Suara gitar yang dipetik sudah benar-benar membuat hati Zara tertarik untuk segera melihat. Tingkat penasaran yang tinggi juga membuatnya lupa untuk menonton dari jarak yang jauh. Ya sudah, karena terlanjur mendekat, menonton dari jarak dekat saja sekalian. Saking nekatnya, Zara duduk disalah satu kursi yang letaknya tidak jauh dari pemuda yang sedang bermain gitar itu.
"Siapa kau?"
Zara yang baru beberapa detik menaruh dua bantalan duduknya itu terkejut dengan suara berat milik laki-laki itu. Zara sangat menyukai laki-laki yang memiliki suara berat, apalagi jika wajahnya tampan. Baiklah, karena laki-laki itu menyadari keberadaan Zara, lantas gadis itu akan menghamoirinya. "Aku Zara," jawabnya santai.
Jika Zara perhatikan secara dalam, laki-laki yang masih terduduk itu nampak seperti remaja yang berangasan. Masih jam sekolah saja, pakaiannya sudah sangat berantakan. Tidak masalah, selama wajah tampannya tidak merusak citranya. Lantas, Zara berjongkok tepat didepannya, dagunya juga dia letakkan diatas kedua tangannya yang terlipat diatas lutut. Mungkin jarak keduanya hanya sekitar tiga jengkalnya.
Dirinya tidak berniat untuk mengganggu waktu latihan laki-laki itu, dia hanya ingin melihatnya bermain satu lagu. Sayangnya, yang ia dapati malah lemparan jaket milik laki-laki yang ada didepannya itu. Hey! Zara datang menghampirimu dengan sangat sopan. Saat Zara ingin kembali melempar jaket itu pada empunya guna membalas perbuatan laki-laki itu, mendadak niatannya terhenti saat pemuda itu kembali bersuara.
"Tutupi rokmu yang tebuka itu."
Ternyata niatan laki-laki itu baik. Dengan segera Zara menutupi roknya. Cara pandang Zara tentangnya jadi sedikit berubah. Tapi, belum sekali Zara menghilangkan rasa penasarannya, laki-laki misterius itu malah menyelesaikan latihannya. Dirinya sudah mengambil tas gitarnya dan segera memasukkan alat musiknya. Spontan saja Zara langsung mengeluarkan semua uneg-unegnya mengenai laki-laki itu.
"Kau ini ingin sekali menjadi laki-laki misterius, ya? Jatuhnya bukan misterius, melainkan sombong," ucap Zara yang langsung berdiri. "Aku akui, kau sangat tampan dan juga berbakat, pasti banyak yang ingin menjadi kekasihmu atau teman dekatmu. Sayangnya, kau sendiri yang menutup pintu pertemanan itu. Bahkan, kau saja terlihat lebih pendek dariku," tambahnya.
"Apa kau bilang tadi?"
Seketika Zara dibuat mati kutu ketika laki-laki itu berdiri tepat dihadapannya. Ditambah saat gadis itu melihat dada bidang milik laki-laki itu berada didepan matanya. "Aku lebih pendek darimu," jawab Zara ketika sudah tak bisa mengelak kenyataan jika memang dirinya memilik tinggi badan yang pendek.
Tanpa sepakah katapun, laki-laki itu berjalan keluar dari ruangan yang Zara dan dirinya tempati. Zara sendiri juga hanya melihat punggung lebar itu menghalau pergi dari sana. "Bara," Zara baru saja membaca tulisan yang berada pada tas gitar, dirinya rasa jika itu adalah nama laki-laki misterius itu. "Sampai bertemu ditempat pementasan, Bara!" seru Zara sembari melambaikan tangannya ke arah presensi yang sudah meninggalkannya.
-
-
-
"Akhirnya kau kembali juga," adalah Annette.
Dirinya dan juga Cleo sudah berada dikelas mereka. Disana tidak hanya ada dua sahabatnya saja, satu orang laki-laki juga turut bergabung disana. Itu adalah Yohan, kekasih Annette. Nampak mengkilap sekali kulitnya, ketika keringat yang membasahi dahi, leher, hingga tangannya itu terkena pantulan cahaya. Apa laki-laki itu tidak membersihkan diri dahulu, sebelum bertemu dengan kekasihnya?
"Astaga, bau sekali keringatmu itu," Zara mengibaskan tangannya didepan hidung setelah tak sengaja menghirup bau tubuh Yohan. Rasanya tidak kuat sekali ketika aroma itu merangsang indera penciumannya.
