Pekerjaan Nayara di kantor tidak begitu sulit. Dia hanya perlu mengawasi para karyawan selama ayahnya di Indonesia. Nayara kira dia akan dibanjiri banyak tumpukan file yang harus di kerjakan. Tapi kegiatan Nayara hanya duduk di dalam kantor dan menunggu jam pulang.
"Lah, ternyata cuma gini doang kerjaan Gue. Gue kira bakalan sibuk banget."
Nayara berdiri di sebelah jendela besar kantor. Melihat orang berlalu lalang di jalanan. Tiba-tiba ponsel Nayara bordering. Rivano menelpon Nayara.
"Halo Pa?"
"Gimana keadaan kantor?" Tanya Rivano.
"Sejauh ini aman terkendali Pa. Kerjaan Nayara cuma duduk di kantor terus nunggu jam pulang. Nggak ada tugas lain emang?"
"Nggak, kakak-kakak kamu yang nyelesaiin urusannya. Kamu fokus liburan aja ya Nay. Papa tahu kamu lagi bosen-bosennya. William sempet jenguk kamu nggak?"
"Dia baru pulang kemarin, lusa bakal jemput Nayara di sini."
"Oke kalau gitu, Papa udahan ya."
Rivano lalu memutus sambungan telponnya.
"Tinggal empat hari lagi Gue harus balik ke Indonesia. Kata Papa Gue sengaja di suruh kesini untuk liburan. Kenapa nggak bilang dari awal, tahu gitu Gue langsung capcus dong."
Nayara memutuskan untuk pergi berkeliling kota Libya bersama Dokter yang dikirim oleh William dan Grey. Grey sengaja di suruh untuk menjaga Nayara oleh William. Seharian penuh Nayara menghabiskan waktu berjalan-jalan dan berbelanja sesuka hati.
"Hai, kamu lagi dimana?" Tanya William lewat layar ponselnya.
"Baru habis jalan-jalan. Udah makan?"
"Aku udah, sama siapa jalan-jalannya? Bukannya kamu harusnya di kantor ya? Ini belum jam pulang."
"Masalah itu, kata Papa aku sengaja disuruh kesini buat liburan. Kak Niko sama Kak Nathan yang bakal nyelesaiin pekerjaannya," jawab Nayara.
"Oh gitu, besok aku kesana."
"Kok nggak jadi lusa?"
"Iya, kerjaannya udah selesai. Grey sama Dokter ikut kamu kan?"
"Iya, mereka ngawasin aku dua puluh empat jam."
"Kalau gitu aku tutup ya telponnya. Nanti malem aku telpon kamu lagi."
"Iya, dada."
Nayara menghela napasnya, sudah lama dia tidak berlibur seorang diri keluar negeri.
"William, kamu besok 'kan nyusul Nayara?" Tanya Adele.
"Iya Ma, Mama kenapa bisa ada disini?" Adele saat ini sedang berada di kantor William. Dirinya merindukan Nayara.
"Mama mau ketemu kamu lah, udah lama kamu nggak pulang kerumah soalnya." Adele lalu duduk di sofa ruangan William.
"Sibuk Ma. Justin nggak ikut?" Tanya William.
"Dia lagi jalan sama Kania. Mama sendirian di rumah." Adele terlihat murung dan kesepian.
"Mau William cariin temen? Kayanya nggak perlu deh asisten di rumah kan banyak."
"Asisten semuanya pada sibuk ngelakuin tugas masing-masing. Mama habis ini mau ke salon sama Mama Sheri. Lagi nunggu dia cek kesehatan makanya mampir bentar kesini. Mama pergi ya kalau gitu. Jemput Nayara buruan ya, langsung suruh ketemu Mama oke?" Kata Adele lalu bersiap untuk pergi.
"Siip Ma."
"Mama pergi dulu ya," kata Adele lalu keluar dari ruangan William.
