"Nayara baik-baik aja kan?"
"Masih aja Lo. Tanya sendiri manja banget. Udah ya Gue mau balik duluan," kata Nicholas lalu berdiri.
"Nanti kalau ada info lebih lanjut Gue telpon Lo deh kak."
"Iya jangan lupa loh," kata Nicholas lalu masuk ke pekarangan rumahnya.
"Eh Nay tadi kakak ketemu sama anak tetangga sebelah," kata Nicholas lalu memperhatikan sekitarnya. Ia mencari keberadaan adik perempuannya.
"Naya mana nih?" Tanyanya sambil meminum segelas air.
"Lari dia tadi nyamperin anak tetangga yang baru pulang dari Jerman," jawab Sherina.
"Lah barusan ada di depan rumah ngobrol sama Niko. Kok gak lihat Naya?"
"Udah tadi banget dia pergi palingan sekarang lagi merenung di taman," kata Nathan.
"Samperin ah," kata Justin hendak berdiri namun di larang Nathan.
"Jangan-jangan Lo tunggu di sini aja. Bentar lagi palingan balik," kata Nathan.
Nayara terus berlari keliling kompleksnya. Mencari sosok laki-laki yang Ia tunggu selama ini. Hingga akhirnya laki-laki yang Ia cari terlihat di depannya sedang duduk sambil meminum air dari botol minumannya.
"Andrew!" Pekik Nayara lalu segera menghampiri laki-laki itu.
"Nay," gumam Andrew lalu berdiri dan berhadapan dengan Nayara.
"Huh huh huh," Nayara masih mengatur nafasnya akibat berlari tadi.
"Nay duduk dulu," kata Andrew sambil membantu Nayara untuk duduk di bangku panjang itu.
Sekian menit keduanya hanya menatap lurus ke depan tanpa ada niatan untuk membuka pembicaraan. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan satu sama lain, namun tak tahu harus memulai dari mana.
"Gimana kabar Lo?" Tanya Andrew sambil sedikit melirik ke arah Nayara.
"Baik kalau Lo?" Tanya Nayara balik.
"Ya gitu deh," jawab Andrew.
Suasana di antara keduanya kembali canggung. Tak terasa sudah hampir tiga puluh menit mereka hanya menatap ke depan sambil memainkan jari-jari tangan mereka.
Drrt...Drrt...Drrt...
Suara telpon milik mereka bergetar. Mereka akhirnya mengecek telpon mereka secara bersamaan.
"Halo," kata keduanya pada masing-masing penelpon. Nayara dan Andrew sama-sama membalikkan tubuh mereka.
"Gue mau ketemu sama temen Gue. Nanti kita ngobrol lagi ya," kata Andrew lalu segera berlari pergi dari hadapan Nayara.
"Ah Nayara kenapa Lo ga bisa nanya tentang itu?" Kata Nayara kepada dirinya sendiri.
"Botolnya ketinggalan," gumam Nayara saat melihat sebuah botol berdiri di atas bangku panjang itu.
"Dari mana Lo?" Tanya Nathan yang sedang menggendong Sania saat melihat Nayara memasuki rumah.
"Bukan urusan Lo!" Kata Nayara lalu masuk ke kamarnya.
"Kamu berantem sayang?" Tanya Freya sambil menyerahkan botol susu untuk Sania yang berusia satu bulan itu.
"Gak kok. Tania masih tidur ma?" Tanya Nathan.
"Ma?" Tanya Freya bingung.
"Ya kita harus manggil mama papa untuk panggilan satu sama lain. Kaya orang tua pada umumnya," kata Nathan.
"Astaga jijik banget Nath ga mau!" Kata Freya sambil menyilang kan kedua telunjuknya.
"Harus! Coba panggil aku papa gitu. Papa," kata Nathan seolah-olah Ia sedang mengajari bayi berbicara.
"Gamau Nathan ga bisa!" Teriak Freya.
"Coba dulu papa ayo lah," bujuk Nathan.
"Gamau! Dibilangin ga mau! Itu tuh anak kamu dot nya lepas," kata Freya lalu membenarkan posisi botol susu milik Sania.
"Ck! Cuma bilang gitu aja ga bisa!" Kata Nathan merajuk.
"Belum sayang nanti pasti bisa," kata Freya.
"Bilim siying ninti pisti bisi," kata Nathan dengan nada mengejek.
"Ih suara Lo bikin mual!" Kata Freya sambil tertawa terbahak-bahak.
