"Sudahlah kak, jangan terlalu mempermasalahkan aku yang tidak kenapa-kenapa! Ayo lah, katanya mau menuruti semua keinginan aku! Kita otw sekarang!" ajak Alara mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah terserah kamu, tapi perjanjian tadi akan berlaku mulai nanti malam pergantian hari jam dua belas malam atau nol nol titik nol nol!" Alara dibuat melongo seketika.
"Kenapa tidak sekarang? Aku maunya sekarang!" rengek Alara seperti anak kecil.
"Tidak! Aku bilang besok ya besok, tidak ada tawar menawar."
"Curang! Tukang plin plan! Modus, tukang bohong!" Ansel mendengus kesal.
"Kamu umur berapa sih? Kenapa tingkahmu seperti anak usia lima tahun?" Teriaknya sudah tidak sabar lagi, dan sedetik kemudian. "Tolong antar nona Alara kembali kerumah, sekarang!" Perintahnya terhadap sopir kantor yang sudah tahu jika Alara adalah istri dari CEO di tempat tersebut.
"Baik, Pak!" Ansel meletakkan gagang telefonnya, lalu kembali menatap ke arah gadis yang sudah membuat emosinya seperti roller coaster.
"Aku sudah menghubungi sopir untuk mengantarmu pulang! Jangan banyak bicara lagi, sekarang pulanglah! Kamu sudah ditunggu sama mang Ajib." Alara segera meraih tas slempangnya, dan berlalu dengan perasaan begitu dongkol. Niatnya hari ini dia ingin mengajak pria itu ke Kid Citty, tempat bermain yang ada di salah satu mall.
Selama perjalanan di koridor kantor, Alara tak lelah menggerutu. "Astaga ingin sekali aku memecahkan kepala manusia satu itu. Ngeselin banget sih jadi orang!" langkahnya kini sudah berada di lobby dan mobil hitam metallic sudah menanti dirinya di luar sana.
"Silahkan, Nyonya!" seru mang Ajib seraya membukakan pintu mobil.
"Terima kasih."
"Sayang! Kamu kenapa? Kenapa bersikap dingin dan datar begitu sama istrimu? Apa kamu sedang ada masalah dengan Alara?" Tanya Erina setelah duduk nyaman pada kabin pesawat.
"Tidak ada apa-apa, Ma! Seperti yang aku bilang tadi. Arvin hanya masih memikirkan Kevin, Arvin takut orang itu mengetahui kepergian Mama. dan itu sangat tidak bagus untuk Mama!" Erina mengangguk.
"Serius?"
"Iya, Ma! Sudah, Mama jangan banyak pikiran ya! Mama tidak boleh letih!" Meskipun masih belum yakin, tapi Erina menuruti perkataan putranya untuk istirahat karena memang perjalanan yang jauh dan melelahkan.
Bepergian dengan jarak tempuh sepuluh jam tiga puluh menit bukanlah waktu yang singkat. Dan Arvin tidak ingin kondisi Erina drop akibat kelelahan melakukan perjalanan kebelahan dunia yang lain.
Melihat sang Mama sudah tertidur pulas, Arvin membuka gawainya. Saat layar depan sudah terang, senyumnya mengembang melihat potret wajah cantik alami yang mengisi seluruh ruang hati tanpa mau membagi dengan yang lain.
"Tunggu aku sayang, sebentar lagi cinta kita akan bersatu. Kita bisa mewujudkan mimpi kita selama ini." Diciumnya gambar tersebut, lalu menyimpan kembali dan menyusul Erina menuju alam mimpi.
Di Indonesia, Alara menatap foto pernikahan dirinya bersama Arvin sendu. "Kenapa di Bandara, kamu seolah tidak menganggapku ada, Mas? Apa salahku hingga pertemuan terakhir kita kau buat aku bingung atas sikapmu? Padahal kita akan berpisah cukup lama yang pasti akan membuatku sangat merindukanmu. Apa kamu tidak akan merindukanku?" Setetes embun bening mengalir bebas di pipi tirus Alara.
"Apa kamu sudah sampai dengan selamat atau masih diperjalanan, Mas?" Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Alara yang tengah duduk di balkon kamarnya, masuk ke dalam. Ia baringkan diri, mencoba menutup mata berharap mampu menghilangkan rasa rindu yang mendera untuk suaminya.
"Selamat malam, Mas? Semoga kamu sampai dengan selamat." Seperti Arvin yang mencium gambar dilayar benda pintarnya, Alara pun mencium sebuah foto di dalam figuranya. Tak lama, dia terlelap.
Setelah melakukan jarak tempuh cukup jauh, kini sampailah Erina dan Arvin di kota Sana'a dimana kota tersebut merupakan ibu kota negara Yaman dengan penduduk 1.930.000 jiwa. Kota tertuanya pun dinyatakan sebagai salah satu warisan dunia UNESCO pada tahun 1986.
"Mbak!" seru Dina dari kejauhan. Erina melayangkan tangan ke atas, dan melambaikan tangannya. Tak berapa lama, Erina menunjuk dirinya dan Arvin, kemudian mengarah ke Dina. Seolah mereka tengah berbicara lewat bahasa tubuh masing-masing.
"Mbak! Ya Allah, Dina kangen banget mbak!" seru Dina sembari menghambur kepelukan sang kakak ipar.
"Aku juga kangen banget, Din!" ucap Erina membalas pelukannya.
"Ini Arvin, ya! Ya Allah, kamu semakin tampan saja, Vin!"
"Tante bisa saja," balas Arvin.
