Aziza menuju meja yang dimana Siska menunggunya. dengan sedikit tertatih Aziza duduk di hadapan Siska.
"Aziza apa yang terjadi denganmu? apa kami terluka? apa kamu terjatuh atau..," Siska menghentikan ucapannya saat melihat Aziza menutup telinganya.
"Bisakah kamu bertanya satu-satu?" Kata Aziza.
"Oke! katakan sekarang, apa yang terjadi denganmu?" Aziza menghela nafasnya, lalu menceritakan semuanya pada Siska. bukan rasa kasian atau iba yang di terian oleh Aziza, tapi sebaliknya Siska yang penasaran dengan sosok pria yang menabrak Aziza.
"Apakah kamu ingat wajahnya?" Siska dengan antusias bertanya pada Aziza.
"Aku tidak memperhatikannya wajahnya, tapi sorot matanya sangat tajam." Sahut Aziza, tidak terlalu jelas melihat pria yang menabraknya namun dirinya ingat dengan jelas sorot mata tajam pria itu.
"Wah!! aku yakin dia akan menjadi jodohmu Aziza?!" Seru Siska, membuat Aziza kembali menutup telinganya.
"Siska, sudahlah. selesaikan makanan mu, setelah ini aku ingin tidur, pinggul dan pergelangan kakiku terasa linu.
Siska tidak lagi bertanya pada Aziza, dirinya paham jika Aziza tengah menahan sakit. mereka menghabiskan makan siang dan meninggalkan restoran.
Tanpa mereka sadari, dari awal Aziza datang dari toilet seseorang menatapnya tanpa mengalihkan perhatian dari sosok Aziza. pemilik mata hitam yang tajam tengah mencuri dengar.
'Aziza nama yang indah.' Kata seseorang yang menatapnya dengan tatapan tajam.
Tidak berapa lama pemilik mata tajam itu pergi dari Restoran. kaca mata hitam yang bertengkar di hidung mancungnya. dan tubuhnya yang atletis dengan dua bodyguard di belakangnya.
Seorang asisten pribadinya membukakan pintu mobil untuknya, dengan sikap dinginnya pria yang tidak lain adalah Alvian masuk kedalam mobil mewah miliknya.
Empat puluh menit mobil miliknya telah sampai di depan rumah mewah. tanpa membunyikan klakson seorang penjaga membukakan pintu gerbang untuknya. setelah memarkirkan mobilnya sang asisten membukakan pintu untuknya.
"Selamat sore Tuan muda." Sapa salah satu maid di kediamannya.
"Sore, dimana Nyonya?" Alvian yang tengah menaiki tangga berhenti seketika saat seorang maid menyapanya. tanpa mengalihkan perhatian Alvian bertanya pada maid, keberadaan sang istri
"Nyonya, ada di dalam kamar tuan muda. sejak pagi nyonya tidak keluar dari kamar Tuan." Dengan suara hati-hati maid menjelaskan pada Alvian jika Nyonya besar menemui Nyonya Elvira.
Alvian mempercepat langkahnya menuju kamar utama, dirinya mengerti jika ibunya datang sudah pasti menanyakan kapan mereka memberikan cucu padanya, dan berujung dengan pertengkaran mereka.
Sampai di depan kamar, tanpa mengetuk pintu. Alvian menerobos masuk.
"Sayang, apa yang di katakan Mama padamu? tolong jangan dengarkan. yang perlu kamu ingat aku mencintaimu sampai akhir nafas ini meninggalkan raganya." Alvian memeluk tubuh kecil istrinya.
"Alvian, apa yang di katakan Mama benar. Vian aku memang istri yang tidak sempurna hiks ... hiks ..," Alvian membawa tubuh rapuh Elvira kedalam pelukannya. mencium puncak kepala Elvira berulang kali. dirinya benar-benar merasakan sesak di dalam dadanya. saat melihat wanita yang sangat di cintainya menangis.
