Aku dan Vania-neesan berada dalam ruangan yang sama. Tatapan mata yang selaras dan perbedaan sikap yang signifikan. Tubuhku berdiri tegak seperti seorang prajurit di depan wanita.
"Ada apa? Kau tidak puas untuk menjahiliku lagi?" Tanyaku menyapa dengan dingin.
Vania-neesan menjawab,"Cie! Ada yang masuk akademi ini. Pasti kamu sangat berusaha keras sampai tidak tidur dan belajar seharian."
"Terus, apa yang ingin kau sampaikan? Kau selalu menggangguku." Aku merasa tersinggung dengan ocehan yang menyebalkan.
"Tidak ada. Aku hanya ingin bilang bahwa kamu harus mengikuti ujian tambahan untukmu."
Tiada tanda percaya lagi. Ini pasti sebuah alat prank yang digunakan untuk memposting kenangan ke media sosial.
"Kenapa aku harus mengikuti ujian lagi?" Apakah ujian masuk Eresha belum cukup bagiku?"
"Sebenarnya cukup. Tapi, karena kita kakak beradik, aku tidak mau kamu dikeluarkan dari akademi karena kamu masuk jalur orang dalam."
Vania-neesan menertawakanku lagi. Dia tidak bisa diam selama beberapa detik. Aku tidak mau kalau dia merugikan orang lain setelah mengerjaiku berkali-kali.
"Jangan bercanda! Aku bukan anak kecil lagi sekarang! Lagian, tidak mungkin aku lulus dengan jalur seperti itu."
"Maka dari itu, .... Aku akan mengujimu lagi."
Ruangan kepala sekolah berubah menjadi ruangan putih yang hampa dan hanya kita berdua yang berada dalam ruangan ini.
Aku masih terdiam kaku tanpa ada pergerakan sekalipun.
"Ujian apa ini?" Tanyaku menatap di sekitar ruangan any berwarna putih.
"Ini adalah ujian simulasi dimana kau harus menunjukkan semua kekuatanmu. Kau tidak boleh menjadi orang dalam di akademi ini."
Aku terkekeh. Dia ingin melihatku sambil merekam semuanya. Tidak ada kata mundur bagiku. Hanya perlu maju ke depan. Itu sudah cukup.
"Tunjukkan padaku soal ujian ini! Aku tidak akan kalah dengan Oneesan sepertimu."
Tantangan dimulai. Simulasi saat ini berubah menjadi sebuah gedung pencakar langit. Ada banyak karyawan yang bekerja di sana. Aku mengenakan seragam petugas kebersihan.
"Sebuah perusahaan mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Namun, perusahaan itu cukup meresahkan dengan memberikan hutang pada desa. Bahkan, banyak hutan dan desa digusur untuk keperluan perusahaan."
"Misimu kali ini adalah mendapatkan data tanpa ketahuan. Data itu digunakan untuk membuktikan kejahatan dari perusahan itu."
"Kau perlu beberapa petunjuk agar kau selamat dari ujian ini. Kalau sampai tertangkap, kau tidak bisa lolos dari sini."
[-----]
Misi : Mendapatkan Data Tan ketahuan.
Waktu : 1 Jam
Item : (3) Escape Mechanism. (2) Show Data. (2) Manipulate Tool. (1) Vision Armament.
[------]
Aku memegang sebuah alat kebersihan dan kartu tanda pengenal ku agar dikenal oleh para atasan. Topi dan pakaian rapi serta sikap dan perilaku yang sopan pada karyawan dan petinggi.
Ini tidak sulit. Aku bisa melakukan semua ini. Bahkan, aku perlu sekitar 57 menit untuk menyelesaikan semua ini.
"Satu jam sudah cukup. Aku bisa tangani ini."
"Kalau tidak ada pertanyaan, semoga beruntung! Kalau gagal, kamu akan drop out."
Dasar Vania-neesan! Seenaknya saja melakukan ini. Ini bisa saja
Aku memutuskan untuk membersihkan lantai, merapikan alat kebersihan, dan menyapa walaupun aku tidak bisa melakukannya.
Mereka tidak menaruh sedikit curiga padaku. Hanya dengan cuek karena pekerjaan, aku tidak curiga.
Setelah merapikan semuanya, aku pun bergerak secara terpola agar tidak ada deteksi dari cctv. Kalau ada eratkan yang mencurigakan, mereka bisa saja mengeluarkanku dari perusahaan ini.
