Semakin jauh aku menjelajahi dungeon ini. Tak lupa beban ini masih tetap kubawa di pundak ku.
Cewek ini lagi-lagi pingsan setelah melihat ular tadi.
Pertemuan dengan ular aneh tadi juga sempat membuatku syok karena aku hampir mati. Tapi, anehnya ular itu melepaskan ku dengan alasan dia tidak diizinkan untuk membunuhku.
Itu berarti dia punya semacam bos, kan?
Siapa pun yang melarangnya pasti orang itu tau tentang diriku, atau jangan-jangan dia selama ini mengawasiku?
"Eh...?"
Aku terkejut ada seseorang yang terluka di depan ku.
"Hei, apa kau tak apa-apa?"
Dia dengan lemah menoleh padaku.
"Ka—u si ra—nk copper? Di —mana ke—lompok mu?" Tanya nya dengan terputus-putus.
Mau mati saja tetap merendahkan orang lain. Huh... dia memang ingin mati.
"Mereka mati!"
Sontak orang itu pun terkejut, "Be—gitu, ya? Berarti ha—silnya sa—ma saja. Kita benar-benar su—dah dibantai!" Jawabnya. Setelah mendengar itu sepertinya dia sudah kehilangan harapannya.
Apakah benar semuanya mati?
Dari awal kami masuk memang ada yang aneh.
Monster-monster di lapisan atas lantai awal tak mungkin seagresif itu.
Ahh... tidak ada gunanya memikirkan itu. Sekarang aku harus mengurus dua orang tidak berguna ini.
Apa aku habisi saja?
Tidak, lagi-lagi Lena nanti marah jika aku pulang sendirian. Pasti dia berpikir aku mementingkan diri sendiri dan tak peduli pada yang lainnya.
Ya... sudahlah. Aku bawa saja kedua orang ini.
"Apa kau bisa berjalan?" Tanyaku.
"Te—nang saja, a—ku tidak akan mere—potkan!?" Jawab orang itu berusaha berdiri.
Untunglah kau sadar diri, membawa dua orang itu merepotkan.
Kami pun berusaha berjalan untuk segera keluar dari dungeon. Jarak antara kami terlalu jauh, yah... aku juga cukup kejam membiarkan orang yang terluka berat berjalan sendirian. Tapi, dia sendiri yang memaksakan diri juga.
"Orang itu tak akan bertahan sampai keluar dungeon!" Gumam ku pelan.
Darah yang terus merembes dari semua luka terus saja ada. Jika begitu terus dia akan mati sebelum keluar dari dungeon.
Tapi, apa peduli ku? Jika Lena tidak terima dengan sikap ku, terserah. Lagi pula aku sudah berusaha menyelamatkannya, meski setengah hati aku melakukannya.
Oh... aku lupa sesuatu. Apakah Radky juga mati? Jika orang tadi bilang semuanya mati... itu berarti benar, walaupun belum sepenuhnya bisa dibenarkan. Yah... biarkan, aku juga tidak peduli, pura-pura percaya saja dengan orang ini.
Perjalanan keluar kami berjalan mulus, monster yang menyerang sudah kembali normal, tidak seperti yang tadi.
"Hei, bagaimana dengan luka-luka mu?" Tanya ku menoleh ke belakang untuk memastikan.
"Te—nang sa—ja. Luka se—perti ini tak a—kan berpengaruh!?" Jawabnya lirih menahan sakit.
Lagi-lagi... padahal aku berniat memberikan bantuan. Tapi, aku sepertinya sudah tau, kenapa dia tidak ingin mendapatkan bantuan dari orang seperti ku. Rasa gengsi di tolong oleh petualang rank copper. Hah... dia lebih mementingkan rasa gengsi nya daripada nyawanya. Terserahlah.
Cahaya mulai terlihat dari kejauhan, itu jalan keluarnya.
"Akhirnya keluar! Ehh... dimana orang itu?"
Mungkin dia tertinggal di belakang dan sekarang mati kehabisan darah. Hah... benar-benar orang yang menyedihkan.
Setelah itu aku meletakkan cewek tadi di sekitar pintu masuk dungeon. Dengan begitu orang-orang pasti dengan mudah menemukannya. Tidak ada kewajiban aku harus membawanya sampai kota.
"Wey!"
Aku memanggil wyvern peliharaanku. Dan dalam sekejap sesuatu dari langit melesat dengan cepat turun ke bawah
Ukuran Wey sekarang sangat besar, dia sudah memilih tinggi lebih dari 15 meter. Yah... cukup besar atau memang besar?
"Apa yang kau temukan?"
Wey hanya menggeleng.
Nama : Wey
Ras : Wyvern
Level : 57
Hp : 7570
Mp : 6950
Str : 46
Int : 50
Vit : 70
Agi : 60
Skill :
*Breath of lightning Lv max
*Thunder resistance Lv 7
*Intimidasi Lv 5
*Overeat Lv max
*High voltage Lv 4
*Strom Lv 3
"Stat mu sudah lumayan bagus. Pergilah, terserah mau melakukan apa!?"