"Sudahlah, sekarang cepatlah mandi setelah itu ikutlah denganku." Kata Alvian, dengan lembut.
Elvira melepas pelukannya, kini manik hitam itu tidak lagi terlihat tajam, namun terlihat lembut bahkan senyum itu tidak pernah pudar dari wajahnya yang tampan. membuat Elvira semakin jatuh cinta pada laki-laki yang kini menjadi suaminya. bahkan dirinya tidak akan melepaskan Alvian, apapun yang terjadi kedepannya, Alvian adalah miliknya.
"Kemana kamu akan membawaku sayang?" Alvian mengecup bibir Elvira sesaat. sebelum menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Elvira.
"Jika aku katakan bukan Surprise dong, sayang." Kata Alvian, berbisik di telinga Elvira. dirinya berharap jika Alvian akan mengatakan padanya. kemana mereka akan pergi.
"Baiklah, aku akan membersihkan tubuhku yang lengket, kamu tunggu disini." Kata Elvira, meninggalkan Alvian yang duduk di sofa yang berada di dalam kamarnya.
"Apa kamu tidak membutuhkan suamimu untuk membantumu sayang?" Kata Alvian menggoda Elvira.
"Tidak!! tetaplah disini." Sahut Elvira, menutup pintu kamar mandi.
Alvian melangkah ke arah balkon kamarnya. Kembali teringat dengan perkataan sang Mama berapa hati yang lalu.
"Mama, tidak peduli Alvian. sebesar apapun cintamu pada Elvira, tapi dia tidak bisa memberikan penerus untuk keluarga kita. apakah itu yang di namakan sempurna dalam berumah tangga hah?" Kata Amalia.
"Tapi Ma, Vian tidak ingin menceraikan Elvira. jika benar dia tidak bisa memberikan keturunan pada Vian. Vian akan terus mencintainya, ada tidaknya seorang anak dalam rumah tangga Vian nantinya." Kata Vian, merendahkan suaranya dia tidak ingin membuat sang Mama kembali terluka dengan perkataannya.
"Tidak Vian. kamu harus tau begitu berharganya seorang anak dalam rumah tangga. dan Mama tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun darimu." Kata Amalia dengan emosi yang tertahan.
"Ma, Vian mencintai Elvira. Vian sudah berjanji padanya apapun yang terjadi Vian tidak akan meninggalkannya. dan Vian akan menjaganya sampai kapanpun." Jawab Alvian, membuat Amelia meradang.
"Vian!!" Teriakan Amelia, membuat Vian terdiam tanpa berani mengangkat wajahnya. Vian menyadari kesalahannya, kecintaannya pada Elvira membuatnya buta akan sebuah kebenaran, terlebih kenyataan jika Elvira tidak bisa mengandung.
Sentuhan lembut seseorang mengembalikan kesadarannya.
"Apa yang kamu pikirkan sayang? apa ada masalah di kantor?" Elvira memeluk pinggang Alvian. memberikan usapan pada dada bidang Alvian.
"Sayang..," Elvira kembali memberikan sentuhan menenangkan pada Alvian, yang sejak tadi merasakan sesuatu yang menghantam dadanya.
Alvian menghela nafasnya, saat dirinya kembali merasakan sentuhan lembut sang istri, ada rasa sesak yang tidak bisa dia ungkapkan pada Elvira, dirinya tidak ingin membuat Elvira terbebani.
"Iya sayang, ada sedikit masalah dengan proyek baru."
Alvian menarik pinggang Elvira berlahan wajahnya mendekati wajah Elvira, namun suara ketukan pintu membuat Alvian, mengurungkan niatnya untuk mencium Elvira.
TOK TOK !!
"Tuan Alvian, ada Nyonya besar. ingin bertemu dengan Tuan. beliau menunggu di lantai bawah." Kata maid, sesaat mereka saling pandang dan Alvian bergegas turun ke lantai bawah. tidak mungkin jika sang Mama hanya berkunjung, mengingat jika tadi pagi telah menemui Elvira.
