Chereads / Takdir Istri Bayaran / Chapter 18 - Ditinggal di jalan

Chapter 18 - Ditinggal di jalan

Selepas berkata dengan kasar seperti itu, Bianca memilih untuk turun, namun ketika ia ingin membuka pintu justru membuatnya sadar jika pintu mobil sudah terkunci dari dalam. Ia juga tidak dapat membukanya jika buka yang pengemudi membukanya. Hal itu membuat ia kewalahan, dan memilih untuk diam sembari menatap kearah lain.

'Dia pikir karena aku ini hanya istri bayarannya, jadi dia bisa memperlakukanku seperti ini. Aku tidak akan menjawab semua ucapan kasar jika aku tidak bersalah,' batin Bianca.

"Oh jadi kamu ingin melawanku ya, begitu? Baiklah aku tunjukkan kalau kamu telah salah memilih melawan suamimu ini," ketua Benny. Ia langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sampai membuat Bianca menatap dengan tajam kearahnya, dan membuat Bianca harus berpegangan dengan sangat erat.

Lalu tiba di jalanan yang sepi, dan tidak memiliki adanya tanda kehidupan di sana, dengan tiba-tiba Benny menjalankan mobilnya dengan sangat pelan sampai akhirnya mobil itu berhenti.

"Sekarang turun," perintah Benny, dengan tatapan lurus memandang.

"Turun? Apa maksudmu, Pak? Bagaimana aku bisa turun di tempat sepi begini?" Bianca cemas sampai ia merasa ketakutan dengan apa yang akan suaminya perbuat.

"Aku bilang turun! Ya turun!" bentak Benny sampai menatap kearah Bianca dengan tatapan tajam seperti ingin menerkam.

"Tapi, Pak?" Bianca sungguh tidak percaya dengan semua itu sampai matanya mulai berkaca-kaca.

"Cepat!" bentak Benny dengan suaranya yang lantang.

Bianca sampai terkejut mendengarnya, ia dengan terpaksa membuka pintu mobil pelan-pelan, dan turun di pinggir jalan. Mobil itu langsung bergegas pergi tanpa berpikir akan kembali. Air mata wanita itu pun jatuh membasahi pipinya, ia pun tidak tahu caranya untuk pulang selain berjalan sepanjang perjalanan tanpa tahu kapan ia akan tiba.

Ingin menghubungi seseorang, tapi ketika ia menyentuh saku celananya justru tidak ada ponsel di dalam sana, dan dirinya mengingat jika ponselnya terjatuh ketika dua pria sedang menarik tangannya. Sembari terus berjalan meskipun rasa lelah datang, dan berharap akan ada pertolongan ataupun taksi yang datang. Tapi di tempat itu sangat jarang adanya taksi yang lewat.

Dengan sangat terpaksa Bianca berjalan perlahan-lahan sampai peluh keringat ikut keluar, hingga membuatnya tidak sadar pusing dikepalainya mulai datang, lalu Ia bergumam. "Kenapa penglihatan ku seperti ini?"

Penglihatannya mulai kabur, dan rasanya bumi seakan berputar-putar hingga akhirnya bruk! Bianca ambruk begitu saja tepat dipinggir jalan.

Sudah hampir dua puluh menit lamanya dirinya tidak sadar sampai seketika ada seseorang yang sedang lewat menggunakan taksi di dekat itu. Ketika itu Andien ingin berangkat kerja, tetapi fokus pandangannya mengarah kesamping kiri, sampai dirinya tidak sengaja melihat seorang wanita yang juga ia kenal. Sontak saja membuat matanya tercengang melihat temannya sudah tergeletak tidak sadar dipinggir jalan, taksi yang sudah lewat di depan dengan terpaksa ia hentikan.

"Pak, tolong mundur sepertinya itu teman saya," pinta Andien dengan rasa cemas.

"Baik, Nona."

Ketika taksi tiba dengan begitu tidak menyangka kalau yang ia lihat ternyata benar Bianca, dengan cepat Andien meminta bantuan kepada tukang taksi tersebut untuk membantu membawa masuk Bianca ke dalam taksi itu.

