Chereads / I Choose Basketball / Chapter 6 - Lapangan Basket

Chapter 6 - Lapangan Basket

"Kita sudah sampai," ucap Sadam.

Dua orang berlawanan jenis itu baru saja sampai didepan kelas Zara. Laki-laki didepan Zara ini mengulum bibirnya kedalam, dan lagi-lagi menimbulkan lesung pipi yang menawan. Apa Zara akan melihat lesung pipi itu selama lima hari berturut-turut?

"Belajarlah yang rajin," ucap Sadam lagi.

Gadis itu hanya mengangguk kecil, dan ketika baru akan melangkah masuk kedalam kelas, tiba-tiba terdapat suara gadis lain yang beredar disekitar mereka. Tunggu, bukan hanya satu orang, tapi ada dua orang yang melewati depan kelas Zara saat ini. Jika Zara lihat dari badge kelas, dua gadis itu adalah adik kelas mereka.

"Permisi, Kak Sadam," sapa dua gadis itu bersamaan.

"Iya, silahkan," balas Sadam.

Baru saja Sadam membalas sapaan adik kelasnya, dia segera berlari ke arah dua gadis itu setelah ponsel dari salah satu adik kelasnya yang seperti seseorang yang baru saja terpana akan ketampanan seseorang. Iya, salah satu mereka ada yang bersikap berlebihan setelah mendengar suara berat Sadam.

Zara hanya memperhatikan bagaimana baiknya Sadam yang mengulurkan tangannya pada adik kelas mereka, disertai sebuah senyuman hangat. Sepertinya bisa Zara artikan, jika Sadam memang ramah pada semua orang. Ah, pengertian macam apa ini? Semua orang memang harus baik terhadap orang lain. Jangan hanya Zara menganggap Sadam baik pada semua orang, kalian bisa menyimpulkan jika Zara menyukai laki-laki itu. Tidak. Jangan berbicara omong kosong.

Karena Zara juga tidak memiliki kepentingan lain dengan Sadam, akhirnya dia berniat untuk melanjutkan langkahnya ke dalam kelas, tapi lagi-lagi niatan itu terbatalkan setelah mendengar suara Sadam memanggilnya. "Kali ini, apa lagi, sih?" gerutunya pelan.

Yang didapatinya saat ini adalah wajah Sadam yang tengah mengembungkan pipinya. "Sore ini, aku ada latihan basket," Sadam memberikan jeda ucapannya, dia menggaruk kepala belakangnya sebelum kembali berbicara. "Kalau ada waktu, datang ya," lanjutnya.

"Oh?" Zara terkejut, kedua matanya sedikit membola setelah mendengar ucapan Sadam. "Kau mengundangku? Baiklah, baiklah, aku akan datang ke lapangan nanti sore," ucapnya seraya menggerakkan tangannya yang memberi isyarat jika dia bisa meluangkan waktunya.

Tepat setelah Zara menyetujui ajakan Sadam, gadis itu segera memasuki kelasnya. Bahkan, meninggalkan Sadam yang masih berdiri didepan kelasnya.

-

-

-

Bel penanda selesainya jam pelajaran, membuat seluruh siswa bergegas merapikan semua buku. Ini seperti menahan nafas selama beberapa jam setelah istirahat kedua, dan akhirnya sekarang bisa bernafas lega ketika jam sekolah akhirnya selesai.

"Rambutku pasti sudah berdiri jika mata pelajaran Pak Agus masih berlangsung," ucap Annette yang baru menutup semua bukunya.

"Tapi, kau tadi menyemprotkan hair spray pada rambutmu," balas Cleo.

Zara yang sedang meminum air mineral yang ia bawa dari rumah seketika tersedak.

"Apa?! Kau ingin menertawaiku?" sahut Annette setelah melihat ke arah Zara.

Astaga, Annette ini senang sekali menuduh Zara yang tidak-tidak, ya walaupun memang Zara ingin menertawainya barusan. Tapi, tidak, untuk saat ini, bukan karena Annette penyebab tersedaknya Zara. Ini sudah lebih dari pukul empat sore, sedangkan gadis itu baru mengingat jika ia tadi sudah membuat janji pada Sadam untuk melihatnya berlatih basket.

Tanpa memperhatikan Annette dan Cleo, gadis itu langsung berlari keluar kelas. Dia sempat menoleh ke arah kelas Sadam, laki-laki itu tak nampak disana. Zara yakin, pasti Sadam sudah berada di lapangan. Ya ampun, Zara memang bukan orang yang suka mengingkari janji, tapi dia ini sering lupa dengan yang namanya janji itu. Kapasitas memori dikepalanya memang perlu diperbarui.

