Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 59 - Bab 58

Chapter 59 - Bab 58

Andrew duduk di sofa kamar Nayara sembari menunggu Nayara yang katanya sedang mandi. Andrew berjalan-jalan sebentar mengelilingi rak buku yang tertata rapi dengan berbagai macam jenis buku. Mata Andrew terpikat oleh satu buku diary yang ada di atas meja belajar Nayara. Andrew lalu membuka diary itu dan tersenyum saat melihat isi dari diary itu.

"Dih si Christ sama Karin padahal udah suka dari dulu tapi masih aja jual mahal. Ini apaan astaga? Hahahaha muka Gue kayak cicak!" Gumam Andrew sambil sesekali tertawa terbahak-bahak saat mengamati foto dirinya dan teman-temannya.

"Nay ada tamu tuh di kamar Lo," kata Nathan yang asik bermain bersama putrinya.

"Siapa kak?" Tanya Nayara sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Ada buruan sana ditungguin loh. Mandi kaya putri solo!" Omel Nathan.

"Iya iya bawel!" Kata Nayara lalu masuk ke kamarnya.

"Eh hai Nay," sapa Andrew canggung lalu segera meletakkan buku diary yang ada ditangannya kembali ke tempat semula.

"Hai, ada apa ya?" Tanya Nayara lalu duduk di kursi meja riasnya dan menata rambutnya.

"Hmm Lo tahu Saka kemana?" Tanya Andrew.

"Saka? Bukannya dia bareng kalian bertiga ya?" Tanya Nayara lalu menghentikan kegiatannya sejenak.

"Awalnya tapi karena satu insiden kita jadi pecah," jawab Andrew.

"Owh," Nayara kemudian melanjutkan kegiatannya tadi.

"Lo gak penasaran sama kejadian yang menimpa Saka?" Tanya Andrew.

"Emang siapa Saka sampai Gue harus tahu kejadian apa aja yang udah di alamin sama dia?" Pertanyaan Nayara sukses membuat Andrew diam dan menunduk. Benar juga mereka sudah resmi putus hubungan sejak dua tahun lalu.

"Orang tua Saka cerai. Semua aset Saka udah dijual." Nayara Hanya diam menanggapi Andrew.

"Maafin kita Nay," kata Andrew pelan namun samar-samar di dengar Nayara.

"Buat?" Tanya Nayara.

"Nay nanti malem dateng ke rumah pohon jam lima sore kalau Lo mau tahu rincian kejadiannya. Dan Christ sama Karin udah pacaran," jelas Andrew.

"Selamat deh buat mereka," kata Nayara sambil tersenyum menunduk.

"Gue bakal nunggu Lo disana hanya sampai jam 5 sore. Kalau Lo telat semuanya beneran berakhir Nay," kata Andrew.

Nayara menatap Andrew lekat begitupun sebaliknya. Andrew lalu melangkah mendekati pintu kamar Nayara dan membuka gagang pintu itu.

"Gue pamit Nay," kata Andrew lalu keluar dari kamar Nayara.

"Ah botol minumnya belum Gue kembaliin lagi," kata Nayara menatap frustasi ke arah botol yang ada di genggamannya.

"Kak Gue permisi dulu," kata Andrew kepada Nathan.

"Yoi! Hati-hati," kata Nathan.

Andrew lalu berjalan keluar dan berjalan menuju rumahnya yang berada di belakang rumah Nayara. Andrew langsung masuk ke kamarnya, bahkan Ia menghiraukan panggilan ibunya tadi. Andrew berdiri di depan kaca dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Segini aja usaha Lo untuk nyatuin sahabat Lo? Cih! Berusaha lagi dong," kata Andrew kepada dirinya sambil tersenyum sinis.

"Ngomongin apaan Lo berdua tadi?" Tanya Nathan kepada Nayara yang baru saja turun dari kamarnya.

"Nanyain kabar nanyain sekolah udah gitu aja," kata Nayara lalu mengambil Tania dan menggendongnya.

"Bababa Tania cantik," kata Nayara dan membuat Tania tertawa gemas.

"Hilih! Tadi pas Andrew kesini mukanya gugup banget. Pas keluar tadi mukanya lega gitu," kata Nathan.

"Iya lah lega kan udah ketemu gimana sih Lu!" Omel Nayara.

"Iya ya, Lo sama Gisel dan Bas-,"

"Jangan nyebut nama mereka! Awas aja Lo berani nyebut nama mereka lagi Gue tonjok muka Lo!" Kata Nayara sadis.

