Chereads / Life After Death : Second Life / Chapter 19 - Cukup sampai di sini, Lena!

Chapter 19 - Cukup sampai di sini, Lena!

Sebelumnya aku pernah bilang kehidupan ku di bumi terbilang buruk, bukan buruk lagi, tapi penderitaan saja isinya.

"Ma... sakit, ma!?

Rasa sakit dipukul beberapa kali sudah kurasakan sejak kecil. Yah... ibuku selalu menyiksaku setiap hari.

Aku hanya dianggap sebagai samsak tinju, sebagai tempat pelampiasan amarahnya.

"Kenapa kau harus terlahir?"

Ibuku terus memukuliku berulang kali sampai dia puas. Dan akan melakukannya lagi setelah amarahnya kembali muncul.

Ibuku jadi seperti ini... hanya ada satu alasan.

Setelah perceraian dengan ayah.

Ibuku sangat mencintai ayah, dia sangat frustasi dan marah setelah resmi bercerai. Aku bisa menyebutnya jiwanya sudah rusak. Tak heran dia tak merasa kasihan pada anaknya sendiri.

Ayah lebih memilih wanita lain, dan aku tak tau apa alasannya. Yah... karena waktu itu aku masih anak-anak dan belum mengerti hal seperti itu.

Hari-hari penyiksaan terus berlanjut. Hari demi hari, minggu demi minggu, sudah kulewati tanpa merasakan kasih sayang. Karena itu aku tumbuh menjadi orang yang tak berperasaan atau orang punya rasa empati pada orang lain.

Semuanya kulewati, dan tak terasa aku sudah SMA. Dan pada hari itu juga... aku bisa sedikit melampiaskan amarahku yang sudah ku pendam sejak lama.

Pada hari pertama masuk sekolah, aku menghajar habis-habisan seseorang. Dia adalah anak dari wanita yang sekarang menjadi istri ayahku, dia adalah Kema.

Aku langsung tak bisa mengontrol emosi ku ketika melihatnya. Waktu itu aku bisa saja membunuhnya, tapi aku memikirkan sesuatu. Aku tidak akan bisa puas dengan itu, aku harus membuat kehidupannya sama seperti ku.

Yah... hidupku hanya dipenuhi oleh yang namanya dendam. Aku hidup hanya untuk itu.

Sampai pada akhirnya aku merasa lelah. Hidup di dunia itu ternyata sangat mengerikan. Apa aku bisa menyamakannya dengan neraka? Mungkin masih jauh.

Dan kehidupanku pun terulang lagi setelah aku mati. Sungguh ironis.

Namun kali ini aku sempat merasakan kasih sayang meskipun itu hanya sebentar. Lagi-lagi penyebabnya pun sama... hahahaha... aku tertawa sampai perutku sakit saat aku tau kebenarannya. Kenyataan dan kebetulan itu memang mengerikan.

Ronde dua dari pembalasan dendam ku pun dimulai lagi. Kali ini pasti akan berhasil.

.

.

.

.

Aku di bawa ke guild dan digiring ke hadapan guildmaster untuk mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan yang tidak aku lakukan.

Aku dipenjara untuk sementara waktu selagi penyelidikan dilakukan. Dalam waktu itu di dalam penjara aku di siksa habis-habisan oleh mereka. Tapi, karena semua skill ku, tak ada efeknya sama sekali.

Dan aku hanya berakting kesakitan dan seperti orang yang sudah kehilangan cahaya harapan.

"Rie, aku harap kau terus bertahan. Aku percaya padamu!"

"Huh... aku sudah muak. Dengar Lena... jangan paksa aku untuk terus menerus menurutimu. Kau tau, aku bukan dirimu, dan tentu saja kepribadian kita berbeda. Jangan paksa aku untuk meniru mu!"

"Ta—pi..."

"Satu hal lagi Lena... sikapmu yang terlalu naif bisa jadi bumerang untuk mu di masa depan. Tidak semua orang akan terpengaruh dengan sifat konyol seperti itu!"

"Rie....?!"

"Cukup Lena... berbuat baik lah pada orang yang benar-benar pantas mendapat kebaikan mu. Selama ini kau salah memberikan kebaikanmu. Maaf, aku harus membereskan mereka semua."

"Rie... jangan lakukan itu... Rie, kumohon... mereka itu tidak tau apa-apa!"

Terlambat. Skill telepati milik Lena sangat menggangu.

"ITU SALAH KALIAN SENDIRI KARENA SUDAH MEMBUAT KU MENGINGAT YANG TIDAK INGIN KU INGAT!"

Semua yang ada di penjara itu sepenuhnya mati dengan luka yang tak main-main. Aku melakukan siksaan yang sama pada mereka, persis saat mereka menyiksaku.

