Kehadiran pak Darto ke toko bangunan memang sedikit membuat tensi bu Ratna sedikit naik. Tapi terlepas dari itu semua ia merasa lega. Setidaknya ia bisa sedikit memberi pak Dator pengertian, bahwasanya tidak semua harus di ukur dengan materi. Karena pada dasarnya, roda kehidupan akan terus beputar. Bagi yang mau terus berusaha, berjuang, bersyukur dan berdo'a, maka giliran yang di bawah akan segera naik ke atas.
Mungkin apa yang sudah didapat Arya saat ini adalah hadiah atas kesabarannya dalam menjalani ujian hidup. Sedang ibu Ratna sebagai perantaranya. Mungkin. Karena tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semua sudah digariskan oleh-Nya. Bahkan nyamuk mati karena kita bunuhpun semua sudah ditakdirkan oleh-Nya.
Ibu Ratna kembali menegug air putih, untuk menghilangkan rasa gugup, dan menetralisirkan sisah-sisah kekesalannya pada pak Darto.
Arya hanya memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Wajahnya nampak terlihat datar.
"Ekhem..." ibu Ratna berdehem, karena rasa groginya masih belum hilang. "Gini mas_" kalimatnya menggantung, tatapan mata Arya membuat lidahnya terasa sangat kaku. Ia menggunakan telunjuknya untuk menggaruk keningnya yang tidak gatal.
"Kenapa bu?" Arya mengkerutkan kening.
"Hemh..." ibu Ratna menggit bibir bawahnya. Entahlah. Di hadapan Arya kenapa ia merasa sangat begitu gugup saat ini.
Menarik napas dalam-dalam, kemudian ibu Ratna lepaskan secara perlahan. Meski dengan hati yang berdebar-debar, akhirnya bu Ratna memberanikan diri untuk mengutarakan maksudnya.
"Sebelum aku ngomong lebih jauh mas, aku pingin tanya dulu sama mas Arya," ucap bu Ratna membuka obrolannya. "Tapi aku mau minta maaf dulu kalau pertanyaanku ini bakal menyinggung perasaanmu."
"Memangnya bu Ratna mau tanya soal apa yah?" Arya menatap bu Ratna dengan kening yang berkerut.
"Soal istrimu mas."
"Istriku?" Arya menarik wajahnya. Ia semakin penasaran.
"Apa mas Arya masih mengharapkan istrimu balik lagi?" Suara ibu Ratna terdengar sangat lembut. Ia takut pertanyaannya akan membuat Arya marah padanya. "Ah, jangan salah paham dulu mas, karena jujur, apa yang mau aku omongin ini berkaitan dengan setatus pernikhanmu sama Santi." Timpal ibu Ratna.
Arya terdiam menatap teduh wajah ibu Ratna. Ia ingat persis, kalau Bagas juga pernah memberikan pertanyaan yang sama persis dengan yang ibu Ratna tanyakan. Sepertinya Arya sudah mulai mengerti arah pembicaraan ibu Ratna. Jujur, hatinya menjadi gelisah.
"Sebenarnya aku sudah pasrah bu, jujur, sebagai suami aku merasa tidak dihargai. Istriku tetap memaksa jadi TKI padahal aku udah ngelarang. Sampe sekarang ndak ada kabar, terus perpanjang kontrak juga tanpa mintaijin sama aku." Arya menghela napas lega seiring ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Kepalanya menengada ke atas, menahan air matanya agar tidak keluar. "Aku sudah terbiasa hidup tanpa dia, walaupun jujur aku kadang kangen sama istriku." Imbuhnya dengan tatapan yang masih menatap keatas.
Secara perlahan ibu Ratna mengulur tangannya untuk meraih telapak tangan Arya. "Mas..." ucapnya dengan lumbut. "Aku minta maaf, beneran aku nggak bermaksud bikin mas Arya jadi sedi. Tapi_" ibu Ratna melepaskan genggaman tangannya, kemudian ia merunduk.
Beberapa saat kemudian keduanya terdiam dengan kalimat ibu Ratna yang masih menggantung. Kemudian Arya menurunkan wajahnya, menatap datar ibu Ratna.
"_tapi setauku kalau istri kerja tanpa ijin suami itu hukumnya haram. Kecuali jika istrimu memang sudah ada ikatan kerja sebelum nikah sama mas Arya." Ibu Ratna melanjutkan kalimatnya yang menggantung. "_dan itu artinya... istrimu sudah berbuat Nusyuz." Imbuhnya mengingatkan.
Arya mengkerutkan keningnya, "maksudnya bu?"
"Ya istrimu sudah membangkang, istrimu durhaka sama suami." Jelas ibu Ratna.
Arya terdiam, ia memikirkan kata-kata ibu Ratna.