"Maaf," kata Nathan sambil memutar bola matanya.

"Batu banget kamu Nay," gumam Freya yang berada tak jauh dari mereka.

"Tania Sania waktunya bobok sayang," kata Freya sambil membawa sua botol susu ditangannya.

"Nay bantuin jagain Tania ya kakak mau masak," kata Freya.

"Eh eh eh Nayara aja kak yang masak gapapa," kata Nayara dengan wajah trauma menatap Freya.

"Tenang aja kakak cuma angetin sop mama yang tadi pagi," jawab Freya dengan senyum lalu berjalan ke arah dapur.

"Cup cup," kata Nayara sambil menimang-nimang Tania. Sania sudah tertidur pulas sedangkan Tania masih membiarkan matanya terbuka lebar. Nayara lelah dengan posisi menggendong Tania selama lebih dari dua puluh menit.

"Iya iya tutup matanya Tania sshh sshh," akhirnya Tania pun tertidur.

"Bawa sini Nay," kata Nathan sambil merapikan box bayi yang ada di hadapannya.

"Ga capek apa Lo tiap hari bolak balik naik turun ngangkat box ini?" Tanya Nayara.

"Ya nggak lah sesekali doang," jawab Nathan lalu menyenderkan kepalanya di sofa.

"Kuat juga ya Lo," kata Nayara dengan nada meremehkan Nathan.

"Kemarin aja Gue main lima ronde sama Freya padahal Gue lembur," kata Nathan.

"Haha perasaan Gue kaga nanya!" Kata Nayara lalu melemparkan bantal ke wajah Nathan.

"Sayang apaan sih malu tahu!" Kata Freya lalu duduk di sebelah Nathan.

"Udah makan Nay? Makan dulu gih sana," kata Freya.

"Nanti aja deh kak. Kalau gitu Nayara mau keluar nyari udara segar," kata Nayara lalu keluar dari rumahnya.

"Gimana rencana kedua kapan mau dilaksanain?" Tanya Freya.

"Ga jadi! Semuanya udah nyerah bantuin Gisel sama Bastian. Lagian mereka bertiga musuhan ngapain kita yang sibuk nyatuin?" Kata Nathan.

"Loh kok gitu? Harusnya kita juga berusaha dong nyatuin mereka," rengek Freya.

"Denger ya, aku cerita di depan kamu karena kamu sekarang udah bukan lagi pacar aku, tapi istri aku," jelas Nathan dan Freya pun serius mendengarkan Nathan.

"Nayara udah dua kali di tinggalin sama sahabatnya. Cowok yang tadi namanya Andrew."

"Terus," kata Freya dengan tatapan intens.

"Dia sahabat Nayara dari kecil selain Gisel sama Bastian. Total anggotanya waktu itu kalau nggak salah lima orang. Entah kenapa sekaranf mereka jadi jarang ketemu, dari sana deh semuanya berakhir. Pada mencar keluar negeri tapi ada juga yang di Indonesia tapi tinggalnya jauh, kayaknya," jelas Nathan.

"Kalau kayaknya ngapain serius banget nyeritain?" Tanya Freya sambil mengernyitkan dahinya.

"Tentang mereka di luar negeri atau di Indonesia aku ga yakin sayang," jawab Nathan.

"Kasihan Nayara, pasti sekarang dia lebih kesepian. Kamu udah punya aku sama si kembar. Nicholas sibuk kuliah sama Raya," kata Freya lalu menyenderkan kepalanya di bahu Nathan.

"Gatahu dah biarin aja mereka nyelesaiin sendiri," kata Nathan lalu mengusap kepala Freya lembut.

"Hooeekkk....Hoooeeekkkk.....," terdengar suara tangisan Sania yang membuat Freya langsung berdiri dan menghampiri bayi kecilnya. Freya lalu menggendong Sania dan menimang-nimang Sania.

"Sayang cup cup iya mama disini," kata Freya sambil menggendong Sania.

"Anak papa jangan nangis dong cup cup," kata Nathan ikut berdiri di belakang Freya.

"Nath besok kita harus ke puskesmas buat imunisasi Nia Twins," kata Freya.

"Besok ya? Minta tolong Nayara aja bisa gak? Soalnya besok ada meeting perusahaan," jawab Nathan.

"Habis meeting gapapa kok," kata Freya.

"Habis meeting aku kuliah hehe maaf," kata Nathan lalu menunduk.

"Huh. Iya deh gapapa," kata Freya pasrah.

