Jam 9.30 malam, Arya baru saja menyelesaikan sholat isya. Agak terlambat, solanya setelah makan malam, ia terlalu lama mengobrol bersama Bagas dan ibu Sumi. Sedangkan Adnan sudah tertidur pulas, di saat mereka sedang asik mengobrol.
Baru beberapa jam Bagas tinggal di rumah Arya, tapi ia sudah merasa begitu akrab dengan Arya dan ibu Sumi. Meskipun Bagas sudah terbiasa tinggal di rumahnya yang mewah, tapi ia juga merasakan nyaman, tinggal di rumah Arya yang sangat sederhana. Selain karena memang ada Arya di situ, Bagas juga bukan termasuk anak yang sombong. Bagas tidak mencari kemewahan, dan tempat yang bagus, untuk ia jadikan sebagai tolak ukur, suatu kenyamanan.
Karena sebenarnya, kenyamanan itu bukan untuk di cari, tapi di ciptakan. Dimanapun, dan bersama siapapun kita tinggal, kalau kita tidak bisa bersikap, tetap saja, rasa nyaman tidak akan kita dapatkan.
Oleh sebab itu, Arya dan ibu Sumi tidak merasa minder, meski ada anak orang kaya yang sedang tinggal di dalam rumahnya. Arya dan ibu Sumi, sangat ramah, dan dengan hangat memperlakukan Bagas.
Masih memakai sarung, dan baju koko, dari ruang sholat, Arya berjalan melewati Bagas yang sedang duduk, sambil nonton TV di ruang tengah.
"Dek Bagas, maaf ni, ibu tinggal tidur duluan solanya ibu sudah ngantuk, sepet mirpate" pamit ibu Sumi, yang memang sejak tadi ikut menonton TV bersama Bagas. Biasa, ibu Sumi tidak mau absen ketinggalan sinetron kesuakaannya.
"Oh.. iya bu, nggak apa-apa" jawab Bagas tanpa menoleh. Ia lebih asik melirik Arya yang Baru saja lewat di depannya. Dari bagian belakang atau Bokong Arya, Bagas tidak melihat ada cetakan celana dalam dari luar sarung. Bagas sangat yakin dengan kesimpulannya, jika Arya sedang tidak memakai celana dalam.
"Huuuft" Bagas menghela napas saat Arya sudah masuk di dalam kamar. Begitu juga dengan ibu Sumi, wanita berusia lanjut itu sudah langsung masuk kamar, setelah berpamitan dengan Bagas.
Bagas mengambil remote di atas meja yang ada di depannya. Kemudian ia mencari saluran televisi yang Bagus, dan fokus menontonnya.
Beberapa saat kemudian, terlihat Arya keluar dari kamar. Ia sudah mengganti baju kokonya dengan kaos tangan pendek, akan tetapi sarung masih ia pakai untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.
Arya berjalan dengan gagah mendekati Bagas, seraya berkata, "kamarnya udah tak rapihin dek, tidur yuk".
"Iya mas," jawab Bagas.
Setelah sudah berada di dekat Bagas, secara perlahan Arya menarik pergelangan tangan Bagas, kemudian mengalungkan di pundaknya. Tangan satunya, Arya gunakan untuk memeluk bagian belakang pinggang Bagas. Dengan sangat hati-hati Arya membantu Bagas untuk berdiri, kemudian membimbingnya berjalan.
"Ati-ati dek".
Bagas meringsi menahan kakinya yang masih sakit saat ia gunakan untuk berjalan.
Jarak ruang tengah menuju kamar Arya tidak terlalu jauh, jadi hanya beberapa langkah saja mereka berdua sudah sampai di dalam kamar.
Kamar Arya memang tidak seluas kamar Bagas, aromanyapun tidak wangi seperti kamar Bagas. Tapi, meskipun begitu, Bagas merasa sangat senang dengan aroma kamar Arya yang sangat menggambarkan jika pemiliknya adalah seorang laki-laki.