Sedangkan ibu Ratna kembali mengambil napas lega seblum berbicara ke intinya. "Setelah aku denger jawaban kamu mas, aku jadi berani ngomongin maksudku yang sebenarnya. Mungkin ini lucu mas, tapi ini juga serius. Pertama, umurku jauh diatasmu, kedua aku ini perempuan jadi kayaknya kurang pas. Tapi kita sudah sama-sama dewasa, aku yakin mas Arya bisa mengerti. Mas sudah tahu aku bagaimana, begitupun sebaliknya."
Saat Ibu Ratna berbicara panjang lebar, Arya hanya menyimak, dan mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut ibu Ratna. Sebenarnya jantungnya sudah berdegup sangat kencang, tapi ia mencoba berusaha untuk tenang.
"Aku pingin_" ibu Ratna menggantungkan kalimatnya, karena ia tiba-tiba merasakan gugup kembali. Ibu Ratna merenduk menyembunyikan ketegangan yang tergambar di wajahnya.
"Pingin apa ya bu?"
Pertanyaan Arya membuat ibu Ratna mengangkat kembali kepalanya, ia menatap dalam-dalam wajah Arya.
"Mas Arya..." Ia namapak ragu dan bingung untuk mengungkapkanya. Namun "Menikahlah denganku." Dan akhirnya kalimat itu bisa lancar Ia ucapkan. Meski harus dengan memijit kening karena gugup.
"Hah?" Arya hanya diam seribu bahasa. Mulutnya terbuka membentuk huruf 'O'. Buah jakun di lehernya terlihat naik turun, karena ia beruang kali menelan salivahnya.
Ternyata yang Arya takutkan benar-benar terjadi.
"Aku tahu njenengan pasti bakal terkejut, aku sudah pertimbangkan ini jauh-jauh hari mas. Aku sudah siap mendengar apapun jawaban dari mas Arya."
"A.. aku bingung mau jawab gimana? Apa ibu Ratna benar-benar serius?"
Ibu Ratna tersenyum simpul, ia sudah nampak rileks sekrang. "Apa aku kelihatan lagi main-main, aku seirus mas." Jawab ibu Ratna meyakinkan Arya.
"Apa Bagas tahu? Maksudku... apa bu Ratna sudah bicara soal ini sebelumnya sama Bagas?" Arya memikirkan perasaan Bagas. "Bagas sudah dewasa tak rasa dia berhak dimintai pendapat." Ujar Arya beralasan.
"Aku pasti bakal ngomong sama Bagas, tapi aku pingin ngomong dulu ke mas Arya." Jawab bu Ratna dengan lembut.
Arya merundukan kepala sambil nggosok-gosokan telapak tangannya, ia terdiam beberapa detik, terlihat Arya sedang berpikir. Tiba-tiba saja wajah kusut Bagas yang sedang menangis, saat menyatakan cinta padanya melintas jelas di benaknya.
Sedangkan ibu Ratna menatapnya dengan teduh, ia sabar menunggu keputusan yang akan keluar dari mulut Arya.
Secara perlahan Arya mengakat wajahnya, ia menatap ibu Ratna dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ibu Ratna tersenyum simpul melihatnya.
"Eem... bu," Arya membuka suaranya, tapi sebenarnya ia sangat bingung. Semua kebaikan yang diberikan oleh bu Ratna, adalah sebuah pertimbangan yang membuat Arya merasa sangat berat untuk mengambil sebuah keputusan.
"Kalau boleh jujur, aku kaget bu... apa aku boleh minta waktu buat berpikir? Aku masih punya sodara, mau gimanapun aku perlu rundingan dulu sama mereka, sama ibu. Soalnya menurutku inikan bukan main-main. Sambil aku rembuk sama keluarga, ada baiknya kalau ibu Ratna bicara dulu sama Bagas, aku pingin denger pendapatnya bu..." ujar Arya.
Senyum simpul kembali terbit di bibir ibu Ratna, ia membuang napas lembut sebelum akhirnya ibu Ratna menjawab. "Iya... itu bagus, aku juga musti ngomong dulu sama Bagas."
Beberapa saat kemudian ibu Ratna dan Arya terdiam. Keduanya saling bertatap dan memberikan senyum khasnya masing-masing.
===
#Aku pernah janji keknya di koment bakal ada view nya mas Arya... ini dia, simak yuk. Kilas balik.
Pov Arya.
Selama perjalanan pulang dari toko ke rumah tadi, pikiran sama perasaanku bener-benar kacau. Aku ndak berhenti-hati narik napas panjang supaya perasaanku bisa sedikit lega. Tapi tetep aja nggak bisa.