"Hati-hati ya Ma."
Adele akhirnya pergi dari kantor William dan bertemu dengan Sherina. Mereka berjanji bertemu di salon langganan mereka.
"Hai Sherina, lama nggak ketemu." Adele memeluk Sherina begitu juga Sherina.
"Hai, Adele. Iya nih sibuk soalnya. Gimana kabar kamu?"
"Baik baik."
Setelah satu jam mereka telah selesai mengurus rambut mereka. Lalu mereka pergi ke sebuah kafe untuk mengobrol.
Nayara sudah sampai di hotelnya dan membersihkan diri. Hari sudah malam, untungnya hotel Nayara terletak di dekat pantai jadi Nayara bisa berjalan-jalan di pantai.
Biasanya Nayara berjalan bersama William tapi hari ini dia berjalan sendiri di pinggir pantai. Nayara mengelus kandungannya yang sudah berusia lima bulan. Empat bulan lagi Nayara akan melahirkan dan akan menjadi seorang ibu.
"Anak Mama, lahir yang sehat ya. Semoga nanti kamu jadi kaya kakek-kakek kamu dan ayah kamu ya Nak. Mama nunggu kehadiran kamu," Kata Nayara pelan.
Grey tersenyum melihat Nayara yang juga tersenyum senang karena kandungannya. Grey jadi mengingat istrinya di rumah yang juga sedang mengandung sama seperti Nayara.
"Dingin, Gue mau balik sekarang aja."
Selama dua hari Nayara menghabiskan waktu dengan berkeliling kota Libya bersama Grey dan Dokternya tentunya. William juga sudah bertemu dengan Nayara. William sampai di sana dini hari tadi. Mereka berdua sedang tertidur lelap hingga Grey harus membangunkan mereka.
****
"Babababa, anak Mama pinter banget." Gisel sedang bermain bersama Mika di ruang tengah.
"Mika, cepet gede ya nak supaya bisa ke salon sama Mama."
"Masih dua bulan anaknya Bu, udah di ajak ke salon aja." Renata menggelengkan kepalanya.
"Kan ngasih tahu aja, Bun. Jujur Gisel nggak sabar soalnya," kata Gisel semangat.
"Nanti anak kamu sama anaknya Nayara bakal ngulang kisah persahabatan kalian. Anak kalian pasti jadi sahabat deket."
"Anaknya Nayara cowok katanya Bun. Masak jadi sahabatan, nggak ada cowok dan cewek yang sahabatan. Pasti naruh perasaan kayak kita semua."
"Jodohin dong, dari kecil udah di cariin jodoh supaya nanti kalau udah besar nggak repot-repot nyarinya."
"Udah lah, Bun masih kecil Mikanya udah di jodohin. Nikahnya umur berapa dong? Biarin dia milih cowok sendiri."
"Kan cuma bilang!!!"
Lima bulan sudah berlalu, Nayara sudah melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan. Nayara memberi nama anaknya Leonardo Akendra. Selama seminggu Nayara dirawat di rumah sakit dan baru diperbolehkan untuk pulang hari ini. Untuk sementara, Nayara akan tinggal di rumah Adele.
"Pa, lihat cucu pertama kita," ucap Adele dengan air mata yang masih menetes. Ini kali pertama ia bertemu dengan cucunya.
"Leo, ini kakek sayang," kata Nayara dan menyerahkan Leo ke gendongan Thomas untuk pertama kalinya.
"Astaga, kecil sekali kamu, nak. Kakek bangga." Tanpa sengaja Thomas meneteskan air matanya dan mencium tangan mungil Leo.
"Namanya udah sesuai sama yang Papa kasih tahu?" Tanya Thomas sambil menatap William.
"Udah, tapi diubah dikit. Yang harusnya Leo Kanendra jadi Leonardo Akendra. Gimana, bagus nggak?"
