Chereads / I Choose Basketball / Chapter 29 - Mampir

Chapter 29 - Mampir

Panas yang menyengat masuk ke dalam toko kue yang listriknya tengah padam. Padahal, pintu tokonya sudah dibuka. Ini yang ditakutkan oleh ibunya ketika toko mengalami pemadaman listrik secara mendadak, dirinya harus segera menyuruh pegawainya untuk menggunakan mesin diesel agar kue-kue berlapis cokelat yang berada didalam kulkas tidak meleleh. Zara sendiri juga berusaha memastikan tak ada kue yang rusak.

Beberapa saat kemudian, barulah listrik ditokonya bisa kembali menyala dengan bantuan mesin diesel. Dan lucunya, begitu kulit halusnya merasakan dingin dari pendingin ruangan, dengan segera Zara berjalan tepat dibawah pendingin ruangan itu. Sebenarnya rasanya sedikit tidak enak, saat kulitnya yang basah akan keringat terkena dinginnya pendingin ruangan. Tapi, ini caranya agar dia tidak merasa kegerahan lagi.

"Sedang apa?"

Suara itu sungguh mengejutkan Zara, dia sedikit terlonjak sebelum membalikkan tubuhnya dan melihat enam temannya berdiri dibelakangnya. Mereka berenam seperti ingin melabrak Zara saja, lantaran empat laki-laki menggunakan pakaian hitam. "Astaga, kalian mengagetkan aku,". Zara berjalan menuju meja kasir dan kembali memasang celemek dan seketika memasang senyum ramah yang jarang sekali dilihat oleh enam temannya itu. "Silakan, ada yang bisa dibantu?" seketika cara bicara Zara berubah seperti pegawai toko ibunya.

Tentu saja keenam temannya memasang air muka yang terheran, perubahan sikap Zara ini sungguh tak terduga dibenak mereka. Yang tadinya wajahnya terlihat cuek, justru saat ini memang wajah ramah. Tapi ya sudahlah, mereka juga tidak heran dengan tingkah Zara yang seperti ini. Gadis itu memang aneh dimata teman-temannya.

"Dia memang tidak waras," ucap Annette sendiri dengan tatapan terarah pada Zara. "Kami datang ke sini karena ingin mampir saja, karena Yohan baru saja menyelesaikan pertandingannya," jelas Annette.

Mendengar penjelasan Annette, Zara menoleh ke arah Sadam. Kedua bola matanya memindai laki-laki itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Maksud dari tatapan itu saja tidak ada yang bisa menebak, apalagi wajahnya terlihat menakutkan ketika ia memindai dengan alis yang hampir bertautan. Tepat detik setelahnya, barulah Zara menormalkan kembali wajahnya dan memberikan senyuman datar.

"Tapi Sadam tidak terlihat nampak lelah,"

"Hey, kau pikir aku dan Sadam selalu memiliki keahlian yang sama? Aku ini baru menyelesaikan pertandingan gulat," sela Yohan dengan cepat.

Sementara itu, salah satu dari mereka yang memperhatikan Zara dan Yohan bertengkar, "Kalian memang tidak bisa dipertemukan barang satu detik pun," adalah Tantra yang berbicara.

Tak mau kalah, Cleo pun juga turut mengeluarkan suaranya, "Jika didrama, laki-laki dan perempuan yang selalu bertengkar, alah berakhir menjalin hubungan," ucapnya dengan polos.

"TIDAK!!!"

Untuk jawaban itu diucapkan oleh tiga orang, yaitu Zara, Yohan, dan sudah pasti Annette. Sebagai kekasih Yohan, Annette tentu akan marah jika orang lain malah menjodohkan kekasihnya pada gadis lain. Langsung saja Cleo mendapatkan tatapan tajam dari Annette. Sedangkan Cleo terkejut, ia berjalan ke arah belakang tubuh Tantra dan Kafka guna meminta perlindungan dari mereka berdua.

Daripada suasananya semakin runyam, Sadam akhirnya melerai mereka semua. Kepalanya terasa sakit melihat tingkah mereka semua yang menurutnya kekanakan. Dirinya berjalan tepat ditengah antara Zara dan Yohan. "Cukup, jangan bertengkar ditoko ibunya Zara. Tidak enak jika ada pembeli yang mendengar," lerainya.

