Hari ini aku sama sekali tidak membawa bekal makanan untuk makan siang. Jadi aku putuskan untuk mampir ke cafetaria terlebih dahulu untuk membeli beberapa bungkus roti mungkin biskuit dan minuman. Sesampainya di cafetaria, seperti biasa di jam makan siang seperti ini, tidak ada satu bangku pun yang kosong. Setiap toko dipenuhi pembeli, sama sekali tidak terlihat satu pun yang kosong. Inilah yang membuatku malas untuk datang ke sini. Pernah suatu hari, dengan perut kosong, aku benar-benar kelaparan, setelah mengantri untuk mengambil makanan di warung nasi selama kurang lebih 15 menit, sesampainya di depan penyaji makanan.
"Maaf, Nak. Lauknya sudah habis."
Melihat ke arah warung nasi lainnya, sepertinya hal yang sama juga telah terjadi. Terlihat beberapa pelanggan yang kecewa kemudian berjalan ke arah toko roti dan makanan kecil. Sejak saat itu, aku tidak mau lagi mengantri di warung nasi. Memang kedatanganku ke cafetaria tidak pernah bisa lebih awal, karena posisi kelasku di jam kuliah sebelum siang selalu berada di kelas yang jauh dari lokasi cafetaria.
Setelah membeli tiga bungkus roti cokelat dan satu botol susu strawberry, sambil berjalan aku membuka satu bungkus roti dan memakannya, aku lanjutkan perjalananku menuju taman. Hari ini sangat cerah, hanya terlihat beberapa awan putih yang menghiasi langit yang terlihat sangat biru. Walaupun ada sedikit kekecewaan di hatiku, tapi cerahnya langit hari ini membuatku sangat nyaman.
Seperti biasa aku memasuki taman melalui jalur sebelah barat, seperti biasa juga tidak ada satu bangku kosong pun di sepanjang jalan ini. Di siang hari, taman ini memang selalu terlihat ramai, banyak mahasiswa yang menghabiskan waktu makan siangnya di sini. Di hari yang cerah seperti ini, duduk di bawah rindangnya pepohonan dan menghirup aneka wewangian bunga yang tumbuh di sini, benar-benar kondisi yang nyaman untuk beristirahat. Sesampainya aku di bagian selatan taman, aku melihat seseorang sudah duduk di bangku yang biasa aku duduki.
"Kau terlambat!!! Sudah lama aku menunggumu."
"Ma-Maaf, aku sama sekali tidak tahu kalau kau akan datang hari ini."
"Bukankah kita sudah berjanji? Terus... apa itu? Kau membawa makanan sendiri? Hm, aku pulang saja kalau begitu."
Aku tidak tahu kalau dia bisa bersikap seperti ini padaku. Melihat dia cemberut seperti itu, membuatku sangat gugup ... dia terlihat sangat manis.
"Oh ... ini, bukan ... bukan, maksudku ini roti, bukan ... maaf aku tidak menyangka kalau kau datang ke taman hari ini, jadi aku membeli sedikit makanan."
"Uuuh, jadi percuma aku habiskan sepanjang pagi hariku untuk menyiapkan bekal ini."
"Oh, jadi itu alasanmu tidak masuk di jam kuliah pagi? Tidak melihatmu di kelas, membuatku berpikir kau tidak akan datang ke kampus hari ini. Maafkan aku, Emilia ... aku datang terlambat."
Tiba-tiba Emilia melihat ke arah wajahku, aku bisa melihat matanya yang indah, pipinya memerah dan dia pun tersenyum. "Terima kasih."
"Seharusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih sudah menungguku. Terima kasih sudah membuatkan bekal untukku siang ini."
"Terima kasih. Terima kasih untuk tidak memanggilku dengan nama itu lagi. Terima kasih untuk memagggilku dengan nama itu."
Wajah itu, wajah seorang perempuan di depanku ini. Sepertinya bumi sedang menghentikan waktunya. Tidak, aku sendiri yang membuat waktu terhenti. Ini adalah hidupku, ini adalah waktuku, dengan mataku aku ingin melihat wajah ini terus. Cahaya ini, aku ingin melihat cahaya ini sepanjang hidupku.
"Hei, hei, jangan menatapku seperti itu terus, aku ... aku ... aku jadi tidak tahu harus berbuat apa jika kau terus menatapku seperti itu."
Dia terlihat sangat manis dan gugup secara bersamaan. Memang saat ini dia terlihat sangat kebingungan.
"Ma-Maaf, Lia. Aku tidak bermaksud ..."
"Hm, ayo makan ini ..."
Tiba-tiba Lia menyuapkan sesendok makanan dari bekal yang dia bawa ke dalam mulutku. Bekal ini ...
"Bagaimana? Bagaimana bekal yang aku buat?"