Aku masih belum memutuskan bagaimana cara aku menggunakan alat yang seperti ini.
30 menit berselang, akhirnya aku mendapatkan semua data berkat Vision Armament Level 2. Aku tidak perlu sedetail apapun. Hanya peluang yang kudapatkan untuk mendapatkan data itu.
[Vision Armament = Sebuah kemampuan yang digunakan untuk melihat sebuah ruangan
Pada tingkat tinggi, ia bisa melihat ruangan dengan sedetail apapun. Tergantung penggunanya.]
Setelah mendapatkan peluang sebesar 9,57%, aku perlu merapikan barang dengan disertai dengan
Begitu aku masuk dengan membuka pintu, alarm pendeteksi menyala begitu saja. Padahal, mereka tidak melihatku masuk ke dalam.
"Apa?! Kenapa alarm ini menyala? Bukankah aku sudah menggunakan teknik yang kupelajari dari SMP?"
Sebuah pesan yang tersampaikan di depan mataku. Ia membuat emoticon yang menyebalkan saat ini. Tanganku mengepal dengan cepat dengan respon yang seperti itu.
[Pesan dari Vania Verecia]
[Aku lupa bilang kalau misi ini berbintang 9 (Terlalu Sulit). Mohon maaf jika kamu kesulitan. Mungkin kamu akan dikeluarkan dari akademi ini jika kamu gagal. 😊😊😊. Semangat! Jangan smapai kalah yah!]
Aku mengeram. Tubuhku terasa naik hanya karena pesan yang kurang ajar itu. Ini cukup keterlaluan karena
"Dasar Vania-neesan! Dia menyetel level yang salah. Jadi, aku harus memutar otak lebih keras untuk menyelesaikan misi ini."
"Tidak ada pilihan lain. Aku harus mengambil semuanya dan menyelesaikan misi ini."
Aku mengambil dengan cepat. Langkah kaki tidak akan menghambatku untuk gagal. Ingatanku dengan letak dokumen itu tidak akan pupus. Aku menemukannya di laci dan menukarkan dengan yang palsu.
"Manipulate Tool : Fake Document!"
Aku menukarkan dokumen asli dengan dokumen palsu. Dokumen yang asli aku pegang dengan dan menyimpan di inventory.
Pasukan keamanan perusahaan telah tiba dan mereka menyodorkan sebuah pistol padaku. Tubuh mereka cukup kekar dan tinggi. Aku tidak bisa kabur dengan cara normal.
"Waktunya menggunakan teknik ini meskipun mereka tahu aku di sana.*
"Urban Warfare : Stealth!"
Aku menghilang begitu saja di ruangan tersebut.
"Tembak dia!" Seru salah satu penjaga keamanan itu.
Suara tembakan menggelegar dan mengarah tepat sasaran di kepalaku meskipun aku bisa menghilangkan diri.
"Rupanya mereka menggunakan kacamata infra merah. Tapi, ini tidak cukup untuk menangkapku."
Aku pun sliding di bawah kaki mereka. Mereka tidak menyadari kalau aku bisa lolos dengan mudah. Jadi, mereka kabur dari
"Dia kabur lewat bawah. Cari dia!"
Aku kabur dengan cepat. Namun, aku tidak bisa kabur melalui jendela karena aku akan mati akibat terjun bebas dari lantai 14. Malang sekali.
"Tidak ada pilihan lain. Free Mechanism : Level 1!"
Aku menggunakan teknik membebaskan diri. Tubuhku berpindah diri dari satu tempat di tempat lain. Mereka mencoba mengepung jejakku. Masih belum cukup untuk mengetahui rencana ku untuk meloloskan diri.
Setelah menemukan tangga, aku menjatuhkan diri ke lantai 8 lalu menggunakan eskalator untuk turun. Namun, aku tidak bisa turun karena suara pistol yang berisik menghalangiku untuk turun.
"Sial! Aku tidak punya senjata untuk melawan balik."
Aku memutuskan untuk naik dari lantai atas. Mereka mencoba menghalangiku dengan senjata mereka. Aku sudah terbiasa untuk menghindari peluru yang membuatku berdarah. Perlu latihan ynag keras untuk mengalahkan mereka tanpa senjata.
