Chereads / Seth Arslan : Modern Spy / Chapter 4 - 4. [Rani Shepard] : Pertemuan yang Canggung

Chapter 4 - 4. [Rani Shepard] : Pertemuan yang Canggung

]+_+]

Jam 12:00.

[+_+]

Pelajaran akademi berakhir lebih cepat. Para siswa dan siswi yang berada di dalam kelas meninggalkan ruangan itu dan bergegas pulang.

Tas mereka di genggaman mereka. Senior angkatan diberikan tugas agar mereka bersiap untuk mendapatkan lisensi mata-mata.

Sementara itu, seorang gadis dengan ekspresi yang berlainan. Ia seperti mendapatkan kesialan.

Rambut merah pendek yang bertebaran di udara, kelopak mata violet yang indah, dan tubuh yang mulus seperti seorang remaja.

Buku yang digenggam adalah buku kesayangannya. Masih belum diketahui kenapa buku itu tidak disimpan di tas.

Sebuah Headphone yang bermerk Calastia memutarkan musik di telinganya. Lagu Pop yang lambat dan merdu menenangkan jiwa yang resah.

Ia berjalan di lorong dengan niat pulang ke apartemen miliknya. Tidak ada waktu untuk bersenang-senang untuk keluyuran di luar.

Belum ia melewati lorong, ia tidak melihat seseorang yang di depannya. Jadi, ia tidak sengaja menabrak siswa itu dan menjatuhkan di atas tubuhnya.

Kedua sejoli ini terjatuh ke lantai. Tubuh mereka bersentuhan ke bawah dan aroma harum mereka bercampur satu sama lain. Hanya sebuah ketidaksengajaan.

"Kyaa!"

"Ouch!"

Siswa itu, Seth Arslan menjerit. Kelopak mata biru langit tidak menatap pelaku tabrakan itu. Rambut merah dengan volume normal menyentuh lantai sambil menjerit kesakitan.

Ia melirik gadis itu dengan sejenak dan merasakan tubuh gadis yang cukup hangat dan harum. Tidak peduli Oneesan atau Teen, yang penting Seth harus menghindari gadis itu sebelum mendapatkan laporan yang aneh dari Vania-neesan.

"Hei! Lepaskan aku!"

Gadis itu sadar dengan sekejap. Dengan tatapan dan tubuhnya menyentuh tubuh Seth, ia mulai cemas dengan yang ia lakukan.

"Maafkan aku! Aku tidak melihatmu!"

Ia panik dan mulai berdiri. Rasa beban yang ada di pikirannya terus meneranginya. Ia cemas kalau ia dimarahi oleh siswa itu.

"Apakah kau butuh bantuan?" Tanya gadis itu pada Seth.

"Tidak usah! Aku bukan anak kecil. Aku juga bisa berdiri sendiri," jawab Seth dengan raut wajah yang dingin.

"Kya!" Gadis itu menghindar dari Seth, seolah-olah Seth adalah orang yang cukup kejam.

Seth hanya terdiam kaku. Ia berdiri dari jatuhnya dan tidak melirik gadis itu. Tapi, gadis itu tidak pergi. Ia malah sembunyi dari lelaki itu.

Seth mulai melirik dan menatap dengan sinis. Itu yang membuat Seth cukup dijauhi satu kelas. Tapi, karena keberadaan Vania-neesan, Seth harus menanggung malu selama pelajaran di sekolah.

"Apa?"

Gadis itu hanya terdiam dengan patung. Masih ada pertanyaan kenapa gadis itu menjaga jarak dari Seth.

"Ano ... Aku ...."

"Jawablah yang jelas! Aku benci orang yang tipe seperti itu."

"Kyaa!"

Seth masih terdiam. Jika ia maju ke depan, ia akan dijauhi oleh gadis itu dan mendapatkan gosip bahwa ia ditolak gadis. Ini menguntungkan Vania-neesan sebagai kakak dari Seth.

"Ada apa? Kau tiba-tiba menyembunyikan dirimu." Seth berpaling dari gadis itu demi mengurangi keraguan.

Gadis itu melirik Seth dengan sekejap. Langkah kaki yang gemetar harus dihilangkan agar ia mendapatkan keberanian untuk mendapatkan teman.

"Ano ...."

Ia mendekati Seth dengan perlahan. Dengan permohonan maafnya, ia membungkukkan badannya dan menghindari kontak dari Seth untuk sementara.

