Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 54 - Bab 53

Chapter 54 - Bab 53

"Nathan katanya lagi kuliah sambil kerja ya Fey?" Tanya Mbak Andra.

"Iya nih Mbak ga mungkin juga kan masih bergantung sama orang tua," jawab Freya.

"Iya juga tapi sebaiknya kamu jaga diri ya Fey," kata Mbak Andra.

"Lah kirain nyuruh Nathan ternyata aku toh," kata Freya sambil tertawa kecil.

"Ngapain khawatirin Nathan? Kurang kerjaan banget," kata Mbak Andra dan diiringi tawa oleh keduanya.

"Ye Mbak Andra bilang aja takut kan sama Freya?" Tanya Nathan lalu bergabung dengan kedua ibu itu.

"Loh Nathan ga kerja atau kuliah kah? ngapain di rumah mulu males banget jadi anak muda," omel Mbak Andra.

"Minggu mbak gimana sih, nyuruh kuliah?" Jawab Nathan.

"Astaga lupa! Gausah ngegas! Berani ya Lo baru ada bini!" Bentak Mbak Andra.

"Maaf Mbak, Bang Jay ga ikut nih?" Tanya Nathan.

"Bentar lagi mau nyusul katanya," jawab Mbak Andra.

"Bentar ya Mbak saya mau ke kamar dulu. Titip ya," kata Freya lalu masuk ke dalam kamarnya.

"Eh Mbak aku mau tanya sesuatu mumpung Freya ga disini," kata Nathan lalu duduk mendekat ke arah Mbak Andra.

"Apaan Nath? Penting banget kelihatannya," kata Mbak Andra.

"Jadi bentar lagi Freya mau ulang tahun biasanya Mbak di kasih apa sama Bang Jay? Soalnya kemarin aku nanya Bang Jay malah bilang ga pernah ngasih apa-apa, " Tanya Nathan.

"Ga pernah di kasih apa-apa Gue Nath suwer," kata Mbak Andra sambil memberi tanda V.

"Ga romantis banget sih si Bang Jay! Percuma dulu jadi fuckboi," omel Nathan.

"Dih ngadi-ngadi Lu Nath!" Plak! Kata Bang Jay dan langsung memukul kepala Nathan.

"Aduh gila Lo! Gausah pake mukul sakit nih!" Protes Nathan.

"Sini deh Gue kasih tahu apa yang biasanya Gue kasih ke istri Gue kalau lagi ulang tahun," kata Bang Jay lalu membisikkan sesuatu kepada Nathan.

"Wah keren juga Lo Bang! Makasih sarannya pas banget kalau malem-malem biasanya dirumah sepi," kata Nathan.

"Ayy kamu kasih tahu dia? Ih kasihan Freya baru aja habis lahiran. Nathan jangan dengerin sarannya Bang Jay!" Peringat Mbak Andra.

"Ga papa kali Mbak sekali-kali," kata Nathan.

"Ngomongin apaan kok ribut banget perasaan?" Tanya Freya lalu bergabung dengan mereka.

"Ini si Nath-, ih apaan sih!" Teriak Mbak Andra saat Bang Jay menutup mulut istrinya itu.

"Jangan ngerusak rencana dong. Nanti malem aku ga tidur deh nemenin kamu," kata Bang Jay sambil tersenyum manis ke arah Mbak Andra.

"Ada anak-anak ayang udah berapa kali aku bilangin jangan bahas itu!" Teriak Mbak Andra sambil memukul-mukul dada Bang Jay.

"Iya aduh! Emang aku ngomong apa sih? Maksud aku tuh nemenin bikin kue buat di kafe. Ayo pikirannya udah kotor duluan," ejek Bang Jay.

"Owh itu hehe maaf aku salah paham," kata Mbak Andra lalu menyembunyikan wajahnya di jaket Bang Jay.

"Zayn!!" Teriak Nayara lalu menggendong Zayn dan menciumi pipi balita di hadapannya itu.

"Hai Kanaya. Sebenernya sedikit ga asik sih kalau misalnya manggil keponakan tapi gapapa. Hai ponakan aunty, Tania Sania manis banget sih kamu," kata Nayara sambil menoel-noel pipi Tania dan Sania.

"Nay sakit pipi nya kalau di toel-toel gitu. Nih coba pipi Lo yang di gituin sakit gak?" Kata Nathan sambil mencubit pipi Nayara keras.

"Aakhh! Lo nyubit bukan noel! Ya sakit lah!" Teriak Nayara lalu memutuskan untuk naik ke kamarnya.

"Gue ga disapa Nay?" Teriak Bang Jay.

"Sorry Bang Jay kan invisible man di mata Gue!" Teriak Nayara dari dalam kamarnya.