"Iya bagus, terimakasih Nayara karena udah bawa bahagia bagi keluarga kita," ucap Thomas yang masih terhanyut dalam kebahagiaan.
"William juga makasih ya nak udah ngasih Mama cucu. Mama tahu tanpa kerja keras kamu ini nggak mungkin terjadi. Makasih ya nak," Adele memeluk William.
"Ponakan Gue!" Pekik Justin yang langsung berlari mendekat ke arah Leo.
"Kak, Gue boleh nyentuh dia nggak?" Tanya Justin dengan wajah yang berbinar.
"Mandi dulu Lo, baru Gue izinin. Sana!" Perintah William.
Dengan secepat kilat Justin berlari dan masuk ke kamarnya. Menaruh asal tas dan bolanya lalu segera mandi. Memakai gel rambut tak lupa parfum agar harum. Baru lah Justin kembali turun dalam keadaan rapi dan bersih.
"Udah, sekarang boleh 'kan?" Tanya Justin.
"Cepet banget Lo mandi," ucap Nayara sambil tertawa.
"Pa, gantian…" Rengek Justin.
"Entar dulu, Mama yang duluan ngantri. Kamu terakhir aja," kata Adele.
"Yah, Ma. Justin udah bela-belain mandi cuma lima menit tapi bersih untuk gendong dia Ma. Mama…"
"Nggak! Pa, sekarang giliran Mama yang gendong cucu Mama. Huh!"
Thomas menyerahkan Leo ke gendongan Adele. Justin hanya menatap pasrah ke arah ibunya yang bermain bersama Leo.
"Nanti malem, Justin culik bayinya!" Kata Justin. Justin lalu duduk di sebelah Nayara setelah lama bersujud di depan ayahnya.
"Namanya siapa kak, ponakan Gue?" Tanya Justin.
"Leonardo Akendra, bagus nggak?" Jawab Nayara.
"Kenapa bukan Patrick Lol aja? Keren kan, bisa di buat game," kata Justin polos.
"Lo aja yang harusnya dinamain Justin Dumb! Enak aja namain anak orang pake nama aneh-aneh!" Kata William.
"Kan cuma saran, kalau nggak suka ya nggak usah di pake bego Lu!" Teriak Justin.
"Justin, dari pada kamu ngomel-ngomel mending makan dulu sana. Kasihan cacing di perut kamu kelaparan belum di kasih makan dari pagi," ucap Adele.
"Ayo kak kita makan," ajak Justin.
"Kita udah makan berempat, Lo makan aja sendiri," kata Nayara.
"Astaga, bisa-bisanya. Pasti karena makhluk kecil nan menggemaskan ini kan? Tahta Gue di rebut! Fine! Mulai sekarang kita musuh bebuyutan oke!" Teriak Justin.
"Udah deh Jus, ribet banget Lu," ucap William.
"Makan aja mending Jus, tadi kita udah makan di rumah sakit."
"Kak Nayara the best sih emang, nggak kaya si onoh." Justin menunjuk William dengan dagunya.
"William, Nayara, kalian istirahat aja sana. Leo biar kita yang jaga. Pasti capek kan seminggu penuh di rumah sakit."
"Oke, Ma. Makasih ya Ma," kata William lalu mengajak Nayara ke kamar mereka.
"Makasih ya, Sayang. Kamu udah melengkapi keluarga kecil kita." William mengecup kening Nayara lama.
"Iya, aku juga berterimakasih sama kamu. Karena kamu udah jadi suami dan ayah yang baik."
"Aku tahu itu."
William dan Nayara berpelukan mesra.
Tiga bulan berlalu…
Nayara dan William mengadakan pesta tiga bulan anaknya. Mengundang banyak orang penting dan sanak saudara.
"Nay, Gue mau lihat anak Lo." Kata Astrid.
"Lihat aja, jangan di ganggu ya soalnya lagi tidur," kata Nayara.
