluarga. Mungkinkah kami kembali utuh, atau memang Allah menakdirkan seperti ini.

Aku sadar kalau bunda memang lebih mencintai uncle Haqi dibanding dengan daddy. Sudah terbaca dalam sorot mata bunda.

Aku pun sepakat agar Khadijah merahasiakan semua ini dari siapapun termasuk Ridwan si mulut lamis.

Kami berdua juga akan sepakat menemui daddy minggu depan dengan alasan apapun menghindari kekepoan Ridwan.

Kami pun memesan tiket ke Jakarta, lalu ke Singapura sengaja, agar Ridwan percaya. Kami juga sepakat untuk merahasiakannya dari uncle dan bunda, karena mereka juga sibuk dalam program hamil.

Ya, semenjak itu, bunda ternyata masih bisa mempunyai anak lagi, meskipun perlu terapi panjang untuk pemulihan, karena rahim bunda masih ada satu, meskipun sedikit bermasalah.

Kabar baik, itu ternyata setelah kenyataan daddy masih hidup, bunda dan uncle mengabari kalau kami akan mempunyai adek lagi.

Kabar baik itu akan kami jaga rapat-rapat dari daddy saat bertemu kembali. Bagaimana mungkin bisa aku katakan.

Kebaikan Allah sungguh di luar nalar manusia, tapi semuanya akan menjadi rumit setelah ini. Aku takut kondisi daddy buruk saat tahu kabar semua ini.

***

Khadijah sudah membooking tiket pesawat menuju Jakarta, lalu ke Singapura. Sedangkan, Hasan menyiapkan beberapa perlengkapannya.

"Kalian mau kemana?"

"Kita mau ke Jakarta, biasa lah buat lihat oma."

"Baiklah, kalau ke Jakarta, aku sich malas ikut."

"Ya, malas untuk bertemu Kayla?"

"Kok, Kayla lagi sich, Dijah?"

"Kamu pikir aja sendiri."

"Ya sudah dech, aku pergi dulu ada acara bareng agency ku dan pesta bersama BTS."

"Ya, sono pergi!" usir Khadijah.

"Sadis banget kamu" bibir Ridwan mengerucut.

"Bodo!" umpat Khadijah.

***