Dalam sekejap Wey sudah melesat lagi. Wyvern itu memang terlalu bersemangat. Selama ini aku membiarkannya terus berkeliaran.
Pasti ada pertanyaan... kenapa tidak dijadikan salah satu kekuatan tempur? Jika tiba-tiba ada bahaya seperti tadi, bisa sedikit di atasi.
Huh... begini... pada dasarnya Wey adalah peliharaanku bukan pasukan atau bawahanku. Tidak tega aku memanggilnya tiba-tiba atau memasukkannya ke dimensi storage room.
Aku memerlukan beberapa saat agar bisa sampai di kota Orro, bukan beberapa saat sih... hampir satu jam perjalanan.
Saat gerbang kota sudah terlihat, bad feeling bereaksi.
"Di kota? Aku akan mendapatkan semacam kesialan?"
Memang terdengar tidak masuk akal. Tapi, bad feeling tidak pernah salah.
Sebaiknya aku sedikit berakting.
Saat aku hendak melewati gerbang, beberapa penjaga dan orang di sana segera mendekat ke arahku. Tentu saja karena luka di sekujur tubuhku.
"Kau bukannya petualang yang ikut misi Raid? Dimana yang lainnya?" Tanya salah satu dari mereka.
"Mereka tak berhasil selamat. Monster-monster yang kami lawan bukan monster biasa, ada yang aneh dari dungeon itu!?" Jawab ku bohong. Walaupun tak sepenuhnya berbohong.
"Benarkah? Lalu, bagaimana kau bisa selamat?"
"Me—re—ka... mereka..."
Yah... aku pura-pura kesulitan untuk menjawabnya seolah-olah terjadi sesuatu yang mengerikan.
"Dia baru sampai, kita tak boleh menjejali pertanyaan!" Kata orang yang berdiri di sampingnya.
Aku pun dibantu untuk berjalan. Namun, lagi-lagi semua skill ku bereaksi.
Brakkk...
Tiba-tiba tubuhku di banting ke tanah dan pergelangan tanganku di kunci.
Yah... sesuai dugaan, tapi apa maksudnya ini?
"Diserang monster? Bukannya kau yang sudah membunuh mereka!?" Kata orang yang menahan ku.
Membunuh mereka? Tidak ada orang yang kubunuh dengan tangan ku.
"A—a—pa maksudnya?"
"Jangan pura-pura bodoh!"
Krakk...
Aku bisa mendengar tulang ku berbunyi, tapi karena skill all resistance aku tidak merasakan apa-apa. Sebaiknya aku pura-pura kesakitan.
"Arghh... sungguh, aku tak tau apa-apa! Kenapa kalian bisa menuduhku?!"
"Jangan mengelak! Dasar biadab! Tanyakan pada wanita yang baru saja kau lecehkan!"
Wanita? Lecehkan? Apa aku pernah melakukan itu?
Lalu muncul wanita. Dia... adalah orang yang ku selamatkan dan ku tinggal di depan pintu dungeon.
Bagaimana caranya dia bisa kembali secepat itu? Dan kenapa dia memfitnah ku?
"Lihat... dia bahkan sampai ketakutan. Kau apa kan dirinya?"
Tangan ku terus dipelintir sampai patah.
Apa aku hentikan kepura-puraan ini dan memberikan pelajaran pada mereka semua?
"Hei, hentikan ada apa ini?"
Seorang wanita berlari dengan tergesa-gesa kes sini.
"Lena?"
"Kenapa kau menahan Rie?" Tanya Lena.
"Dia baru saja melakukan perbuatan yang keji. Semua orang yang mengikuti Raid sudah dibunuh olehnya dan dia sudah melecehkan wanita ini!?"
Lena menatapku dengan intens.
"Apa itu benar, Rie?"
"Tentu saja tidak. Untuk apa aku melakukan itu? Jika kau percaya pada mereka terserah. Akan kuhabisi mereka saja!"
"Tunggu, jangan lakukan itu! Jika memang ucapanmu tidak bohong, itu berarti kau difitnah?!"
"Ya... gadis itu... sebenarnya dia adalah orang yang kuselamatkan. Seharusnya dia masih di depan pintu dungeon karena pingsan. Tapi, anehnya dia tiba-tiba sampai lebih dulu dan melaporkan yang tidak-tidak."
"Begitu, ya?"
Kami berbicara melalui telepati.
"Sebaiknya kita serahkan Rie pada para guidmaster!? Mereka tau apa yang harus dilakukan. Kita tak boleh asal menghakiminya."
"Baiklah... jika Lena bilang seperti itu. Bawa dia ke guild!"
Dengan kasar aku dibawa oleh mereka, kedua tangan ku patah.
Tidak apa-apa. Mereka bisa kubunuh kapan saja, jika aku mau.