Radan Ayu dwiratna Herlambang. Aku manggil beliau ibu Ratna. Soalnya pertamakali kenal dia juga nyebutin nama itu. Aku bener-bener kaget pas dia ngomong pingin nikah sama aku. Sebenarnya sih nggak ada yang salah sama ibu Ratna ini. Kalau boleh jujur, yah... walaupun usianya terpaut jauh di atasku, tapi dia masih kelihatan cantik masih seger. Selain itu ibu Ratna itu wanita yang pinter, lembut tapi tegas. Dia juga wanita yang sukses, aku sempet mikir yang enggak-enggak pas tahu kalau ternyata itu setatusnya janda. Maaf, sebagai laki-laki dewasa, melihat beliau pasti ada pikiran jorok kadang mampir di otaku. Apalagi sudah bertahun-tahun aku nggak pernah melampiaskan hasrat biologisku sama istriku. Mungkin wajar kalau aku kadang kangen sama belaian lembut sorang perempuan. Aku sangat menghormati ibu Ratna, jadi aku buang jauh-jauh pikiran kotor itu.
Selain itu ibu Ratna ini baiknya enggak ketulungan. Beberapa bulan terakhir aku sempet ngrasa kalau ibu Ratna suka sama aku. Tadinya aku kira itu cuma perasaanku saja. Tapi dugaan ternyata tepat setelah beliau bilang kala dia pingin nikah sama aku.
Jujur aku kaget, aku bingung, ini beban yang berat buatku.
Melihat siapa ibu Ratna, harusnya sih aku nggk perlu lagi pikir panjang kalau mau jawab "Ya".
Soalnya di balik antara aku sama ibu Ratna, ada anaknya yang namanya, Ananda bagaspatih Herlambang.
Aku panggil dia, dek Bagas. Sebenarnya selain semua yang ada sama ibu Ratna, dek Bagas ini adalah perimbangaanku yang paling berat. Kalau inget namanya nggak tahu kenapa aku jadi pingin tarik napas.
Kalo menurut aku ya, dek Bagas itu anaknya juga baik, sama kayak ibunya. Dia juga sopan, pinter, kulitnya putih bersih dan...
Ekhem..!!
Manis.
Gak papa kan yah? Laki-laki muji laki-laki manis?. Orang kenyataannya begitu kok. Pacarnya juga cantik.
Hufft...
Udah beberapa bulan aku deket sama dia, aku sudah anggap dia kayak adiku sendiri. Aku juga ngerasa, kalau selama ini dia terlalu perhatian sama aku. Sejak aku kenal. Tadinya aku mikir kalau dia juga menganggap aku kakaknya. Aku seneng, aku nyaman, aku biasa aja.
Tapi ada kejadian, kejadian yang membuat dia harus terpakasa mengakui keganjilan pada dirinya. Nggak tahu setan apa yang sudah merasuki dek Bagas, hingga dia berani nekat berbuat kurang ajar sama aku. Dia berani nyium bibirku pas aku lagi dalam keadaan tidur.
Sudah pasti aku kaget, aku juga marah, bahkan sangat marah. Tapi jujur setelahnya aku salut sama dia. Dia berani mengakui jati diri yang sebenarnya. Aku juga merasa ibah melihatnya.
Aku lihat dia benar-benar tersiksa dengan keadaan dirinya. Aku jadi nggak tega liat dia nangis. Aku udah terlanjur deket, dan aku juga udah terlanjur sayang sama dia. Sebagai adik.
Sejak saat itu aku berpikir, aku akan berusaha supaya dia sadar dan terbebas dari perasaan semacam itu.
Tapi...
Kejadian itu, dan sikapnya akhir-akhir membuat aku...
***
Entah sudah berapa menit Arya melamun sambil duduk di atas tempat tidur, kemudian ia terlihat menggelng-gelengkan kepalanya. Cetakan garis tiga terlihat jelas di keningnya. Menandakan ia sedang berpikir keras.
Terlihat Arya mengambil HP yang ia taruh di dekat bantal. Saat HP itu menyala, bibirnya tersenyum simpul melihat foto Bagas dan anaknya yang masih terpampang menghiasi layar HPnya. Namun senyumnya tiba-tiba saja kembali memudar. Entahlah.
Arya kembali mengeleng-gelengkan kepalanya.
Kemudian terlihat jari-jari Arya sedang mengetik, ia juga seperti sedang mencari sesuatu.
Beberapa saat kemdian ia kembali mengkertukan kening saat sedang membaca sesuatu di layar smartphone-nya. Pria itu mengulas senyum, saat membaca di artikel, bahwa seorang sumai bisa menikah lagi tanpa ijin dari istri pertama, dengan syarat yang berlaku.
Namun senyum itu memudar, begitu sosok Bagas melintas di benak, dan merasuki hatinya.