"Sialan untung anak perawan satu-satunya Om Rivanno kalo ngga udah Gue jual tuh," kata Bang Jay.

"Yah kita ga bisa temenan lagi berarti Bang Kalau kaya gitu," kata Nathan sambil tersenyum miring.

"Bercanda kali gausah serius-serius gitu!" Teriak Bang Jay.

****

"Kampus kak Niko luas juga ya," kata William sambil melihat ke kanan kiri kampus.

"Iya lumayan sih makanya tiap hari Gue berasa olahraga jauh banget dari parkiran," kata Nicholas.

"Kakak satu kampus sama kak Raya?" Tanya William.

"Iya tapi beda gedung," jawab Nicholas.

"Udah sampe yuk masuk," kata Nicholas lalu membuka sebuah ruangan club yang berisikan 3 orang siswa.

"Siapa tu?" Tanya seorang laki-laki tinggi.

"Kenalin William yang waktu ini Gue kasih tahu kalian," kata Nicholas sambil menunjuk William.

"Owh yang Lo bilang pewaris perusahaan Ackerley itu? Apa namanya Gue lupa?" Kata laki-laki lain sambil memegang dagunya.

"Iya calonnya dia kalau Gue kan calon pewaris Sheri Asosiation," kata Nicholas menyombongkan dirinya.

"Apalah daya Gue yang orang tuanya cuma kerja di ruangan sempit doang," kata laki-laki tadi yang bernama Reiga ayahnya adalah seorang pebisnis handal yang sangat terkenal di kota itu.

"Tapi bapak Lo bos besarnya! Dari pada bapak Gue yang kerja rodi di luar negeri jarang pulang kaya Bang Toyib," sahut laki-laki yang sedang mengamati komputernya bernama Zihao anak Chindo biasalah.

"Bapak Lo buka cabang di luar negeri goblok!" Kata Reiga emosi.

"Kenapa semuanya jadi pamerin kekayaan ortu sih? Gue yang punya orang tua cuma jadi pedagang aja ga sombong kaya Lo Lo pada," akhirnya laki-laki yang hanya sibuk dengan komputernya kini mulai bersuara. Laki-laki itu bernama Putra dan orang tua nya merupakan pemilik dari salah satu mall terbesar di kota itu.

"Eh astaga lupa kalau ada Lo," kata Reiga sambil membuang mukanya.

"Maaf ga bermaksud," kata Zihao sambil tertawa.

"Gue tabok nih muka ganteng Lo pada! Keahlian Lo apa di bidang ini?" Tanya Putra kepada William.

"Saya masih belajar programing kak," jawab William.

"Berarti Lo baru mulai dong?" Tanya Zihao.

"Wah asik nih ada mainan baru," kata Reiga semangat.

"Jangan macem-macem Lo sama dia!" Ancam Nicholas.

"Dih emang dia pacar Lo? Ck bercanda doang Gue!" Kata Reiga.

"Oke Gue bakal pantau hasil kerjaan Lo dan setelah itu baru Gue maksudnya kita mutusin nerima Lo atau buang Lo," kata Putra.

"Berlagak jadi ketua nya Lo!" Teriak Zihao tepat di sebelah telinga Putra.

"Berlagak doang anjir," kata Putra sambil mengusap telinganya.

"Btw aplikasi apa aja yang udah Lo rancang?" Tanya Nicholas lalu duduk di kursi nya.

"Baru ini doang sih kak," kata William sambil memperlihatkan sebuah catatan kepada Nicholas.

"Detail banget. Oke semoga berhasil dan mulai sekarang ini meja kerja Lo. Maaf kecil karena ruangannya ga cukup luas untuk lima orang," kata Nicholas.

"Gapapa, makasih kak," kata William lalu pergi ke meja kerjanya yang berada di sebelah Zihao.

"Kita tetanggaan," bisik Zihao.

"Mohon bimbingannya kak," kata William dan di tanggapi dengan tepukan di punggung William dari Zihao.

****

Bastian dan Gisel saat ini berada di ruang tamu rumah Gisel. Bastian berjanji akan menemani Gisel seharian penuh karena ayah Gisel, Devian sedang ada perjalanan bisnis. Karena keduanya bosan dan malas pergi keluar, akhirnya mereka memutuskan untuk bermain game online di ponsel mereka.

"Yah kalah deh kamu sayang," kata Bastian sambil tertawa mengejek Gisel.

"Kamu bilang tadi ga bakal ngeluarin jurus yang ampuh! Kok malah ingkar janji sih?!" Teriak Gisel tak terima jika dirinya di kalahkan oleh Bastian.

"Ga ada tuh aku ngomong gitu. Kan aku cuma bilang ga bakal ngebiarin orang lain deketin kamu," kata Bastian.

