"Wah, rupanya kau juga memiliki toko kue,"
Sesuai dengan ajakan Sadam, gadis berambut panjang itu benar-benar sampai dirumahnya dengan selamat. Saat ini, Sadam tengah memperhatikan dua bangunan yang saling berdekatan. Lebih tepatnya saling menempel.
"Iya, ini adalah usaha ibuku," jawabnya.
Akhirnya, Zara pun turun dari motor Sadam. Karena Sadam mengantarnya dadakan, jadi Sadam sama sekali tak membawa helm cadangan. Biasanya Sadam itu selalu mengendara sendirian, karena itu dia tak pernah membawa helm lain selain yang dia pakai. Toh, sebelumnya Sadam juga tak pernah terpikirkan untuk memberikan tumpangan pada orang lain, terlebih seorang wanita.
Baru akan meninggalkan tempat, mendadak seorang wanita dewasa yang nampak masih muda, keluar dari pintu bakery dan menghampiri dua remaja disana. Itu adalah ibunda Zara sendiri, lantaran wajahnya mirip dengan Zara. Sadam jadi membatalkan niatnya dan turun dari motornya guna menyalami ibu dari gadis yang dia antarkan pulang.
"Sore, tante," sapanya sembari menyalimi tangan ibunda Zara.
Yang disapa pun memberikan senyuman pada Sadam. "Sore," sapanya balik. Dia menatap Zara dan Sadam secara bergantian. "Kok tumben, pulangnya sore sekali?" tanya sang ibu.
"Iya, tante. Tadi, saya minta Zara untuk menemani saya latihan basket," jawab Sadam dengan jujur.
Tak ada balasan apapun dari ibunda Zara, wanita itu hanya tersenyum melihat dua remaja ini. Berhubung ini juga kali pertama Zara membawa laki-laki bertemu dengannya, ibunda Zara menyuruh Sadam untuk mampir ke toko kuenya sebentar. Sebenarnya Zara juga sudah mencoba untuk mencegah karena sudah mulai menjelang malam. Tapi karena Sadam juga tidak merasa keberatan, jadilah saat ini ketiganya memasuki toko kue ibunda Zara.
Sadam cukup terpukau setelah banyak rak yang berisikan banyak macam roti dan kue dengan tampilan menarik. Omong-omong, Sadam ini sebenarnya sangat menyukai roti, jadi melihat tampilan roti yang seperti ini, membuat iman akan perikerotiannya hilang. Rasanya ingin membawa pulang ini semua. Seperti sedang melihat harta karun, Sadam mengelilingi setiap rak disana.
"Kalau kau mau, ambillah," ucap Zara ketika memperhatikan Sadam yang memperhatikan brownis yang menjadi salah satu kue yang paling banyak dicari oleh orang. "Tenang saja, untukmu kuberi gratis," ucapnya lagi.
Karena perkataan Zara, saat ini malah membuatnya tertawa kaku. Sadam memang menyukai semua jenis kue dan roti, tapi bukan berarti dia akan dengan mudah menerima pemberian orang. Ditambah, dia saja baru pertama kali datang ke sini dan bertemu dengan ibunda Zara. Bahkan, dengan Zara pun juga belum terlalu dekat. Sadam tidak enak pada dua wanita itu.
"Tidak usah. Aku datang ke sini, hanya untuk mampir sebentar," kata Sadam.
"Ey, tidak apa-apa. Ini pertama kalinya Zara membawa teman laki-lakinya datang ke rumah," sela ibunda Zara.
Merasa ada yang salah dengan ucapan sang ibu, Zara pun menyelanya, "Ey, dia yang membawa Zara pulang. Bukan sebaliknya," katanya dengan menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
"Tidak perlu repot-repot, tante. Ini juga sudah hampir malam, jadi Sadam pamit pulang saja,"
Akhirnya Zara mengantarkan Sadam sampai ada motornya, tapi tak lama suara sang ibu kembali dengan tangan kanan yang membawa kantung plastik berisikan dua kotak brownis yang tadi Sadam lihat. "Ini bawa saja. Tidak ada penolakan,"
-
-
-
Ini sudah pukul tujuh malam, Zara masih berada didalam toko kue sang ibu untuk membantu para karyawan disana. Bukan hanya membantu, Zara juga bekerja disana. Dan saat ini, dia tengah memeriksa setiap rotinya, memastikan agar tak ada satupun roti yang sudah berjamur atau rusak. Toko kue ibunya ini belum dilengkapi oleh kamera pengawas, jadi terkadang Zara kedapatan kue yang rusak akibat tangan nakal para pembelinya. Untung saja malam ini tidak ada yang rusak sedikitpun.