Nayara berdiri menghadap sebuah rumah yang bisa Ia lihat dari jendela kamarnya. Dari cara Nayara memperhatikan rumah mewah itu, sepertinya ada orang yang sangat berarti bagi Nayara yang tinggal disana.
"Andrew, Christ, Saka, Karin. Kalian kapan baliknya?" Gumam Nayara.
Nayara perlahan mendekat ke arah meja belajarnya. Mengambil buku catatan yang Ia temukan di rumah pohon tadi. Nayara membaca setiap tulisan yang tertulis di bawah setiap foto. Salah satu foto yang mengalihkan fokusnya adalah sebuah foto yang berisikan tiga orang anak laki-laki dan dua anak perempuan yang lucu.
Nayara kembali mengingat kejadian satu tahun lalu, dimana semua rasa kesepian yang dirasakannya saat ini bermula.
"Nayara ayo main!" Teriak salah satu anak bernama Saka. Seorang anak laki-laki sangar dan tinggi serta memiliki raut wajah lebih tua dari usia aslinya sedang berlari. Diikuti oleh ketiga temannya. Andrew, Christ, dan Karin.
"Mau main apa hari ini?" Tanya Nayara.
"Jangan main lah besok kita harus ujian buat bisa masuk SMA. Gimana kalau kita belajar di rumah pohon?" Usul Karin.
"Ih ngebosenin banget sih Lo!" Pekik Andrew.
"Kan cuma ngusulin," Karin yang dulu adalah seorang gadis cengeng dan polos.
"Gue setuju sama Karin!" Teriak Christ.
"Gue ikut-ikut aja," kata Nayara.
Setelah lama berdebat, akhirnya mereka memutuskan untuk mempersiapkan diri mereka agar bisa melewati ujian dengan baik.
"Nay Gue ga ngerti yang ini bisa Lo jelasin gak?" Tanya Karin sambil menyerahkan sebuah buku kepada Nayara.
"Ini dikaliin dua abis itu di bagi sepuluh," kata Nayara.
"Oke thanks," kata Karin lalu mulai mengerjakan tugasnya.
"Maaf Gue telat tadi abis nyetak foto," Kata seorang lelaki tampan dengan tas punggung yang selalu Ia bawa kemana-mana.
"Udah jadi emangnya foto kita yang kemarin? Cepet banget perasaan," kata Saka lalu mengambil sebuah tas kecil yang di bawa anak laki-laki itu.
"Gila si Egi makin cakep aja skill editingnya!" Teriak Andrew saat melihat foto-foto yang sudah di cetak laki-laki itu.
Laki-laki itu bernama Egi. Cinta pertama Nayara yang tampan dan juga pintar. Ketua voli, menguasai banyak bahasa internasional, dan juga tentunya menjadi incaran semua teman-temannya di sekolah.
"Coba lihat foto Gue Gi," kata Karin lalu mencomot semua foto yang di pegang oleh Christ.
"Pelan-pelan nanti sobek," peringat Christ.
"Kok cuma Nayara doang yang ada di foto ini? Gue mana?" Kata Karin panik.
"Tuh kan! Pilih kasih Lo!" Kata Karin semakin menjadi-jadi karena yang Ia lihat hanyalah wajah Nayara yang berpose candid. Sepertinya Egi memotret Nayara secara diam-diam.
"Itu emang khusus Nayara ini punya Lo," kata Egi sambil menyerahkan dua lembar kertas foto.
Dirinya sudah menduga jika Karin pasti akan marah dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan pernah bisa Egi jawab.
"Cuma dua? Gapapa deh intinya ada," kata Karin yang sudah tersenyum lebar.
"Gimana kalau kita bikin album foto di buku diary kita? Nanti setiap orang boleh nempel photo orang yang di sukai atau di sayangi di grup ini tapi di rahasiain ya," usul Christ.
"Ide bagus tuh! Gue bakal ambil semua alat lukis Gue," kata Nayara.
"Gue mau nyumbang bunga kering yang Gue bikin semalem. Ayo Nay ambil bareng-bareng," kata Karin lalu turun dari rumah pohon itu bersama Nayara.
"Jujur Lo suka Nayara kan Gi?" Tanya Andrew kepada Egi yang sedang menata meja kecil yang berada di pojok rumah pohon itu.
"Maksud Lo?" Tanya Egi pura-pura tidak peka.
"Lo nyimpen perasaan buat Nayara kan?" Tanya Andrew sekali lagi.