"Mama! kenapa kesini lagi?" Kata Alvian, menatap wajah wanita paruh baya yang duduk dengan elegan di sifa ruang tamu.
"Mama, hanya ingin mengingatkan dirimu untuk memikirkan apa yang Mama, katakan padamu." Kata Amelia.
"Mama, kita pernah membahasnya dan Vian tidak ingin Mama ..," Amelia, berdiri dan berkata dengan lantang.
"Kamu akan menyesal Alvian!!" Kata Amelia, sebelum meninggalkan kediaman Alvian.
"Sayang, dimana Mama?" Elvira menuruni tangga dengan gaun yang di berikan oleh Alvian.
"Sayang, kamu sangat cantik dengan gaun itu." Kata Alvian, mengecup kening Elvira.
"Karena aku istrimu." Jawab Elvira.
"Kamu, tunggu sebentar. ponselku tertinggal di kamar." Kata Alvian.
'Alvian, maafkan aku. kali ini aku akan egois mempertahankan dirimu di sisiku, apapun akan aku lakukan untuk menahan mu sisiku apapun itu." Kata Elvira, dalam hati. kembali kedalam kamar dan memandang Paper bag yang di atas sofa.
Sebuah gaun indah telah di siapkan oleh Alvian untuk dirinya. Amelia ingat jika hari ini adalah hari spesial untuk mereka.
Alvian yang mengendarai mobil mewahnya menuju restoran dimana tempat yang ingin dia tunjukkan pada Elvira istrinya.
"Alvian, apa yang di katakan Mama? apakah Mama masih mendesak mu untuk menceraikan aku?" Kata Elvira tanpa basa-basi.
"Sayang, kamu tidak perlu pikirkan apa yang dikatakan oleh Mama. karena Samapi kapanpun aku tidak akan menceraikan dirimu." Kata Alvian.
"Tapi, sayang. jika Mama terus memaksamu untuk menceraikan aku, bagiamana jika kamu mencari wanita yang bisa mengandung anakmu? tanpa kamu menceraikan aku, bukankah kamu bisa memiliki keturunan seperti yang di inginkan oleh Mama?" Kata Elvira.
"Kamu jangan gila, Elvira. aku tidak akan melakukan itu. aku tidak bisa menghianati cinta kita." Alvian kesal dengan perkataan Elvira. yang tidak memikirkan perasaannya.
"Vian, aku tigak ingin terus disalahkan oh Mama. kamu tigak perlu khawatir, kata yang akan mencari wanita yang bersedia menikah kontrak denganmu. dan setelah dia melahirkan anak untuk kita, kamu bisa menceraikannya." Kata Elvira, membuat Alvian menghentikan mobilnya.
"Vira, apakah kamu tidak mencintaiku? apakah kamu pikir pernikahan ini hanya permainan? kamu pikir aku bisa tidur dengan wanita lain dan kamu menunggu di kamar yang lain? tidak Elvira itu tidak akan aku lakukan." Kata Alvian dingin.
Elvira tersenyum mendengar perkataan Alvian, laki-laki yang menjadi suaminya lima tahun yang lalu benar-benar mencintainya bahkan rela menentang wanita yang telah melahirkan dirinya.
"Vian, pikirkan kata-kata ku. ini demi kebaikan kita semua dan Mama tidak akan mengusik kita lagi." Elvira terus mendesak Alvian yang keras kepala.
"Baiklah, aku akan memikirkannya. tapi aku minta padamu untuk saat ini jangan mengatakan apapun. hari ini aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu, sayang." Kata Alvian, menggenggam tangan Elvira. dirinya benar-benar jengah dengan keadaannya saat ini, desakan sang Mama dan kini sang istri mendesaknya untuk menikah dengan wanita lain agar memiliki penerus untuk keluarganya.
"Ya, sayang. aku janji." Kata Elvira tersenyum puas.