"Maaf ya sayang lain kali aku temenin," kata Nathan.

****

Nayara bersepeda keliling kompleks dan menuju ke taman. Di sana terdapat banyak orang, ada yang joging, bermain, dan juga bermesraan. Nayara lalu melajukan sepedanya ke arena bersepeda menemui salah satu orang yang Ia kenal.

"Sore Kak," sapa Nayara.

"Lah Naya ternyata sore. Tumben banget sepedaan," kata Laki-laki itu.

"Iya nih lagi gabut," jawab Nayara sambil sedikit tersenyum.

"Gue denger Lo koma ya waktu ini empat bulan? Maaf banget Gue ga bisa jenguk Gue juga sakit waktu itu," kata laki-laki itu.

"Sakit apaan kak? Udah sembuh?" Tanya Nayara.

"Biasa kaki yang patah kumat lagi. Udah gapapa tapi dokter bilang," laki-laki itu menjeda kalimatnya dan menundukkan kepalanya. Lalu Ia mengangkat kepalanya dan tersenyum ke arah Nayara.

"Dokter bilang Gue ga bisa main sepeda lagi, forever," katanya.

"Tapi Gue harus kuat! Gue ga boleh nyerah sama mimpi Gue untuk menjadi pembalap sepeda profesional. Ya walaupun Gue tahu cuma keajaiban yang bisa bantu Gue, seenggaknya Gue berusaha," kata laki-laki itu.

"Iya kak, Lo ga boleh nyerah sama mimpi Lo! Gue yakin Lo bisa!" Kata Nayara sambil mengacungkan jempolnya.

"Banyak senyum Lo sekarang Nay," kata laki-laki itu.

"Lo juga hehe. Gue mau keliling ya kak bye-bye," kata Nayara lalu berlalu dari hadapan laki-laki itu.

****

"Sandrina mulai sekarang bakal ada di kelas ini," kata ketua kelas di depan semua anggota kelas.

"What? Anak jalang masuk kelas ini? Ah Gue harus pindah dari sini!" Kata seorang siswa.

SMA Semesta membagi beberapa kelas sesuai kelompok sosial. Misalnya seperti anak kelas atas, menengah ke atas, menengah ke bawah dan bawah. Tentu saja anak kelas bawah bisa masuk lewat ujian seleksi yang sangat ketat.

Kecuali kelas Nayara dan William. Kelas mereka hanya dikhususkan untuk anak-anak yang memiliki IQ di atas rata-rata dan tidak memandang harta. Tapi rata-rata anggota kelasnya merupakan calon pewaris.

Kelas Jesse termasuk kelas sosial atas. Kelas Gisel, dan Bastian termasuk kelas menengah ke atas karena mereka tidak sepadan dengan kepintaran anak kelompok sosial, maksudnya masih jauh di bawah mereka.

"Lo boleh duduk di sebelah Jesse. Lo pindah ke bangku Gue," kata ketua kelas menyuruh teman duduk Jesse pindah ke sebelahnya.

"Ga sudi Gue sebelahan sama Lo," kata ketua kelas itu sinis.

"Maaf Jesse jadi ngerepotin Lo," kata Sandrina lalu duduk di sebelah Jesse.

"Gapapa, Gue mau nyamperin Nayara dulu Lo mau ikut?" Tanya Jesse.

"Emang boleh?" Tanya Sandrina pelan.

"Boleh dong ayo," kata Jesse tanpa sadar menarik tangan Sandrina.

Sementara di kantin Nayara, William, Tiara, Reihan, Rendi, dan Wulan duduk di sebuah meja dan berisi dua kursi kosong. Di pojok kantin itu Gisel, Bastian, Andre, dan Indah juga sedang makan.

"Nay gimana sama cinta pertama Lo? Udah ketemu belum orangnya?" Tanya Tiara.

"Cinta pertama apaan dah! Gak punya Gue," jawab Nayara.

"Itu yang di bilang sama Jus-,"

"Ekhem!" William sengaja batuk dengan keras untuk menghentikan Tiara.

"Gajadi deh hehe," kata Tiara tertawa canggung.

"Kenapa Will? Sakit?" Tanya Nayara lalu menaruh punggung tangannya di dahi William.

"Nggak kok Gue gapapa," jawab William dengan senyum manis yang Ia tunjukkan hanya untuk Nayara.

"Sayang," sapa Jesse lalu muncul di hadapan Nayara dengan Sandrina yang ada di belakangnya.

"Yah gagal deh William," gumam Rendi.