"Apaan sih nggak," bohong Egi.
"Hei hei hei jangan pura-pura gitu dong! Kalau emang bener kita bantuin deh," usul Christ.
"Ga usah! Urusin aja perasaan Lo buat Karin!" Ejek Egi.
"Gue emang gamau pacaran sama dia. Gue cuma sekedar suka doang," elak Christ.
"Tujuan Lo bikin album ini buat bilang ke Karin kalau Lo suka sama dia kan?" Tanya Andrew.
"Buat kenang-kenangan kan udah Gue bilang tadi," jawab Christ sedikit kalap.
"Ngapain kalap sih? Aduh yang mengsalting," kata Egi dan Andrew kompak mengejek Christ.
"Diem Lo berdua awas aja ember di depan Karin," Ancam Christ.
Plak!
Karin memukul tangan Christ saat Christ mengambil bunga kering dengan cara yang salah.
"Aduh Karin kenapa sih Lo?" Tanya Christ sambil mengusap pergelangan tangannya.
"Kalau Lo ngambil kaya gitu. Rontok semua nanti kelopak bunganya! Kaya otak Lo rontok akibat sering di isi sama hal yang engga-engga!" Bentak Karin.
"Apa hubungannya sih sama otak Gue? Suka-suka Gue lah mau ngisi apa yang penting Gue nya suka," balas Christ.
"Termasuk asupan kecantikan Karin ya Christ?" Goda Egi.
"Diem gak Lo berdua!' Bentak Christ.
"Gue cuma napas aja," balas Andrew.
"Sekarang silahkan ambil foto orang yang kalian suka," kata Egi.
Satu-satu dari mereka mengambil foto orang yang mereka sayangi dan mulai menghias dengan bunga kering dan juga pesan yang ingin mereka sampaikan kepada si pemilik foto.
"Karin, Gue suka sama Lo dari pertama kali kita ketemu!!!!!!!" Tulis Christ di atas foto milik Karin.
"Christ, Coba aja Lo peka.:(," tulis Karin di bawah foto Christ.
"Jujur setelah Gue berteman sama kalian hidup Gue berubah. Dari yang awalnya biasa-biasa aja jadi luar biasa berkat kalian semua. Gue harap pertemanan kita langgeng sampai tua yah. I Love You Guys," tulis Andrew.
"Panjang amat tulisan Lo Ndrew," protes Christ saat melihat Andrew belum selesai ketika semuanya sudah menempel foto yang mereka hias.
"Sabar punya Gue spesial kayak nasi goreng!" Teriak Andrew.
"Yah jadi pingin nasi goreng kan Gue," kata Karin lesu.
"Mau Gue beliin gak? Sekalian mau mesen makan juga Gue," tawar Egi.
"Eh Christ aja deh buruan!" Kata Christ saat peka terhadap ekspresi Christ.
"Lo aja udah ngapain Gue sih?" Tolak Christ padahal gengsi.
"Buruan Christ gak usah banyak omong gitu Lo! Saldo online Gue lagi habis," kata Christ masih berusaha membujuk Christ.
"Percuma kaya saldo online masih malak temen!" Kata Christ julid.
"Untung Lo temen Gue yang lagi kasmaran," kata Egi dalam hati sambil tersenyum pasrah.
"Lo mau apa tadi Rin?" Tanya Christ.
"Gue mau nasi goreng sama jus alpukat," kata Karin.
"Lo Nay? Buruan elah lama banget!" Kata Christ tak sabaran.
"Gue mau ebi furai sama air putih," jawab Nayara.
"Kebiasaan mesen air. Teh aja kali," kata Karin.
"Ga sehat. Terlalu manis nanti bikin diabetes," kata Nayara.
"Kaya lagi di senyumin sama doi diabetes Gue!!!" Kata Karin heboh bersama Nayara.
"Emang Lo punya doi Rin?" Tanya Andrew.
"O jelas lah! Orangnya keren banget lagi," jawab Karin.
"Mana kerenan Gue apa mas doi?" Tanya Andrew.
"Mas doi lah," jawab Karin sambil tersipu malu.
"Kayaknya Lo udah kalah di awal deh Christ," ejek Egi.
"Gue ga akan nyerah sebelum Gue gagal berkali-kal. Siapa tahu yang dimaksud Karin Gue," kata Christ dengan sangat percaya diri.
"Gatahu aja dimana Lo dapet kepercayaan diri itu," gumam Egi.