"Maaf ya dek, dipannya sempit" ucap Arya, sambil dengan pelan mendudukan Bagas di sisi dipan.
"Aduh... Akh..." Bagas membuang napas legah, setelah dengan susah payah bokongnya sudah berhasil menempel di kasur. "Nggak papa mas," jawab Bagas.
Arya yang masih berdiri memperhatikan Bagas yang sedang mengatur posisinya untuk berbaring. "Kalo nggak biar aku tidur di luar saja dek, jadi kamu bisa lebih leluasa tidurnya".
Usulan Arya sontak membuat Bagas menoleh pada Arya, "hah..! Jangan mas" sergah Bagas. "Kalo mas Arya tidur di luar aku palah nggak enak, aku ini kan sama aja tamu mas, masak yang punya kamar harus ngalah, gimana-gimana aku tetep nggak nyaman nantinya" ujar Bagas.
"Iya, tapi situasinya beda dek, kamunya lagi sakit, nanti kalo kesenggol kamunya, apa palah nggak tambah sakit?" Arya mencoba membuat Bagas, supaya jangan sampai merasa tidak enak hati. "Santai saja dek, anggap saja rumah sendiri, nggak usah sungkan"
"Tapi tetep saja mas, akunya nggak enak, nggak papa mas Arya tidur sini aja, pokonya aku bakal hati-hati biar nggak sampai nyenggol mas Arya" ucap Bagas beralasan.
Arya menarik kedua ujung bibirnya, ia tersenyum nyengir sambil menggelang-gelengkan kepala, "harusnya kan aku dek, yang ngomong gitu"
"Maksudnya mas?" Tanya Bagas.
"Iya mustinya yang ngomong ati-ati itukan aku, biar nggak nyenggol kamu" Arya menjelaskan.
Bagas sedikit tersipu, karena ia merasa mengambil kalimat, yang harusnya di ucapkan oleh Arya. "Oh gitu ya mas..? Hehe" Bagas tertawa nyengir, kemudian ia melanjutkan kata-katanya. "Pokonya mas Arya tidur sini aja, temenin aku, kalo mas Arya tidur di luar, aku ya ikut keluar"
Bagas memberikan pilihan yang sulit bagi Arya. Kemudian karena tidak ingin berdebat, Arya memutar tubuhnya meghadap ke lemari seraya berkata, "ya wes".
Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Bagas hembuskan dengan lembut. Meski jawaban Arya sangat singkat, tapi itu sudah membuat Bagas merasa sangat lega.
Kemudian Bagas mengatur posisinya untuk berbaing, ia mengambil tempat sangat ke pinggir, dan menyisahkan tempat yang luas untuk Arya. Setelah ia sudah nyaman berbaring, manik matanya melirik bagian belakang tubuh Arya, yang sedang membuka lemari.
Dan ternyata benar dugaan Bagas tadi, Arya tidak memakai celana dalam. Karena ia melihat Arya baru saja mengambil celana dalam di dalam lemari. Bagas menelan salivahnya, dan mengkerjap-kerjapkan mata.
Di hadapan Bagas, tanpa ada perasaan canggung, Arya dengan cueknya memaki celana dalam, sambil mengangkat sarung, sampai menutupi bokong. Setelah bagian kemaluannya sudah tertutup celana delam, Arya melepaskan sarungnya.
Jantung Bagas berdetak sangat kencang, saat ia melihat dengan jelas paha Arya yang sangat gempal, dan mempunyai pantat yang seksi. Tidak hanya sampai di situ, Arya memutar tubuhnya menghadap ke Bagas, sambil melipat sarung yang baru saja ia pakai.
Tidak ingin ketahuan jika sedang mencuri pandang, Bagas membuang mukanya menghadap ke langi-langit. Akan tetapi, bola matanya tetap melirik di bagian depan celana dalam Arya. Di lihat dari gundukannya yang begitu besar, bisa dipastikan, isi di dalam celana dalam itu, mempunyai ukuran yang jumbo.