Namun, mereka menutup jalan ekskavator atas. Mereka tiba sambil mengarahkan serangan mereka padaku. Aku mondar-mandir ekskavator untuk menghindari peluru yang melayang di udara.
Di sebuah kondisi, ada seorang pria yang berkacamata dan botak sambil memegang megaphone. Suara yang dikeluarkan cukup keras untuk ultimatum.
"Menyerahlah! Kau tidak bisa lari dari sini."
Aku tidak bisa mematuhi mereka. Mereka cukup naif karena mereka belum tahu apa yang aku rencanakan.
"Free Mechanism : Level 2!"
Sebuah balon udara ukuran kecil dikeluarkan. Aku dengan cepat memegang tali balon yang tahan pistol dan melayang di udara.
"Cherivae!"
[Cherivae = Selamat Tinggal dalam aksen Eresha]
Mereka pun mengarahkan pistol mereka ke arah balon itu. Peluru pistol melaju seperti roket dan berpeluang untuk memecahkan Free Mechanism milikku.
Balon itu ditembakkan dan pecah karena ada peluru khusus yang bersarang di balik itu. Aku merencanakan itu semua. Mereka tidak tahu apa yang aku targetkan.
Aku terpaksa jatuh dan memposisikan kakiku di bawah udara. Mereka mengarahkan peluru pistol setelah mengisi ulang.
Aku menargetkan sebuah stan yang sepi itu. Dengan refleks tubuhku, aku menggunakan Free Mechanism untuk terakhir kalinya. Ini sudah cukup.
"Free Mechanism : Level 2!"
Kakiku berubah menjadi sebuah slime. Tubuhku melayang sekali lagi.taoi, mereka tidak berdiam diri untuk menangkapku. Mereka mendarat dengan tubuh mereka dan mulai mengejarku.
Aku meloncat agar mereka tidak bisa menggapai ku. Aku tidak bisa ditembak dengan sasaran yang tepat. Butuh beberapa saat sebelum aku ditahan.
Namun, mereka menghalangi dan bersiap untuk menembak dari pintu masuk perusahaan. Aku tidak bisa keluar kalau aku loncat seperti itu .
Bukan pintu keluar yang aku sasarkan.
Itu adalah .... jendela kecil.
Aku berhasil lolos karena memukul jendela itu dan mendarat di lingkungan perusahaan dengan mulus. Aku bersembunyi sambil keluar dari lingkungan tersebut.
Alhasil, aku bisa keluar dari sini dan simulasi berakhir.
Aku sudah berpindah ke ruangan kepala sekolah. Vania-neesan sudah di depanku dengan raut wajah yang polos. Masih belum tahu apa yang terjadi padaku selanjutnya. Mungkin ujian yang lainnya.
"Wah! Rupanya kamu bisa juga. Apa rahasianya?"
Aku menjawab,"Tidak ada. Aku hanya mengasah kecerdasanku saja*" dengan aura dingin.
"Kamu belum cukup pintar karena aku membohongimu. Ujian yang kamu hadapi bukan Level 9, tapi Level 1."
Vania-neesan menertawakanku lagi. Aku malah seperti anak kecil yang bermain dengan kakak perempuan. Ini bukan simulasi untuk bukti bahwa aku bukan lulus dengan jalur orang dalam, melainkan sebuah permainan untuk anak kecil sepertiku.
"Sudah kuduga ini terlalu mudah. Aku dikerjai lagi," batinku menahan diri untuk kesal.
Aku memutuskan untuk meninggalkan ruangan kepala sekolah dan meneruskan pembelajaran kali ini.
"Aku ke kelas dulu. Jangan pernah panggil aku dengan urusan yang tidak penting!"
Setelah menghilangkan diri dari ruangan menyebalkan itu, kakiku menyentuh lantai akademi dan bergerak menuju ke tempat semula.
Cukup lelah karena aku harus mengutak-atik otakku hanya untuk permainan anak kecil. Kuusapkan keringat di tubuhku dan melupakan kejadian yang barusan terjadi.
Namun, ada sebuah pikiran yang terbesit. Aku melupakan sesuatu karena otak dan pikiranku dikuras setelah simulasi yang terjadi tadi.
"Sial kau! Aku tersesat lagi. Gara-gara Vania-neesan, aku harus keliling akademi untuk menemukan kelasku."