Chereads / Life After Death : Second Life / Chapter 22 - Solo vs Squad (2)

Chapter 22 - Solo vs Squad (2)

Kota Raxara, kota yang dulunya banyak sekali bangunan megah berdiri dengan indah sekarang hanya tinggal kenangan. Yang tersisa hanya reruntuhan.

Darr... Boamm... Brakkk...

Pertempuran yang tidak ada habisnya terus berlanjut sampai membuat salah satu kota terbesar itu hancur lebur.

Aku tak habis pikir dengan pikiran mereka. Untuk menangkap ku mereka sampai mengorbankan kota dan penduduknya. Apa mereka sudah tidak waras?

Yah... Aku tak bisa mengatakan itu. Aku juga sama, tanpa ragu membunuh semua orang yang kutemui di kota ini.

"Rain Arrow!"

Ribuan anak panah siap menyerang diriku. Dengan sigap aku menggunakan skill elemen tanah.

"Great wall!"

Tembok super besar muncul dan menahan semua serangan itu.

Itu hanya sebagian kecil saja. Sekarang aku bertarung sendirian, lawan ku jumlahnya ada 7 dengan kekuatan yang hampir sama dengan ku. Dan puluhan ribu pasukan lainnya.

Aku langsung berpindah.

Sisa-sisa prajurit semuanya dikerahkan untuk menyerang ku bahkan para penduduk dan petualang semuanya berkerja sama melawanku.

"Lost sense!"

Baru kali ini aku menggunakan elemen kegelapan.

Kegelapan total menyelimuti kota Raxara, cahaya seperti apa pun tidak akan ada yang mampu menerangi. Memanfaatkan semua orang yang panca indera nya tidak berfungsi, aku menyelinap dengan sangat cepat membunuh mereka semua.

Dengan satu tarikan benang baja tubuh mereka terkoyak dengan isinya yang tercecer.

Aku tak tau sudah berapa orang yang aku bunuh, mungkin sudah puluhan ribu.

<>

<>

Aku juga tak sudah berapa kali aku naik level.

Tekanan mental pun menyerang diriku.

Meskipun regenerasi dan pemulihan Hp dan Mp ku tinggi, tetap saja stamina dan mental ku itu ada batasnya. Itu adalah satu-satunya hal yang tidak bisa dipulihkan tanpa namanya Istirahat.

Para pelintas dunia seperti sedang memulihkan diri. Mereka mengerahkan orang-orang ini agar mereka bisa dengan tenang memulihkan diri.

"Meteor rain!"

Ribuan meteor berukuran besar muncul di langit. Semua orang yang melihatnya

langsung pasrah dan menerima kematian mereka, tidak ada tempat untuk lari.

"Matilah bersama kota ini!"

Oh, ya posisi ku sekarang ada di udara.

Boom...

Boom...

Boom...

Boom...

Boom...

Boom...

Ledakan-ledakan besar tercipta, kawah besar pun menyertai ledakan tadi. Sekarang kota Raxara benar-benar sudah rata dengan tanah, begitu juga dengan para penduduknya.

"Ehh...?"

Entah kenapa aku tidak bisa lagi terbang, dan aku jatuh dengan keras menghantam tanah.

Brakkk...

"Arghh... Ini sakit sekali, kenapa Hp-ku bisa turun? Apa yang terjadi dengan semua skill ku?" Kataku menahan sakit.

"Bingung, ya? Aku jelaskan kita sekarang dalam penghalang. Ultimate skill : Devoid Barrier!" Kata Ronald yang tiba-tiba muncul.

Aku langsung saja melebarkan mataku tidak percaya. Ultimate skill? Mereka bercanda kan?

"Bisa dilihat sendiri, kau terjatuh dari ketinggian saja sudah membuat Hp-mu tinggal setengah, kan? Bisa ditebak sendiri!?"

"Jangan bilang—"

"Yah... Siapa pun yang terjebak dalam penghalang ini, sistem tidak akan ada. Sekarang kita hanya manusia biasa persis di bumi! Semua skill dan unique skill akan hilang!"

Pantas jika masuk dalam klasifikasi ultimate skill.

Dengan luka ini aku tidak akan sanggup melawan mereka. Tunggu, hanya 3 orang? Kemana 4 orang lainnya?

Begitu, skill ini bukan skill yang bisa dilakukan oleh satu orang melainkan 4 orang sesuai arah mata angin. Lalu, bagaimana caranya aku menghentikannya?

Tanpa perlu berbasa-basi lagi, Ronald langsung melesat ke arahku. Sial, gerakan orang ini cepat, aku tak bisa mengimbangi permainan pedangnya.

Tang... Tang... Buk...

Aku ditendang dengan keras di perut ku, alhasil aku terpental beberapa meter.

"Uhuk... Uhuk...sial!?"