"Ih apaan sih," kata Gisel salting.

"Mau lanjut gak?" Tanya Bastian.

"Nggak bosen main ini," kata Gisel sambil menggelengkan kepalanya.

"Terus mau ngapain sekarang?" Tanya Bastian lagi.

"Gatahu," kata Gisel lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa sementara Bastian duduk di karpet.

"Mesti bilang gak ke Nayara kalau kita bakal ke Amerika tahun depan?" Gumam Gisel.

"Gausah dipikirin masih jauh juga," kata Bastian lalu menoleh ke arah kekasihnya itu.

"Gara-gara kamu sama William aku jadi musuhan sama Nayara," kata Gisel sambil memainkan rambut Bastian.

"Malah nyalahin aku, kan William," bantah Bastian.

"Jangan bawa-bawa orang yang ga ada disini," kata Gisel.

"Kamu cantik banget sayang," kata Bastian sambil menatap dalam dua bola mata Gisel.

"Apaan?" Tanya Gisel.

"Aku mau tidur di atas kamu boleh ya?" Tanya Bastian.

"Tap-,"

Bastian langsung merebahkan tubuhnya diatas Gisel tanpa persetujuan dari Gisel. Gisel hanya pasrah saat tangan besar Bastian melingkar di bawah pinggangnya dan wajah Bastian yang berada di dadanya. Gadis itu lalu membelai lembut kepala Bastian hingga akhirnya ikut terlelap.

****

"Jesse Gue boleh masuk?" Tanya Sandrina di depan pintu kamar Jesse dengan beberapa buku di tangannya.

"Buka aja gak dikunci," kata Jesse dari dalam.

Sandrina lalu membuka pintu kamar Jesse dan segera menutup matanya saat melihat Jesse hanya memakai celana dan bertelanjang dada.

"Jesse dasar!" Gumam Sandrina.

"Udah Gue pake buka aja mata Lo," kata Jesse lalu duduk di ujung kasur miliknya.

Sandrina lalu duduk di sofa yang ada di pojok kamar Jesse.

"Ngapain?" Tanya Jesse.

"Gue mau minta tolong sama Lo. Bisa gak Lo jelasin materi ini Gue ga ngerti," kata Sandrina.

"Mana coba Gue lihat?" Kata Jesse lalu mendekat dan duduk di depan Sandrina.

"Gue aja yang duduk di lantai Lo disini," kata Sandrina hendak berdiri.

"Gausah Gue lagi kepanasan," jawab Jesse cepat.

"Yaudah jadi apa rumusnya?" Tanya Sandrina.

"Seharusnya ini C kuadrat sama dengan A kuadrat di tambah B kuadrat. Biar lebih gampang Lo kaliin aja sama angka yang sama terus cari akarnya," jelas Jesse.

"Gini?" Tanya Sandrina sambil menunjukkan hasil pekerjaannya.

"Ck! Ini A nya kan enam cm dan B nya delapan cm. Lo akar kuadratin dulu jadinya, enam dikali enam sama dengan tiga puluh enam. Delapan dikali delapan sama dengan enam puluh empat. Setelah itu Lo tambahin enam puh empat di tambah enam belas jadinya seratus. Akar dari seratus itu sepuluh ketemu deh jawabannya," jelas Jesse panjang lebar.

Sandrina hanya terpaku melihat Jesse yang sedang menjelaskan setiap detail penyelesaian soal yang Ia tanyakan. Entah kenapa menurut Sandrina saat ini Jesse terlihat sangat seksi.

"Hello, dengerin gak Gue jelasin?" Tanya Jesse.

"Iya ngerti thanks ya Gue balik dulu," kata Sandrina lalu berdiri dari sofa milik Jesse.

Sandrina tak sengaja menginjak pecahan kaca yang ada di kamar Jesse. Buru-buru Jesse menggendong Sandrina dan membawanya ke atas ranjang milik Jesse.

"Kalo sakit bilang," kata Jesse dan diangguki Sandrina.

"Akhh Jesse pelan-pelan sakit. Santai aja Jesse sakit banget," kata Sandrina menahan sakit.

"Jesse!" Teriak Jason sambil mendobrak pintu Jesse.

"Apaan?" Tanya Jesse yang terlihat bingung begitu juga dengan Sandrina.

"Gue kira Lo buatin cucu untuk mama," kata Jason tersengal-sengal.

"Sama dia? Ngadi-ngadi Lo!" Kata Jesse sambil melanjutkan mengobati kaki Sandrina.

"Sama dia? Ngadi-ngadi Lo!" Kalimat itu terus saja terngiang-ngiang di pikiran Sandrina. Dia merasa jika dirinya sangat tidak pantas untuk menjadi pendamping Jesse.