Bagas kembali menelan salivanya, ia juga merasa kesal dan jengkel. Bagai mana tidak, sebenarnya ia juga berusaha dengan keras untuk menyingkrongkan, antara otak dan hatinya supaya bisa bekerja secara beringingan dan sejalan. Tapi rasanya sangat sulit sekali.
Mau bagaimana lagi? Meski otaknya berusaha menolak untuk melihat, akan tetapi hatinya merasa sayang jika tidak dilihat.
Dan hati, selalu jadi pemenangnya. Karena jika hati sudah berkata, maka logika, akan sangat sulit untuk dijalankan.
Sebelum bertemu Arya, Bagas sedikit mampu untuk menghindari, meski hasrta masih tetap bergemuruh. Tapi sekarang, setelah ia bisa mengenal dan bahkan berada di dekat Arya, Bagas seperti pasrah, dan menyerah melawan hatinya.
Setelah menyampirkan sarung di kepala dipan, Arya kembali menghadap ke arah lemari. Ia terlihat begitu sangat cuek, dan tidak ada rasa sungkan jika ia hanya memakai celana dalam di depan Bagas.
Selain karena merasa sudah akrab, bagi Arya, Bagas itu laki-laki. Ya, memang laki-laki, jenis kelaminya pun sama dengan dirinya. Sehingga tidak ada masalah baginya. Arya juga tidak melihat keanehan pada Bagas, dan tidak ada sisi feminim dalam diri Bagas. Oleh sebab itu, Arya terlihat sangat begitu cuek.
Dan Tentu saja Arya tidak bisa merasakan, jika ada hati yang sedang bergejolak, ada napas yang sedang memburu, dan ada libidonya yang sedang naik, saat melihat paha sekal, dan gundukan yang besar di dalam celan dalamnya.
Arya kembali membuka lemari, dan mengambil celana kolor di dalamnya.
Hati dan perasaan Bagas kembali tenang, saat Arya sudah memakai celana kolornya.
Arya manrik kedua ujung bibirnya, tersenyum nyengir, menatap Bagas, "semoga tidurnya nyenyak ya dek"
Bagas hanya tersenyum simpul.
Kemduian Arya membaringkan tubuhnya, tidur terlentang menghadap langit-langit kamar. Ia menggunakan telapak tangan kiri untuk bantalan, meskipun sudah memakai bantal. Sedangkan telapak tangan kanannya ia taruh di atas perut. Beberpa saat kemudian terlihat Arya memejamkan mata.
Sedangkan Bagas memiringkan tubuhnya menghadap Arya, wajahnya teduh memandang wajah Arya. Dan hatinya berdesir.
====
Pagi hari suasana di sekolah SMA X, di kota purworejo sudah agak ramai. Para siswa berbondong-bondong memasuki kelas mereka masing-masing. Jam masuk tinggal beberapa menit lagi.
Seorang siwa bertulang lunak, berjalan bak model memasuki ruangan kelas Bagas. "Kumpul... kumpul... kumpul... kumpuuuuuuul" teriakan Yance mengundang perhatian para murid yang berada di dalam kelas.
Yance berdiri di depan meja, kemudian, ia memukul-mukul meja, dan kembali berteriak. "Kumpuuuuuuuul...!" Brak! Brak! Brak!
"Ada apaan si ce?" Tanya salah seorang siswa.
"Ada sesuatu yang mengejutkan, pokonya buruan kumpul, kalau mau denger" ucap Yance.
Merasa penasaran, kemudian para siswa dan siswi mendekati Yance. Beberapa saat kemudian Yance sudah berada di tengah-tengah sekumpulan para siswa dan siswi yang sedang merasa penasaran.
"Ada apa ce? Cepetan mau masuk!" Ucap siswa yang merasa jengkel karena ulah Yance yang bikin penasaran.
"Pokoknya heboh" Yance mengambil HP di dalam saku seragamnya. Kemudian ibu jarinya dengan gesit menggulir, dan mencari menu rekaman. "Pokonya semua diem ya, dengerin baik-baik, jangan ada yang berisik" Yance menyentuh galeri di HPnya, dan mencari , dan mengeraskan volume HPnya. Setelah itu, ia menaruh HP itu di atas meja.