Aku sampai memuntahkan darah. Satu lawan satu dengannya saja sudah hampir mati, apalagi harus melawan 3 orang lainnya yaitu pengguna perisai dan busur.

"Kemana kesombongan mu? Kau tidak bisa apa-apa tanpa sistem? Kau memang bocah!"

Ronald mendekat ke arahku, dia berkali-kali menendang diriku.

Bak...

Aku terlempar jauh akibat tendangannya. Berbekal pedang soul killer sebagai penyangga, aku berusaha berdiri.

Apa aku terlalu naif? Yah... Aku terlalu percaya diri dengan kemampuan ku yang sekarang. Sepertinya aku memang masih bocah yang berpikir semuanya bisa dilakukan dengan mudah.

Gelar sebagai kerajaan dengan kekuatan tempur paling kuat sepertinya tak salah jika kerajaan Mierdia menyandangnya. Hah... Aku belum membalaskan dendam ku sepenuhnya, aku tidak akan bisa mati dengan tenang.

Dengan pandangan ku yang mulai kabur aku melihat Ronald sekali lagi mendekat ke arahku. Kali ini dengan pedangnya akan segera mengakhiri semua ini.

Jadi, ini akhirnya... Mati... Kematian itu sangat sakit dan aku merasakannya sekali lagi. Kehidupan kedua ku berakhir dengan cara seperti ini... Aku bertanya-tanya apakah akan ada kesempatan untuk ketiga kalinya?

Hah... Apa yang aku pikirkan, kesempatan hanya datang dua kali. Setelah itu tidak akan ada.

Slash...

Aku melihat Ronald dalam kondisi terbalik, tidak aku yang dalam kondisi itu. Ohh... Kepala ku terpenggal.

<>

Aku mati.

.

.

.

.

"Hah... Dimana ini?"

Aku terbangun di tempat yang sangat gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Apa ini alam baka?

"Kamu sudah bangun, Zakiya?"

Suara itu menggema sangat keras di sini.

"Anda bisa tau nama lengkap ku di bumi? Apakah Anda dewa dunia ini?

"Dewa? Entahlah... Aku tidak tau menyebutnya apa?"

"Emm... Saya hendak berterima kasih. Saat saya di dunia itu Anda sudah membantu saya, meskipun awal-awal Anda mempermainkan saya."

"Tak perlu dipikirkan!"

"Baiklah, saya sudah siap jika masuk ke neraka."

"Kenapa kamu menyimpulkannya secepat itu? Tolonglah santai sedikit, aku ingin mengobrol lebih banyak lagi denganmu, Kiya atau apa ya?"

"Anda boleh menggunakan nama yang mana saja!"

"Baiklah... Rie, akan aku pindahkan tempatnya dulu!"

Dalam sekejap tempatku berada sekarang adalah hamparan Padang rumput yang sangat luas. Dan... di dekat ku ada meja dan kursi untuk dua orang berlindungkan sebuah payung.

Seperti de javu... Ini scene di Re : Zero kan ketika si MC bertemu dengan penyihir keserakahan.

"Duduklah, kita bicara sebentar!?"

"A—no, apakah Anda tidak menampakkan wujud Anda?"

"Ahh... Maaf, untuk saat ini aku tidak bisa melakukan itu. Saat waktunya tiba pasti Kiya akan bisa melihat wujudku."

"Baiklah, saya akan menunggu!"

Kami pun lalu membicarakan banyak hal. Tak habis pikir, aku bisa akrab dengan seorang dewa. Itu sungguh gila.

Dewa itu pun beberapa kali meminta maaf kepadaku karena beberapa kali aku sudah dipermainkan olehnya. Dan dari cara bicaranya dia seperti seorang perempuan? Tunggu, apa dewa punya gender?

"Kiya... Apa kamu memiliki semacam penyesalan?"

"Jika ditanya seperti itu, pasti saya akan menjawab 'ya' tapi, maaf... saya tidak mengemis agar mendapatkan kesempatan ketiga."

"Kau tau... Kiya, aku mencintaimu." Kata dewa itu. Aku tau meskipun wujud nya tidak ada, tapi, pasti dia tersenyum manis padaku.

Aku mematung sesaat. Apa dia bercanda? Itu tidak mungkin kan? Sebenarnya apa yang dinamakan dewa itu? Kenapa bisa jatuh cinta dengan makhluk fana? Tunggu, apa dewa perlu berkembang biak?

"S—s—sa— tidak sa—lah dengar kan? Ba—ga—imana mun—gkin Anda bi—sa ja—tuh cinta?"

"Kembalilah... Jadilah penguasa mutlak dunia itu! Aku akan menunggu mu di sini!"

<>

"A—PA?"

.

.

.

.

Konflik sesungguhnya akan dimulai... Nantikan kelanjutannya.