Dengan ini, aku akan jadi buronan. Aku akan jadi penjahat, dan setiap waktu akan ada orang yang terus mengejar ku.

"Gwahahaha... hahahaha..."

Aku tertawa tanpa sadar dengan air yang mengucur dari mataku.

"A—ku... Kema! Pembalasan akan dimulai, main-mainnya sudah selesai!?"

Hancurkan semua yang berhubungan dengan Kema.

.

.

.

.

"Ada apa pangeran?"

Salah seorang prajurit bertanya pada orang yang berada paling depan dengan kudanya tiba-tiba berhenti. Dia adalah Kema.

"Tidak apa-apa. Perasaan ku sedikit aneh!?" Jawab Kema dengan raut wajah khawatir.

"Pangeran tenang saja. Kita pasti bisa membereskan tikus kecil itu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!"

"Yah... itulah harapanku, tapi—"

"Kita sebaiknya bergegas, ini sudah hampir malam. Kita harus mencari tempat yang ideal untuk beristirahat."

Jarak yang amat jauh membuat Kema dan rombongannya harus berhenti untuk istirahat. Kuda yang mereka tunggangi perlu beristirahat.

Rie sudah menjadi buronan kerajaan Mierdia, bukan hanya pangeran Kerald yang dikirim, tapi semua petualang yang ada di kota Orro diberitahu agar mencari orang diduga sudah menggagalkan proyek kerajaan Mierdia.

"Berapa waktu yang kita perlukan untuk sampai di kota Orro?" Tanya Kerald.

"Dengan kecepatan kita saat ini... seharusnya beberapa hari lagi kita akan sampai!?"

"Begitu, ya?"

Setelah sampai mereka harus berusaha mengidentifikasi setiap orang yang ada di sana. Berbekal dengan keberuntungan dan insting mereka harus bisa menangkap orang yang tepat.

Tapi, kedengarannya sangat sulit. Yah... misi tetap misi, si pembuat onar yang tak lain adalah Zaried Scaland sudah menyebabkan banyak sekali kerugian pada kerajaan Mierdia memang harus segera ditemukan.

( Apa aku bisa menang melawannya? Dia juga diduga adalah seorang reinkarnator, itu berarti adalah teman sekelas ku. Apa aku bisa melawannya? )

Kerald pun ada keraguan untuk melawannya. Tapi, pikiran semacam itu harus dibuang jauh-jauh oleh Kerald, itu sama saja dia menghianati kerajaannya sendiri.

.

.

.

.

Lena sekarang gelisah karena Rie baru saja membunuh orang-orang tak berdosa, emm... tak tepat menyebutnya tak berdosa... orang yang mencari masalah dengannya.

Meskipun begitu, Lena cenderung tidak ingin membunuh seseorang dengan alasan dangkal seperti itu.

"Rie... ke depannya kau pasti akan kesulitan!?" Kata Lena mondar-mandir, tak lupa dia terus menggigit jarinya sendiri.

"A—ku harus menghentikannya untuk menyerang kerajaan Mierdia!"

Ding...

Sebuah bola kristal tiba-tiba muncul di hadapan Lena.

"Jangan ganggu dia!" Suara yang keluar dari bola kristal itu.

"Apa maksudmu? Kau akan membiarkan seseorang melakukan genosida, dewa macam apa kau ini?"

"Fufufu... aku sangat tersanjung kau memanggilku dewa."

"Itu sangat jelas karena kau yang menciptakan dunia ini!"

"Dibilang menciptakan sepertinya kurang tepat.Tapi, tak perlu memikirkan itu! Aku ulangi jangan ganggu apa yang ingin dilakukannya!"

"Kau memang dewa jahat! Kau membuat Rie atau Kiya merasakan sesuatu yang pedih. Kenapa kau membuat skenario seperti itu?"

"Hanya iseng!?"

"Kenapa dengan mudahnya kau menjawab? Di bumi dia sudah sangat menderita... dan di sini kau ingin membuatnya lebih menderita?"

"Bukannya aku membantunya? Di bumi dia terikat dengan hukum yang ketat. Tapi, di sini... asal kau kuat, apa pun bebas kau lakukan. Aku juga sudah memberikannya beberapa skill yang hebat!?"

"Kau melakukan semua ini apa semata-mata hanya iseng?"

"Yah... karena gabut, boleh kan melihat makhluk seperti kalian berusaha?!"

"Aku tarik kata-kata ku, menyandang gelar pencipta dunia tak pantas untukmu!"

"Aku tak peduli kata-kata makhluk yang aku kendalikan!"

Bola kristal itu pun hilang sekejap. Melihat pembicaraan yang dilakukan Lena dengan bola kristal itu, sepertinya mereka sudah sering melakukan itu.

Eksistensi seperti dewa mengobrol dengan santai layaknya teman. Lena memang punya posisi yang bagus di hadapan dewa itu.