Aku benar-benar tidak bisa menjawabnya. Kemudian aku mengambil langsung bekal makanan dan sendok yang Lia pegang saat ini. Sesendok demi sesendok makanan terus masuk ke mulutku, aku terus makan dan makan bekal yang Lia sudah buatkan untukku.
"Pelan-pelan makannya, nanti kau tersedak."
Tidak terlalu memperhatikan apa yang dia katakan, sambil makan aku terus melihat Lia yang sedang memakan bekal dari kotak bekal yang satunya. Dia terlihat sangat menikmati makanannya. Aku tahu, masih ada dua bungkus roti yang belum kumakan, sudah kuputuskan akan memakannya setelah menghabiskan bekal dari Lia.
Tidak lama, aku berhasil menghabiskan bekal yang dibuatkan Lia untukku. Aku tidak tahu memakan bekal sebanyak itu bisa membuat rahangku merasa kelelahan. Aku pun langsung minum susu strawberry yang aku beli tadi.
"Cepat sekali makannya, apa kau baik-baik saja? Kenapa wajahmu terlihat sangat pucat?"
"Ohok ... ohok ..." Aku benar-benar kaget dengan apa yang dia katakan. Hampir saja aku memuntahkan susu yang sedang aku minum.
"Hei, apa kau baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa, Lia. Sekarang aku baik-baik saja. Siang ini aku sangat kelaparan, melihat bekal makanan yang kau buat, tiba-tiba aku menjadi bersemangat. Karena itu aku langsung memakan bekal yang kau buat dengan cepat. Hahaha ..."
"Terus kenapa wajahmu jadi pucat begitu? Tadi masih terlihat biasa saja."
"Oh, ini... maksudku, ... Oh, ya... barusan aku tersedak, makanya aku langsung minum"
"Tuh, kan, makanya pelan-pelan makannya ya. Ngomong-ngomong ...."
Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang dia katakan selanjutnya. Saat ini aku fokus memakan dan menikmati roti cokelat yang aku beli tadi di cafetaria. Roti cokelat favoritku memang suuuuurgaaaaaaa.
Setelah menghabiskan roti cokelatku, aku benar-benar tidak memperhatikan apa yang Lia katakan, yang aku lakukan hanya melihat Lia yang sedang duduk dan makan di sampingku. Hari ini, aku tidak akan pernah melupakannya. Sungguh hari yang indah.
"Hei, besok, kita makan siang bersama lagi ya? Aku, aku yang buatkan bekal lagi."
Tiba-tiba Lia berhenti makan dan mengatakan itu padaku dengan rona merah yang menghiasi wajahnya.
"Eh, tidak, tidak. Bukan maksudku, iya besok kita makan siang bersama lagi, tapi biar aku saja yang buat bekal, bagaimana?"
"Emmm... tidak apa-apa biar aku saja yang buat, aku sudah mulai terbiasa memasak kok"
Sudah aku duga ...
"Tidak apa-apa, Lia. Aku hanya tidak mau kalau Lia sampai membolos kuliah lagi. Tidak apa-apa biar aku saja yang buatkan bekal, aku sudah terbiasa buat bekal untuk makan siang. Lagi pula, apa Lia tidak merasa penasaran dengan masakanku?"
"Emmm ... baiklah kalau begitu. Besok di jam yang sama ya."
SELAMAT ... aku selamat ... Terima kasih Tuhan. Aku benar-benar bersyukur dalam hatiku.
"OK!!!" jawabku padanya.
Lia terlihat menyelesaikan kegiatan makannya dan mulai merapikan peralatan makan dan kotak nasi yang kami gunakan siang ini. Setelah berbincang-bincang selama beberapa menit. Kami pun memutuskan untuk kembali ke kelas karena jam kuliah siang sebentar lagi akan dimulai.
"Lia, sekali lagi terima kasih untuk makan siangnya ya."
Tidak terlalu memperhatikan dengan apa yang Lia ucapkan, aku hanya terpaku melihat senyumannya. Kemudian aku melihat Lia berjalan ke arah jalur taman sebelah timur seperti biasanya. Aku pun berjalan ke arah jalur sebelah barat yang biasa aku lewati.
"Hei!"
Tiba-tiba aku memendengar Lia memanggilku, aku pun menoleh ke belakang untuk menjawab panggilannya dan... tiba-tiba dia berlari ke arahku kemudian memeluk lengan kiriku.
"Emi ... Emiliia ..." Aku hanya bisa mengucapkan namanya dengan gugup dan terbata-bata.
Sambil memeluk lenganku, dia pun menengadahkan kepalanya kearahku ...
"Elliot, terima kasih untuk hari ini. Aku sangat bahagia."
Aku hanya bisa tersenyum, mendengar suaranya dan melihat senyumannya saat ini. Sungguh cahaya yang indah.
Flashback off…