Nayara menatap sinis ke arah Sandrina. Pertama kali Ia sangat membenci seseorang. Sandrina yang di tatap pun merasa risih dan sesekali menggaruk belakang kepalanya.

"Lo ga peka apa gimana sih?" Teriak Wulan.

"Sayang ssstt," kata Rendi berusaha menghentikan Wulan.

"Bentar dulu," kata Wulan lalu akhirnya diam setelah Rendi menatap matanya.

"Kenapa kalian pegangan?" Tanya Nayara dingin.

Cepat-cepat Jesse melepaskan genggaman tangannya dari Sandrina. Jesse lalu duduk di kursi kosong di sebelah Nayara. Ia lalu mengambil tangan Nayara dan mengelus lembut tangan Nayara.

"Maaf aku ga sengaja tadi ga sabar pingin genggam tangan kamu sih," kata Jesse beralasan.

"Lepas!" Bukan bukan Nayara yang bilang melainkan William. Ya William Ackerley lalu menghempaskan tangan Jesse jauh.

"Jangan sentuh Nayara atau Gue hajar Lo disini sekarang juga!" Teriak William.

"Heh heh jangan dong, gila Lo! Jangan emosian. William! Biarin lah dia megang tangan Nayara kan dia pacarnya," kata Reihan berniat menghentikan pertengkaran itu. Namun sepertinya kata-kata yang Ia keluarkan salah. William tersenyum sinis menatap Reihan.

"Memang Jesse pacarnya Nayara. Memang Gue bukan siapa-siapanya Nayara. Tapi Gue dapet restu oi dari mamanya!" Kata William sambil bergantian menatap Jesse dan Reihan.

"Sialan!" Bugh!

Jesse menghantam tepat di titik vital William. Membuat laki-laki itu terhuyung dan merasa pusing di bagian kepalanya. Perlahan penglihatannya memudar dan jatuh ke belakang.

"Nay," kata terakhir yang di ucapkan William sebelum akhirnya Ia pingsan dan di gotong ke UKS.

"Jesse kayaknya kita perlu ngomong berdua deh. Ikut aku!" Kata Nayara ke arah Jesse.

Dengan pasrah Jesse hanya mengikuti Nayara ke rooftop. Jesse tidak berani mengangkat kepalanya, sehingga Ia hanya bisa melihat ujung kakinya saja.

"Aku tahu kamu gak salah," kata Nayara lembut.

"Ha?"

"Kamu gak salah, wajar sih kamu ngehajar William orang dia bikin kamu kesel, ya kan?" Tanya Nayara sambil tersenyum manis.

"Iyakan? Aku gak salah! Orang dianya aja suka pamer ga jelas gitu!" Kata Jesse.

"Tapi yang bikin marah kenapa kamu gandengan dan deket-deket terus sama Sandrina? Aku tahu dia tinggal di rumah kamu tapi apa gak bisa ya kamu disekolah pura-pura ga kenal sama dia? Gapapa di rumah kalian mau sedeket apapun kaya perangko sama surat juga gapapa," ucap Nayara panjang lebar.

"Tapi di sekolah please Jesse harga diri aku jatuh tahu gak? Hati aku sakit setiap denger orang ngomongin kedeketan di antara kamu sama Sandrina. Oke aku akuin ini ga baik, ga baik buat benci sama orang berlebihan. Tapi aku ga bisa Jesse Adrian! Aku benci Sandrina kamu tahu kan?" Kata Nayara sambil menatap tajam ke arah Jesse.

"Maaf," hanya kata itu yang keluar dari mulut Jesse.

"Gue minta maaf Nay!" Teriak Sandrina yang entah sudah berapa lama ada di sana. Dan apakah Sandrina mendengar pembicaraan Jesse dan Nayara?

"Ngapain Lo di sana?" Tanya Jesse.

"Maaf tadi Gue ngikutin kalian. Gue cuma takut kalau Lo bikin Jesse nangis," kata Sandrina.

"Cih! Kalau Gue bikin Jesse nangis kenapa?" Tanya Nayara sambil tetap berdiri di tempatnya yang semula.

"Gue bak-,"

"Lo bakal meluk dia dan jadi tempat curhat gitu? Owh Lo suka Jesse? Tapi maaf ya Jesse cuma milik Gue!' Kata Nayara dengan lantang.

Jesse tersenyum saat Nayara menyebutnya sebagai miliknya. Betapa bahagianya hati Jesse saat ini.