"Dasar Zara pelupa," ucapnya pada diri sendiri selagi berlari menuju lapangan.

Dan benar saja, sesampainya Zara di lapangan, Sadam sudah mulai berlatih disana. Semoga saja laki-laki itu bisa memaklumi sifat pelupa Zara ini. Maklum, sifat bawaan sejak masih bayi, masih belum bisa dia hilangkan. Atau mungkin, memang tak akan bisa lepas dari Zara.

Nafasnya sudah tersengal ketika duduk sembari melihat Sadam berlatih basket. Demi apapun, dimata Zara saat ini, Sadam benar-benar terlihat keren sekali. Apalagi keringat yang sudah bercucuran didahi hingga leher jenjangnya. Gadis itu segera menepuk pelan beberapa kali pipinya. Dia tidak menyangka saja, sekolah ini bisa memiliki figur seperti Sadam ini.

Meskipun, positifnya memiliki Sadam bisa membanggakan sekolah, bagi Zara, keberadaan Sadam itu juga memiliki sisi negatif. Menurut gadis itu, pesona tampan Sadam ini membuat dia banyak dikerumuni oleh para gadis. Entah itu adalah kutukan alam atau apa, tapi setiap kapten tim basket, pasti memiliki banyak penggemar dari kalangan para gadis. Jika itu terus terjadi, bisa-bisa populasi para pemuda disekolahnya ini semakin bertambah, lantaran para gadis tidak ada yang menginginkan pemuda selain Sadam.

Ketika sedang terfokus menyaksikan Sadam, mendadak perhatiannya teralihkan ketika dia melihat presensi Bara yang melintas tepat didepannya, berjalan sendirian dipinggir lapangan sembari membawa gitar. "Tali sepatumu terlepas," ucap Zara pada Bara.

Dan pada detik itu juga, Bara berhenti didepan Zara. Dia menunduk guna melihat sepatunya yang ternyata talinya tidak terlepas sama sekali. Tatapan tajam darinya itu langsung diberikan pada Zara. Bara tak mengeluarkan suara sedikitpun, dia hanya menatap beberapa detik sebelum memutus tatapan itu dan kembali berjalan. Pun Zara masih belum kapok diberikan tatapan tajam oleh Bara, dia masih mencari cara untuk membuat Bara berbicara.

"Bara," panggil gadis itu. Zara menggunakan kedua tangannya sebagai penumpu tubuhnya, sebelum kembali berbicara. "Memangnya kau tak bisa menyapaku? Kau lupa jika kita adalah teman?" tanya Zara dengan runtut.

"Kau bukan temanku," tandasnya yang langsung meninggalkan Zara sendirian menatap kepergiannya.

Kedua bola mata Zara seketika membola. Dia juga tak peduli dengan angin kencang yang menerbangkan rambutnya hingga menutupi wajahnya. Gadis itu hanya tak menyangka saja dengan ucapan Bara barusan. Padahal dengan jelas, Zara masih mengingat bagaimana lembutnya Bara ketika membantunya mengurus anak panti yang sempat muntah kemarin.

"Ada apa?" tanya Sadam tiba-tiba.

Zara merasakan sebuah tangan yang menyentuh wajahnya. Eh, tidak, maksudnya rambutnya. Iya, Sadam yang merapikan kembali rambut Zara yang berantakan akibat tiupan angin. Zara segera melihat ke arah Sadam dengan senyuman. "Tidak, tidak ada apa-apa," katanya.

Sempat dilihatnya lapangan basket mulai sepi. Apa secepat itu sepinya? Dia kembali menatap Sadam. "Kau sudah selesai? Cepat sekali lapangan ini sepi,"

Sadam mengangguk guna mengiyakan ucapan Zara. Dia menaruh tas yang baru saja dia bawa pada paha Zara. Keringatnya masih keluar dari pori-pori kulitnya. "Kau pulang dengan apa?" tanya Sadam.

"Tentu saja dengan kedua kakiku," jawab Zara asal.

Sadam sempat terkekeh kecil saat masih mengelap keringat menggunakan handuk kecil miliknya. "Daripada kakimu lelah, lebih baik aku antar saja,"

"Tapi, tasku masih berada dikelas," ucap Zara yang lupa membawa tasnya.

Selesainya Sadam mengelap keringat, keduanya berjalan menuju kelas Zara. Sayangnya, begitu mereka berdua sampai, kelas Zara sudah terkunci. Tanpa pikir panjang, Zara langsung saja berniat untuk memasuki kelas melewati kaca jendela yang tidak bisa dikunci.

"Eh, tunggu. Biar aku saja," cegah Sadam, dia khawatir jika rok Zara akan terbuka karena Zara menggunakan rok yang terbilang pendek.