Duduk di samping Bianca sembari membawa naik kepala temannya di atas pangkuannya, Andien pun bergumam. "Ya ampun ... apa yang sudah terjadi denganmu, Bianca? Sudah lama kita tidak bertemu, tapi sekalinya bertemu dalam keadaanmu seperti ini."

Andien yang tadinya ingin berangkat kerja, ia dengan terpaksa harus menunda pekerjaannya hari itu, dan meminta izin untuk libur. Dirinya lebih membela membawa Bianca ke rumah sakit.

Setiba di sana Dokter menjelaskan jika Bianca tidak kenapa-kenapa hanya perlu istirahat yang cukup, dirinya pingsan karena terlalu lama berjalan, dan Dokter hanya memberikan vitamin serta obat penambah darah, karena kekurangan darah Bianca begitu lemah pingsan.

Bianca tidak menyangka jika ada orang yang akan membantunya, ia berpikir jika itu adalah hari terakhir untuk hidup. Ketika itu ia pun berkata. "Terima kasih banyak ya, Andien. Kupikir tadi tidak akan ada yang mau menolongku, tapi untung saja kamu datang. Oh ya apa kamu tidak jadi berangkat kerja?"

Bianca terheran ketika melihat pakaian kerja yang sama dengan ia pakai dulu, itulah mengapa dirinya bingung sebab Andien belum juga berangkat kerja padahal jam sudah menunjukkan pukul sembilan, dan itu artinya dia sudah terlambat satu jam.

"Sama-sama, Bianca. Aku sudah izin cuti jadi tenanglah, tapi yang membuatku bingung kenapa kamu tiba-tiba bisa pingsan di jalanan yang sepi itu? Padahal kan di sana dengar-dengar banyak begal loh," tanya Andien.

Bianca langsung terdiam beberapa saat, kemudian batinnya berkata. 'Jika aku jujur maka aku akan ketahuan kalau sekarang statusku yang sudah menikah dengan bos sendiri, bisa-bisa Andien kaget atau sebaliknya dia akan menertawai ku kar berpikir sudah gila. Ah sebaiknya aku tidak perlu jujur.'

"Ah lupa bawa uang cukup ya sudah terpaksa deh turun di tempat itu, dan aku jalan kaki. Tapi ternyata malah apes begini," sahut Bianca yang mencoba ngeles.

"Memangnya kamu mau kemana sih pagi-pagi sekali? Mana sekarang aku dengar kalau kamu sudah berhenti kerja, padahal kamu baru masuk kerja loh? Kan sayang uangnya yah ... lumayanlah buat kita yang orang kecil ini hidup selama dua bulan." Andien terheran sampai ia bertanya banyak hal, meskipun ketika itu Bianca masih lemas, dan terasa pusing.

"Um ... aku sudah memutuskan untuk tidak lagi bekerja di tempat itu, tapi aku sudah jadi pengasuh anak. Oh ya boleh tidak kalau beberapa hari ini aku tidur di tempatmu? Karena aku takut untuk pulang ke rumah majikan ku, abisnya lagi ada salah paham, bolehkan, Andien?"

'Semoga saja Andien tidak curiga denganku, dan semoga dia tidak tahu kalau aku bukan cuma jadi pengasuh. Aku takut jika semua orang tahu, aku akan di tertawakan apalagi jika sampai Vivian tahu,' batinnya Bianca.

Ketika Bianca untuk menginap, Andien langsung menganggukkan kepalanya mengiyakan sembari berkata. "Tenang ... aku pasti bolehin kok, lagian aku juga senang kalau ada teman. Emangnya kamu kerja di mana sih sampai sial begini? Kalau aku tuh jadi kamu mendingan minggat aja daripada merana batin kan, udah kerja enggak enak, eh jadi orang yang disalahkan."

"Aku tidak bisa keluar seperti itu, An. Karena aku sudah terikat kontrak, tapi sudahlah aku bersyukur dengan pekerjaan ku sekarang yah meskipun memang pada akhirnya aku juga menyesal." Bianca sabar menjawab sampai ia menarik nafas panjang.

"Ya sudah kalau begitu lebih baik kita pulang yuk! Biar kamu bisa istirahat di apartemen ku. Nanti kita bisa curhat." Dengan wajah ceria sampai Andien tersenyum lebar.

"Ya sudah yuk!"