"Nin, sori." Hendra mendesis. Perasaanya tidak enak, karena kini hubungan Ainina dan Samudera menjadi berantakan.
"Lo nggak salah. Gue tahu, pasti mula lo babak belur karena dipukulin Samudera, kan?"
Hendra terdiam sejenak, lalu mengangguk lemah. "Lo tahu dari mana?"
"Waktu gue minta obat ke pelayan kafe, nggak sengaja gue liat Samudera sama dua temennya. Gue yakin kalau lo berantem sama dia."
Hendra kembali terdiam. Jika Ainina sudah mengetahui semuanya, Hendra tidak bisa lagi berbohong. Dia berdeham, membenarkan ucapan Ainina.
"Gue khawatir dengan hubungan lo sama Samudera."
Ainina menghela napas berat. Kedua tangannya sudah terlipat di depan dada dengan pandangan lurus ke depan. "Gue nggak ngerti sama Samudera. Dia sekarang beda banget. Padahal dulu Sam nggak pernah marah. Kalau pun ada orang yang menurut dia nyebelin, pasti dia selalu berpikir dua kali buat kasih pelajaran. Tapi kenapa sekarang berubah? Dia bahkan langsung mukulin lo."
"Itu namanya cemburu."