"Ya sudah, yuk pulang! Aku mau cerita banyak sama Mbak Erina." Dina mengapit lengan Erina. Bahagia sekali dia saat diberi kabar jika sang kakak akan berkunjung.
Ketiganya sudah memasuki mobil lalu melaju membelah kota suci Sana'a. Kenapa suci? Karena memang negara Yaman adalah negara yang memiliki banyak keutamaan dalam Islam. Warganya yang baik hati dan lembut, serta cepat menerima kebenaran. Dalam hadist pun, warga Yaman merupakan tentara Islam di zaman terjadi banyak fitnah dunia. Mereka akan memerangi kebatilan.
Selain mendengarkan ocehan dari kakak Ipar, Erina memandang pandangan sekeliling. Jujur dia takjub, akhirnya dia bisa pergi ke negara istimewa seperti sekarang ini. Dia tahu, negara ini merupakan salah satu negara Syam yang diberkati oleh Allah SWT.
Adapun Dalil dalam Al'Quran yang menunjukkan keutamaan negara Yaman yaitu
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآٮِٕمٍ۬ۚ ذَٲلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-Maidah 54)
Dan masih ada beberapa hadist juga yang menyebutkan keistimewaan dan anugerah dari Allah bagi penduduk Yaman.
"Mbak! Dari tadi melamun saja? Mikirin apa sih?" tanya Dina membuyarkan lamunan Erina.
"Ah, maafkan aku Din. Aku hanya masih tidak menyangka saja akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di tanah yang banyak sekali anugerah dari Allah. Aku ingin menetap disini, Din. Bisakah nanti kamu carikan aku tempat tinggal. Besok aku akan pergi ke KBRI untuk mengurus surat-suratnya.
Karena Erina datang ke Yaman menggunakan Visa kunjungan keluarga yang berlaku hanya tiga bulan saja, Erina berniat langsung mengurus KITAS (Kartu Izin Tinggal Sementara) hingga lima tahun ke depan. Baru menginjakkan kaki saja, dia sudah merasakan ketenangan hati di negara tersebut. Negara yang di doakan langsung oleh Nabi Muhammad untuk segala kebaikan di dalamnya.
"Mama yakin?" tanya Arvin.
"Tentu saja yakin sayang. Mama merasa damai dan tenang berada di sini. Meskipun ini pertama kalinya, tapi entah mengapa Mama ingin sekali menetap di sini lebih lama lagi. Syukur-syukur Mama bisa menikmati masa tua hingga ajal menjemput." Arvin menatap Erina dengan pandangan yang entahlah.
Dia sendiri bingung, apakah ini kabar baik karena dengan bebas dia bisa menikahi kekasihnya. Namun ada rasa sesal karena dia sudah mengecewakan seseorang yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Tapi mau bagaimana lagi, cinta tidak bisa disalahkan bukan?
"Tidak perlu mencari tempat tinggal lagi, Mbak! Di rumahku masih banyak kamar kosong. Dan juga, rumahku meskipun kecil tapi nyaman kok Mbak untuk ditempati." Erina tersenyum.
"Kamu jangan salah paham dulu! Aku mencari tempat tinggal lagi karena aku tidak ingin merepoti kamu juga suamimu. Lagian, bukankah di dalam Islam kita tidak boleh bertamu lebih dari tiga hari? Aku juga tidak mau menimbulkan fitnah." Erina menghela nafas.
"Kamu bisakan carikan aku rumah yang deket denganmu! Jadi, saat suamimu pergi kita bisa hang out bareng." Mendengar hang out, semangat yang tadi sempat redup langsung hidup kembali.
"Boleh, Mbak! Itu gampang. Tapi sampai tiga hari ke depan, Mbak harus menginap ya di rumahku!" Erina pun tertawa melihat tingkah adiknya seperti anak kecil yang manja.
"Tentu."
Tiga puluh menit perjalanan menuju rumah Dina yang tidak jauh dari bandara, mampu menghilangkan segala penat dan letih selama penerbangan dari Indonesia ke Yaman. Erina begitu menikmati jalan-jalannya kali ini.
"Silahkan masuk, kakakku yang cantik," ucap Dina seraya membuka pintu rumah.
"Terima kasih. Assalamualaikum!"
"Walaikum salam," sahut seorang pria dengan suara beratnya seperti habis bangun tidur.
"Selamat datang ke gubuk kami Mbak!" ucap Akbar, suami dari Dina.
"Terima kasih banyak, Akbar."
"Wah, si jagoan sudah tumbuh besar dan tampan. CEO sukses pula," seru Akbar lagi merangkul Arvin.
"Om apa kabar?" tanya Arvin.
"Kabar baik, bagaimana usahamu dan juga Ansel? Apakah dia masih suka membuat ulah saat bekerja?"
"Tidak Om, dia pria yang hebat dan bertanggung jawab. Om pasti sangat bangga padanya. Dia lelaki multi talenta." Akbar pun terbahak.
"Sayangnya dia tidak mau meneruskan perusahaan Om, malah memilih menjadi asistenmu dengan alasan mencari pengalaman. Malah membuat kantor sendiri lagi tanpa sepengetahuan Om, dan itu membuat Om kecewa padanya."
"Harusnya Om bangga dong dengan Ansel. Meskipun orang tuanya berkecukupan, tapi hal itu tidak membuatnya menjadi pria manja hanya mengandalkan harta orang tua saja. Dia memilih menunjukkan jati diri dan kemampuan diri sendiri."
"Ah, itu kan hanya alasan kalian saja." Keduanya tertawa renyah. Obrolan berlanjut di meja makan setelah Erina dan Arvin membersihkan diri.