Akhirnya, Zara bisa bersantai setelah memeriksa semua rotinya. Mungkin bermain ponsel sebentar bisa untuk menghiburnya. Hanya ponsel yang bisa menjadi hiburan Zara selama didalam toko, lantaran para pegawainya ibunya ini sudah berumur beberapa tahun diatas Zara. Atau singkatnya, mereka sudah lulus SMA, jadi jika ingin berinteraksi pun sedikit bingung untuk membahas sesuatu yang tidak mencapai kapasitas otaknya.
Bukan berarti Zara tidak akrab dengan para pegawai ibunya, selain perbandingan usia yang sedikit lebih jauh, mereka semua juga harus bekerja. Tidak mungkin, hanya karena Zara bosan, dia harus mengganggu karyawan ibunya yang sedang bekerja.
Baru beberapa menit bermain ponsel, tiba-tiba Zara mendapat kejutan pertanyaan dari sang ibu. Apalagi pertanyaan itu sampai membuatnya menautkan kedua alis. Ibunya membahas laki-laki yang tadi mengantarkan pulang anak gadis satu-satunya ini.
"Laki-laki tadi siapa namanya?" tanya sang ibu.
Alih-alih menjawab, Zara malah menatap ibunya beberapa detik, setelahnya kembali menatap ponsel dan memberikan jawaban yang singkat. "Sadam,"
"Sudah berapa lama?" tanya sang ibu lagi.
Kali ini membuat Zara menghentikan bermain ponselnya dan diletakkan diatas meja kasir—dia tengah menjaga kasir.
"Mama sayang, Zara paham apa yang sedang Mama pikirkan. Tapi, itu semua tidak benar. Zara sama sekali tidak memiliki hubungan dengan Sadam ataupun laki-laki lain," jelasnya. Gadis itu memang mengerti apa ucapan ibunya sedari tadi.
Zara sampai mengehela nafas panjang ketika ibunya memasang senyum lebar. Pasti dalam pikiran ibunya itu berharap jika Zara akan segera memiliki kekasih. Ya ampun, Zara saja tidak sampai memikirkan hal itu. Lantas, dia melihat pada jam tangannya, sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam, dia segera berniat untuk kembali ke rumahnya.
"Zara ingin pulang saja. Ingin belajar, agar bisa membahagiakan Mama nantinya," ucap Zara pada sang ibu.
"Ya sudah, jika ingin makan, Mama sudah masukkan lauk ke dalam lemari makan. Nanti tinggal ambil saja, atau dihangatkan dulu," pesan sang ibu sebelum Zara benar-benar keluar dari toko kue miliknya.
Gadis itu hanya mengangguk beberapa kali sembari membuka pintu toko, dia berjalan ke arah rumahnya yang tidak terkunci. Dia juga sudah tidak memikirkan semua ucapannya dengan sang ibu tadi. Hanya membuang-buang waktu saja, menurutnya. Masih banyak hal lain yang bisa dia lakukan untuk bisa membahagiakan orang tua satu-satunya.
Langkahnya dia arahkan menuju dapur, memang Zara ini sedikit lapar. Sudah pulang terlalu sore, dan dia langsung menuju toko kue ibunya setelah mandi, jadi dia sama sekali belum makan. Cacing diperutnya sudah meronta meminta untuk diberikan makanan. Tunggu dulu, sebelum makan, dia ingin ke kamar mandi. Sepertinya karena pendingin ruangan ditoko ibunya itu terlalu rendah suhunya, membuat kakinya terasa dingin, dan sekarang ingin membuang air kecil.
Niatan untuk mengambil piring pun dia tunda, dia kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Baru saja mengunci pintu kamar mandi, tiba-tiba saja lampu kamar mandi itu padam. Tidak, bukan hanya lampu kamar mandi, tapi listrik rumahnya mendadak padam, membuat Zara berteriak keras memanggil ibunya.
"MAMAAA!!!"