Bukan merasa bersalah atau bagaimana, dengan ringannya laki-laki itu semakin mengarahkan kipas angin berukuran kecil milik Annette ke arah tubuhnya. Benar-benar keterlaluan kekasih Annette ini. Seharusnya sadar diri ketika dia baru saja selesai menyelesaikan pertandingan, bersihkan dahulu sebelum akan berkencan. Apalagi berkencannya dikelas mereka bertiga, bahkan sering menjadi topik perbincangan teman sekelasnya karena Yohan juga hampir setiap harinya menemui Annette dikelas.
"Ini adalah bau kemenangan," kata Yohan dengan bangga.
Annette yang sebagai kekasihnya, sudah pasti akan membanggakan Yohan didepan kedua sahabatnya. Tak heran, baik Cleo maupun Zara sudah biasa melihat mereka berdua pamer kemesraan. Zara sendiri juga tidak merasa iri melihatnya, justru merasa geli dengan gaya pacaran Annette dan Yohan yang sangat berlebihan. Sampai ingin muntah.
Meskipun yang Zara ucapkan menjadi kenyataan bagi tim Yohan, dirinya tetap tidak senang jika Yohan tidak pergi dari kursinya. Tasnya pasti sudah ditempeli oleh bau keringat Yohan. Dengan gerakan cepat, Zara menarik tubuh Yohan dari pakaian belakangnya yang sudah mulai mengering. Mana mau Zara menyentuh pakaian basah Yohan. Lagipula, Yohan itu juga aneh sekali, ketika timnya menang bukannya berada dikelasnya, malah kelas kekasihnya yang dia jadikan tempat untuk menghilangkan keringat. Iyuh, menjijikan sekali.
"Bahkan, Cleo saja akan setuju padaku,"
"Iya, keringatmu memang bau, Yohan,"
Akhirnya Zara bisa duduk dikursinya, tangan kanannya sedari tadi masih membawa jaket milik laki-laki bernama Bara itu. Kenapa bisa Zara menyadarinya ketika ia baru sampai didepan kelas tadi? Akan Zara kembalikan saat acara pementasan itu dimulai saja.
"Jaket siapa itu, Zara?"
Tiba-tiba saja Cleo menanyakan jaket yang ada ditangan Zara. Pasalnya, terakhir Cleo melihat Zara, gadsi itu tidak membawa jaket sama sekali, berangkat sekolah saja juga tidak pernah membawa jaket atau semacamnya. Zara hanya menjawabnya dengan gelengan saja, toh percuma saja jika dirinya berkata jujur, tapi ternyata Cleo itu tidak mengetahui presensi yang Zara maksud.
Didalam kepala Zara saat ini, dirinya membandingkan dua laki-laki tampan dengan karakter yang berbeda. Dia tidak sedang bermain drama, bukan? Tapi dikehidupan nyatanya, masih ada dua laki-laki dalam drama yang dia temui. Tidak mungkin juga jika mereka sedang mendalami peran. Yang paling Zara utamakan disini tetaplah visual mereka, tidak main-main.
Sedang asyik memikirkannya, salah satu temannya sekelasnya memanggil dirinya untuk segera keluar dari kelas. Lantas gadis itu berjalan keluar dan sedikit terkejut saat yang dia lihat adalah wajah dari laki-laki yang sebelumnya dia temui. Wah, ada apa ini? Zara ingin tahu. "Apa yang membawamu kemari?" tanyanya.
"Kembalikan jaketku,"
Gadis itu nampak terdiam ditempat sebelum menyadari jika jaket laki-laki itu ada padanya. Dia bergerak kembali menuju bangkunya untuk mengambil jaket yang dia taruh diloker meja. Padahal Zara berniat mengembalikan ketika acara pementasan itu diadakan, tapi ya sudahlah dari pada nantinya dia lupa membawanya.
"Salah sendiri tidak membawanya," kata Zara selagi memberikan jaket laki-laki bernama Bara itu. "Eits, tunggu dulu," ucapnya mendadak, menarik kembali jaket itu. "Saat kau mengambil jaket ini, aku resmi menjadi temanmu,"
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Bara langsung mengambil jaketnya dan meninggalkan gadis itu tersenyum. "Dingin sekali menjadi laki-laki," akhirannya yang langsung memasuki kelas.