"Kok diem? Lanjut dong jadi pahlawannya! Ck! Ck! Ck! Zaman sekarang masih aja ada cewek bodoh kaya Lo!" Kata Nayara lalu menarik tangan Jesse untuk pergi dari rooftop.

"Tunggu Nay," kata Jesse membuat Nayara menghentikan langkahnya.

"Apa lagi sekarang?" Tanya Nayara tidak suka.

"Lo cuma anak pembantu di rumah Gue San. Dan tujuan Gue masukin Lo di kelas Gue cuma untuk ngebabuin Lo. Ayo sayang," kata Jesse dan kini Jesse yang mangenggam tangan Nayara erat.

"Sialan!" Pekik Sandrina lalu mengacak-acak rambutnya.

****

"Will? Kamu inget kan siapa aku?" Tanya Gisel.

"Jesse kemana?" Tanya William panik.

"Apaan Lo nyariin Gue? Kangen?" Tanya Jesse sambil menunjukkan senyum sinisnya.

"Kagak! Nayara mana?" Tanya William lagi.

"Mau apa Lo sama cewek Gue?" Tanya Jesse.

"Gue ga peduli, Nayara mana?" Tanya William sambil mengepalkan tangannya.

"Ya mau Lo apa dulu?" Tanya Jesse.

"Heh! Heh! Cukup! Cukup! Ini bukan sesi tanya menanya ya! Nayara lagi dipanggil guru gatahu kenapa! Ga usah panik!" Teriak Wulan yang akhirnya angkat suara setelah lama Ia tahan.

"Maaf tadi Gue ngehajar Lo. Lagian Lo sih bikin kesel Gue," kata Jesse menjulurkan tangannya.

"Ganti rugi Lo!" Kata William sambil menepis pelan tangan Jesse.

"Gue traktir deh Lo nanti. Tapi nih ya Gue kasih tahu Nayara ga marah karena Gue nonjokin Lo," kata Jesse yang membuat semua orang tidak percaya.

"Bohong Lo! Mana mungkin Nayara gak marah!" Teriak Tiara.

"Suwer tanya aja nanti kalau ga percaya," kata Jesse sambil mengangkat jari tangannya yang berbentuk V.

"Nayara Lo kasih pelet apa ha?! Sampai-sampai otak Nayara ga kerja gitu!" Kini giliran Wulan lagi yang angkat bicara.

"Nuduh Lo! Ga ada Gue apa-apain emang dari sananya aja daya tarik Gue tinggi," sombong Jesse.

"Gue dulu setuju Lo sama Nayara. Tapi makin Lo deket Sandrina makin benci Gue sama Lo," kata Reihan lalu merangkul Tiara untuk keluar dari UKS.

"Gue juga! Sorry bro mulai sekarang Gue bakal dukung William," kata Rendi ikut keluar bersama dengan Wulan.

"Kamu dulu emang beneran setuju sama Jesse?" Tanya Tiara.

"Iya, kamu juga kan? Tapi karena Sandrina udah lah lupakan. Btw kamu mau ke museum gak sore ini?" Tanya Reihan berusaha mengalihkan topik.

"Mau mau! Udah lama gak ke museum," kata Tiara.

"Oke nanti aku pesen tiketnya," kata Reihan lalu mengacak rambut Tiara gemas.

Sandrina mendengar semua perkataan Reihan dan Tiara. Dirinya merasa seolah-olah memang dirinya lah yang menjadi penghambat di antara Jesse dan Nayara. dan tanpa sadar Sandrina menusuk tangannya hingga mengeluarkan darah.

****

"Andrew?" Tanya Nayara saat melihat Andrew ada di kamarnya lagi siang ini.

"Ada apa lagi, ha?" Tanya Nayara dengan wajah jengahnya.

"Ternyata Lo ga dateng kemarin. Padahal Gue udah nunggu kesempatan itu," kata Andrew.

"Kemarin? Oh iya Gue lupa haduh Nayara gimana sih!" Kata Nayara dalam hati.

"Gue bakal bilang sekarang jadi tolong dengerin," kata Andrew.

"Tunggu tunggu! Gue ada les habis ini besok aja bisa kan jelasinnya? Gue buru-buru," kata Nayara lalu segera mengambil hoodie dan hendak keluar dari kamarnya dan terhenti saat mendengar perkataan Andrew.

"Nay Gue tahu Lo penasaran Gue tahu Lo kangen sama yang lain. Tapi Lo takut kan kalau mereka dan Gue bakal ninggalin Lo lagi?" Tanya Andrew.