"Siip! Ya ampun lucu banget sih anak Lo. Gue juga pingin cepet-cepet lahiran biar bisa ngerasain kaya Lo juga." Astrid sedang mengandung anak pertamanya.
Nayara hanya tersenyum melihat teman-temannya yang bahagia dengan kelahiran putranya.
"Dita? Bukannya anak kalian lahirnya bareng ya? Lo nggak bikin upacara?" Tanya Karin.
"Anak Gue lahir besoknya setelah Leo lahir, jadi besok upacaranya. Gue mau jenguk ponakan Gue dulu." Dita juga sama seperti yang lainnya. Terpana melihat ketampanan Leo.
"Anak Lo mana, Dit?" Tanya Nayara.
"Sama Ayahnya, Andrew keukeuh pingin gendong dia."
"Semua ayah kaya gitu, Mika juga di gotong sama ayahnya," kata Gisel.
"Mika mah, lucu banget gembul. Gue juga mau punya anak cewek," kata Karin.
"Sabar, nunggu proses."
"Guys, makan dulu gih. Gue mau nyambut yang lainnya dulu ya," kata Nayara.
"Iya iya, Leo serahin aja ke kita."
"Ibu-ibu, permisi sebentar ya. Saya sebagai Om sahnya Leo mau foto bentar," kata Justin menyela para wanita.
"Cepetan ya Justin, hari ini Leo cuma milik kita aja," ucap Lily.
"Idih, sabar." Justin lalu memotret Leo yang sedang terlelap.
"Bisa kali di jodohin Leo sama Mika Nay," kata Karin.
"Lihat nanti, Gue oke aja sih."
Sesi foto bersama telah di mulai.
Pertama-tama, William dan Nayara serta teman-temannya berfoto dulu. Setelah itu, keluarga Nayara dan William, lalu Justin dengan Leo. Baru setelah itu William, Nayara dan Leo.
"Leo, sshh jangan nangis ya, Nak. Shhh...." Nayara menimang-nimang Leo yang terus saja menangis dan terlihat tak akan berhenti dalam waktu dekat. Mungkin Leo merasa tidak nyaman ketika berada di keramaian.
"Leo masih belum mau diem ya, Nay?" Tanya Adele.
"Iya, Ma. Nayara nggak tahu Leo kenapa."
"Sayang, sini coba aku aja yang gendong Leo. Kayanya anak ganteng Papa pingin digendong sama Papa, ya?" William lalu mengambil alih Leo dari gendongan Nayara dan menimang-nimang putranya. Leo akhirnya diam dan kembali tenang lalu bercanda dengan William.
"Bener deh kayanya, dia pingin sama Papanya. Kamu itu, padahal Mama loh yang bawa kamu kemana-mana selama sembilan bulan," ujar Nayara bercanda.
"Kan dia jagoan Papa, Leo Akendra Papa sayang kamu, Nak." William mengecup pipi anaknya.
"Aku juga mau," rengek Nayara dengan wajah menggemaskan. William lalu mengecup bibir Nayara singkat dan tersenyum.
"Kamu lucu banget semenjak jadi mama. Kamu nggak mau ya kasih sayang aku dibagi buat Leo?" Tanya William.
"Nggak ya! GR banget!" Teriak Nayara.
"Ekhem! Kalau gitu Mama mau keluar dulu ya. Kalian diem di sini aja tenangin Leo," kata Adele lalu keluar dari ruangan khusus William dan Nayara.
"Sampe lupa kalau ada Mama di sini," kata Nayara lalu terkekeh bersama William. Tak lama, kekehan kecil dari Leo juga terdengar dan itu membuat William dan Nayara semakin mengeraskan tawa mereka.
Kehadiran Leo sangat sukses membuat keluarga kecil William sempurna. Hari-hari yang mereka lewati tak satupun ada air mata di dalamnya. Setiap hari, William dan Nayara dengan sayang merawat Leo.