Berhubung suasana hati Zara juga sedang dalam keadaan baik, gadis itu akhirnya melepaskan celemeknya dan berkata pada pegawai toko ibunya, jika ia tak bisa menjaga kasir seperti biasanya, karena teman-temannya menghampirinya. Akhirnya, Zara mengajak keenam temannya menuju rumahnya. Gadis bercelana jeans putih sebatas paha serta kaus berwarna hijau alpukat yang kebesaran itu berjalan masuk untuk membuatkan minuman dan camilan.

Karena Zara bukan tipe gadis yang suka memperumit kehidupannya, ia hanya membuatkan minuman, untuk camilannya dia mengambil beberapa jenis kue dari toko ibunya. Tenang, dia tak mengambil yang berada dirak jual, Zara mengambil yang berada didapur toko. Yang sekiranya tidak bisa dijual, atau yang rusak. Tidak semua kuenya terlihat hancur, masih ada kue lainnya yang masih berbentuk utuh. Dia hanya merasa sayang saja jika kue yang rusak dibuang.

"Kemana ibumu?" tanya Annette.

"Aku tidak tahu, tapi kata pegawainya, Mamaku sedang pergi ke acara pernikahan temannya," jawabnya bersamaan dengan duduk diatas karpet.

Zara bukannya tidak mau memberikan sofa atau tempat duduk lainnya pada temannya, tapi jumlah sofa yang berada di ruang tamu rumahnya, tidak cukup untuk enam temannya. Terutama untuk keempat laki-laki yang memiliki tubuh bongsor. Kendari begitu, mereka semua memang lebih menyukai duduk secara lesehan, pergerakan mereka jauh lebih besar.

Obrolan mereka cukup panjang, banyak cerita yang mereka bicarakan. Biasalah, pembicaraan anak remaja itu pasti banyak yang mengasyikkan. Ketika Sadam tengah melihat Zara, secara tidak sengaja atensinya teralihkan pada paha Zara yang terlalu terekspos dengan jelas. Fokus Sadam secara mendadak langsung menghilang. Tolong jangan katakan jika Sadam adalah laki-laki mesum. Pada hakikatnya, semua laki-laki memang memiliki hasrat alami dari tubuhnya ketika melihat yang seperti itu. Tapi, untuk yang ini berbeda, justru Sadam khawatir dengan pergerakan Zara, dia segera mengambil hoodie milik Kafka yang terletak tepat disebelahnya dan langsung ditaruh diatas paha Zara.

"Aku pinjam," ucapnya lirih pada Kafka.

Gadis itupun langsung menoleh tepat pada obsidian Sadam, tapi melalui sorot mata laki-laki itu sudah menjelaskan semuanya dan membuat Zara paham. Dia sempat dibuat berhenti bernafas sejenak dengan perlakuan Sadam ini. Seketika itu juga, Zara mengingat tentang flashdisk yang ia temui diteras rumahnya.

"Oh iya, Sadam, aku ingin berterimakasih karena flashdisk yang kau taruh diteras rumahku. Baru satu drama yang aku lihat, itupun hanya dua epsiode yang aku lihat,"

Tiba-tiba sekali? Seluruh orang disana memperhatikan Zara dan Sadam bergantian. Awalnya Sadam sempat bingung dengan ucapan Zara, tapi setelahnya ia langsung menjawabnya, "Iya, sama-sama. Aku harap kau menyukai semua drama itu,"

"Tapi, kenapa kau letakkan diteras? Kenapa tidak langsung saja memberikannya padaku?" tanya Zara.

Dengan tarikan nafas panjang, Sadam kembali menimpali kalimat Zara. "Aku menaruhnya ketika sudah lewat dari jam dua belas malam, jadi aku rasa daripada mengganggu, lebih baik aku letakkan saja disana. Maaf ya,"

Zara hanya mengangguk paham, benar juga apa yang Sadam katakan. Pasalnya, semalam Zara itu tidur lebih awal karena tubuhnya terasa lelah. Tidak heran juga jika Sadam melakukannya. "Beruntung flashdisk itu tidak hilang atau terinjak,"

Ketujuh remaja itu kembali berbicara mengenai hal lain, hingga mereka melupakan waktu. Ini sudah terbilang cukup sore, dan ketujuhnya masih asyik berkumpul. Sampai ibunda Zara kembali pun, mereka masih tertawa ria ketika bermain permainan yang Yohan dan Kafka buat.