"Gue paham Nay please kasih kesempatan Gue buat jelasin semuanya. Jangan lari dari masalah tolong," kata Andrew dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. Begitu juga dengan Nayara.

"Mereka juga pingin ketemu Lo, ngomong sama Lo. Tapi Lo nya ngehindar mulu dari kita Nay. Please bersikap dewasa dan selesaiin masalahnya," kata Andrew dengan tangis yang sudah pecah.

"Bersikap dewasa ya Ndrew? Bukannya kalian yang harusnya bersikap dewasa?" Tanya Nayara tanpa membalikkan badannya.

"Maksudnya?" Tanya Andrew.

"Lo ga pernah tahu apa yang selama ini terjadi sama Gue! Lo ga tahu apa aja masalah yang udah Gue lewatin semenjak Lo sama yang lainnya pergi dari kehidupan Gue! Gue sendiri Andrew!" Teriak Nayara dengan isakan tangis yang mampu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

"Lo nyuruh Gue apa tadi? Bersikap dewasa? Sampai kapan kalian nyuruh Gue bersikap dewasa, ha? Gue juga pingin ketemu sama Lo dan yang lainnya tapi Gue ga bisa! Gue ga mau ngenang masa lalu Andrew! Gue lemah! Gue ga mampu ngadapin kalian! Gue takut," kata Nayara sambil menangis sejadi-jadinya. Begitu pula dengan Andrew.

Nayara terduduk di lantai dan menangis kuat, sementara Andrew menangis sambil berdiri. Tak ada suara selain tangisan yang terdengar di kamar Nayara. Mereka berdua terlalu hanyut dalam suasana frustasi yang di alami masing-masing.

"Maafin Gue Nay. Maaf," kata Andrew mendekat dan hendak memeluk Nayara namun Ia tolak.

"Maafin Gue Nay please," kata Andrew dengan air mata yang tak berhenti mengalir.

"Jauhin Gue!" Teriak Nayara.

Namun Andrew berhasil memeluk sahabatnya itu. Ia lalu mengusap lembut kepala Nayara. Sementara Nayara memegang erat pinggang Andrew. Masih dalam isakan tangis yang seolah menolak untuk berhenti. Keduanya saling menatap dan menempelkan dahi masing-masing.

"Gue mohon dengerin penjelasan Gue Nayara," kata Andrew pelan.

"Gue pingin hubungan kita kaya dulu dan gak canggung kayak sekarang. Gue juga mau bebasin Saka," kata Andrew.

"Dimana Saka Andrew?" Tanya Nayara.

"Saka.. Dia... Dia di penjara karena nyopet Nay."

"Udah gue duga itu dia," Gumam Nayara.

Nayara dan Andrew sudah berhenti menangis dan memilih duduk di dekat jendela.

"Saka yang dorong gue di trotoar makanya gue kecelakaan," lanjutnya.

"Dari mana Lo tahu itu dia?" Tanya Andrew dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Postur badan, cara lari, sama gelang yang dipake Saka masih sama kaya setahun yang lalu. Gelang yang pernah Karin buat untuk kota semua."

"Jadi Lo udah tahu ya? Bagus deh," kata Andrew lalu tersenyum.

"Andrew, cukup sampe sini pembahasannya. Gue udah telat," kata Nayara lalu keluar dari kamarnya meninggalkannya Andrew sendiri di sana. Andrew menatap kepergian Nayara dengan lekat. Tak tahu harus bagaimana lagi.

****

"Andrew ga bakal dateng hari ini," kata Dita sambil memanyunkan bibirnya.

"Kenapa?" Tanya Karin.

"Ga bisa dan mager. Jahat banget sih pacar Gue!" Kata Dita sambil menghentak-hentakkan kakinya.

"Lah? Gisel sama Bastian juga ogah katanya mau nobar," kata Christ saat membaca pesan dari Bastian.

"Mesra banget sih pasangan muda iri Gue jadinya," kata Karin saat melihat foto Gisel dan Bastian yang sedang menonton film romantis bersama.

"Andrew nyuruh kita ke rumah pohon ngapain?" Tanya Christ.

"Rumah pohon? Dimana tuh?" Tanya Dita.

"Jangan-jangan Andrew udah berhasil? Kita harus buruan kesana. Ayo Dit!" Teriak Karin lalu segera berlari menuju mobilnya.

"Eh eh apaan? Kemana? Woyy tunggu," kata Dita berusaha menyusul teman-temannya.