Anak-anak berseragam putih, abu-abu itu seperti di hipnotis. Mereka nampak begitu tenang, mendengarkan suara rekaman yang keluar dari dalam HP Yance.
"Masih sakit ya dek?"
"Sakit banget mas"
"Coba lagi ya..Pelan-pelan"
"Aduh.. duh duh... aduuh... Nggak bisa mas, aku nggak bisa berdiri"
"terus gimana dek?"
"Nggak tahu mas sakit baget"
"Kalo duduk kira-kira bisa nggak dek?"
"Duduk di mana mas?"
"Itu di situ"
"oh.. iya coba deh mas"
"Aduh mas... pelan-pelan"
"Iyaa.. Gimana? Sakit nggak?"
"Ughh...enggak mas enggak sakit kalo buat duduk"
"Yakin nih? Aku lepasin ya?"
"Iya mas ... nggak sakit"
"Huuuuuft.. Gimana dek? Enak?"
"Hem.. apanya yang enak mas?"
"Itu maksud aku duduknya, nyaman apa enggak?"
"Oh... iya mas enak.. hehe"
"Itu suara siapa ce?" Tanya salah seorang siswi setelah selesai mendengar rekaman tersebut.
"Ya ampun, masak nggak paham sih sama temen sekelas" jawab Yance.
"Suara asli sama sura rekaman itu beda lho ce, emang sedang apa orang yang kamu rekam itu?"
"Ini tuh suara Bagas, sama mas Arya" jawab Yance kembali, kemduian ia menyebarkan pandangannya pada murid-murid yang sedang mengkrumuninya.
"Emang kamu lihat? Bagas sama Mas Arya lagi ngapain?" Tanya salah siswa yang sangat penasaran.
"Aku sih enggak lihat, tapi dari suaranya aku yakin banget mereka itu lagi ngapa-ngapain, kemaren aku tuh penasaran, makanya aku ngikutin mas Arya dan Bagas dari belakang, ternyata aku denger begininan, ya sudah aku rekam"
"Terus tujuan kamu rekam itu buat apa? Mau bikin malu Bagas? Apa kamu iri sama Bagas karena enggak dibopong mas Arya?"
Ledekan seorang siswi membuat para murid bersorak, dan menertawkan Yance.
Huuuuuu....!
"Itumah kamunya aja yang pingin ngintip mas Arya, iyakan?"
Bukan jadi rahasia umum lagi jika Yance menyukai sesama jenis. Bahkan ia sering terang-terangan, menggoda siswa yang menurutnya cakep. Para siswa dan siswi juga sering melihat Yance, tanpa malu menggoda Arya.
"Aku cuma mau kasih bukti aja, kalo cowok homo itu enggak cuma bisa dilihat dari gayanya yang lenggak-lenggok saja"
"Maksdunya kaya kamu ya ce?" Serga salah seorang siswa.
Dan semua kembali mentertawakan Yance.
Yance kesal, dan menarik ujung bibirnya, "jadi cewek-cewek, hati-hati, jangan sembarangan suka sama cowok cakep, tuh dengerkan tadi, Bagas yang kalian puja-puja ternyata juga doyan sama batangan"
"Terserah kamu deh Yance, itumah akal-akalan kamu biar ada temenya, dasar laura, lanang ora, wedok ora".
"Ada apa sih? Kok pada kumpul, penasaran deh" suara seorang remaja putri yang baru masuk ke kelas membuat semua menoleh padanya, termasuk Yance.
Tiba-tiba saja Yance mengembangkan senyumnya, dan tersenyum nakal, "Anggun.. sini deh, aku kasih tahu kelakuan cowok kamu"
Dengan langkah girang Yance berjalan cepat mendekati Anggun, semua pelajar yang melihat tingkah Yance, hanya menggeleng-galengkan kepalanya.
====
Ket
Mirpate = matanya
Lanang ora wedok ora = bukan laki, bukan perempuan