"Maafkan aku! Aku menabrakmu. Aku harap kamu baik-baik saja.*

Seth melirik dan mengintip tingkah laku dari gadis itu. Sepertinya, gadis itu cukup rumit untuk diajak bicara.

"Bukan apa-apa. Kau hanya kaku untuk berbicara." Seth mengatasi gadis itu dengan baik.

"Eto, aku ...."

"Apalagi? Kau masih belum puas dengan itu?"

"Hm!" Gadis itu hanya terdiam karena kesalahpahaman karena mendaparkan informasi.

"Aku ...."

Seth harus menunggu beberapa saat agar mendapatkan penjelasan dari gadis itu. Perlu kesabaran yang cukup lama untuk mengobrol dengan gadis seperti itu.

"Ayolah! Aku tidak punya banyak waktu.

"Iya! Iya! Aku paham! Aku takut kalau kamu adalah CEO Dingin dengan pikiran Mafia Kejam yang teganya membunuh banyak orang yang tidak berdosa."

"Huh? CEO Dingin?! Aku tidak mengerti."

"Eto, ... itu ...."

Masih terdiam. Seth dan gadis itu malah menatap pada dirinya mereka masing-masing.

"Apa lagi?!"

"Kamu dingin sekali dan berniat untuk membunuhku. Terus, kamu menyuruh anak buahmu untuk mencari orang tuaku dan merampas harta mereka."

"Apakah itu cukup?"

Gadis itu menjawab sembari menjauh dari Seth. Aura dan suara kecemasan melindunginya dari seorang yang ia takuti.

Seth hanya menghela nafas dengan berat dan tidak terasa. Ia tidak melirik dan menoleh pada gadis yang malang itu.

"Mana mungkin aku melakukan hal yang jahat itu. Kamu kebanyakan baca Novel CEO atau Mafia. Itu saja membuatku muak."

Seth berpaling dari gadis itu. Ia tidak peduli apakah gadis itu menyingkir atau tidak.

"Eh? Tapi, kamu akan ....."

"Tch! Seenaknya saja. Lebih baik kamu pulang saja. Aku butuh udara segar disini. Jadi, jangan halangi aku!"

Gadis itu menjauhi Seth dengan cepat. Hempasan udara menerjang badan Seth yang penuh dengan kecemasan karena ditabrak seorang gadis.

"Dasar aneh! Kebanyakan nonton drama CEO Dingin kali yah. Lebih baik aku melupakannya sebelum Vania-neesan mengerjaiku lagi."

Seth berkeliaran di lorong sebelum pulang meninggalkan akademi. Butuh beberapa saat agar Seth kembali tenang.

[({---})]

[+_+]

2 September 518. Jam 07:12.

[+_+]

Seth Arslan Point of View

Di sebuah halte bus yang menunggu kedatangan sebuah bus yang menaikkan dan menurunkan penumpang. Menggunakan kartu bus adalah pilihan yang bagus untuk kerajaan maju.

Aku duduk di antara orang lain sambil membaca buku kecil. Tas yang digenggam dan saku celana yang hanya berisi dengan dompet. Aku lebih baik menaiki bus daripada jalan kaki. Itu hanya sekedar kebiasaanku.

Tak lama kemudian, seorang gadis menghampiriku lagi. Namun, dia lebih hati-hati dalam bertindak. Menjaga jarak, tidak melirik dan menatap, dan menjaga sikap.

Gadis itu mengenakan headphone dan memainkan musik di dalam telinganya. Kami tidak menoleh wajah kami satu sama lain. Hanya terpaku dengan sebuah kesibukan masing-masing.

Ketika bus tiba di halte, para penumpang bergegas untuk merebutkan kursi penumpang. Langkah kaki mereka yang rapi dan teratur menunggu para penumpang untuk keluar dari bus.

Namun, gadis itu secara tidak sengaja menyenggol seorang berbaju rapi dan kekar. Sepertinya, ia berhadapan dengan orang yang cukup merepotkan.

Seseorang itu merasakan senggolan yang cukup keras. Jadi, ia menoleh ke arah gadis dengan cepat.

"Hei! Ada masalah denganku hah?" Suara keras itu menggema di telinga gadis itu.

Gadis itu dengan refleks melepaskan headphone. Ia memegang headphone sambil memandang dengan penuh penyesalan.

"Ano. Maafkan aku! Aku ...."

"Aku tidak butuh minta maaf! Aku butuh ganti rugi! Rapikan baju ini cukup mahal, kau tahu!"

Di sela amarah orang berbaju rapi itu, aku menoleh ke permasalahan itu sambil memberikan sejumlah uang yang cukup mahal untuk orang itu. Dengan uang digital di handphone, aku

"Ini. Pakai uang ini! Code ini akan mengirimmu dengan uang yang kau inginkan."

Aku menatap seorang pria dengan wajah yang dingin. Raut wajah pria itu berubah seketika.

"Maafkan aku, Bos! Anda tidak perlu memberikan uang sebesar itu hanya untuk masalah sepele begini."

"Tidak usah malu! Aku akan memberimu lebih. 2000 Neir. Bagiamana?" Tanyaku memberikan semua itu.

(1 Neir = 0,75$)

"Mohon maaf, Bos! Aku tidak pernah mendapatkan uang sebanyak itu!"

Pria itu menjadi terharu. Entah apa yang dipikirkan orang itu. Ia terharu karena ia mendapatkan uang yang cukup banyak. Aku harus merelakan uang tidak tidak terlalu berarti bagiku.

Aneh sekali.

Akhirnya, pria berpakaian rapi meninggalkanku dan gadis itu dengan hormat. Bersamaan dengan bus yang meninggalkan halte bus.

Sial! Aku harus menunggu bus 19 menit lagi. Rasanya, aku malah menjadi CEO Dingin.

Gadis itu tunduk padaku.. Cara mengucapkan terima kasih yang cukup aneh.

"CEO Dingin! Aku minta maaf! Aku memang beban yang tidak berguna."

"Jangan katakan seperti itu! Aku akan ditertawakan dan dihina dengan sebutan nama itu."

"Eto, ... aku tidak tahu harus mengatakan apa!"

Dia panik, seolah kehidupannya akan berakhir. Aku tidak memperdulikannya dan mengharapkan momen ini berakhir dengan cepat.

"Sudahlah! Kau tidak perlu panik lagi."

Aku tidak peduli kalau dia mendapatkan kesialan. Namun kesialan itu justru membuatku bergerak. Mana aku masih belum kenal dengannya lagi.

"Eto, CEO Dingin-san!"

"Seth Arslan! Jangan panggil aku CEO Dingin!"

Dia mendengarkan namaku. Mindsetnya mengenaliku sudah berubah walaupun tidak sepenuhnya.

"Iya! Seto-san! Aku Rany Shepard."

"Rany. Kita tunggu halte bis berikutnya. Jangan jauh-jauh dariku!"

"Iya!"

Kami pun menunggu sebuah halte bis yang cukup lama. Hanya 10 menit saja. Itu sudah cukup untuk mengantri di restoran mewah bintang 5.

Bus datang dan kami menaiki bus dengan dua kursi. Kami belum berbicara sekalipun. Hanya kekosongan belaka.

Setelah bus meninggalkan halte, kami masih belum bergerak sekalipun. Tapi, timbul pertanyaan dari Rany. Darimana aku mendapatkan uang yang banyak itu?

"Oh iya. Darimana kamu dapat uang sebanyak itu? Padahal, 2000 Neir sudah cukup untuk membeli rumah yang normal."

"Itu? E e, ...."

Aku tidak bisa mengatakannya. Itu terlalu memalukan. Tapi, aku harus menjaga image agar tidak mengeluarkan urat malu yang cukup fatal.

"Aku diberikan 2000 Neir selama setahun oleh orang tuaku. Tapi, aku tidak terlalu membelanjakan banyak uang. Jadi, aku simpan saja."

"Sebenarnya, aku diberikan 4000 Noir selama sebulan oleh Vania-neesan. Kalau aku ketahuan membuang uang, habislah sudah." Aku memikirkan pemberian ya yang cukup berlebihan.

"Wah! Kamu orang kaya. Pantas saja kamu adalah anak dari CEO Dingin."

"Hentikan! Kamu memanggilku dengan sebutan itu lagi."

Pembicaraan menjadi cerah kembali. Karena kecanggungan ini, aku mendapatkan teman lagi. Padahal, aku tidak terlalu membutuhkan teman. Ini semua salah Vania-neesan.

Akhirnya, kami memasuki ke lingkungan akademi dan berada di kelas yang sama. Aku dan Rany berada di bangku yang sama, bangku yang dekat dengan jendela.

Hidup yang cukup melelahkan.