Chereads / Life After Death : Second Life / Chapter 6 - Reinkarnator lainnya

Chapter 6 - Reinkarnator lainnya

Berkah dewa? Heh... terserah lah, yang terpenting sekarang aku bisa menghidupkan wyvern ini.

Reinkarnasi, ya... itu berarti aku bisa melahirkannya kembali menjadi makhluk lain? Ya, sepertinya begitu. Nah... ku ubah atau tidak, keputusan sulit.

<>

Gawat, aku sudah meledakkannya tanpa sisa.

Aku mencari sesuatu di tempat pertarungan tadi, harap-harap bisa menemukan sesuatu, seperti cakar atau gigi.

Namun, aku tak kunjung bisa menemukannya. Memang sedikit mustahil, ledakan itu sangat besar, wajar jika wyvern itu langsung menjadi debu.

"Lagi-lagi, padahal punya skill yang bagus, tapi... ahh... sudahlah, mungkin ke depannya aku bisa menemukan monster lain!?"

Aku memutuskan menyerah, lagi pula aku tak punya banyak waktu untuk mengurus satu wyvern. Ingat, aku harus leveling agar aku bisa cepat-cepat membalaskan dendam.

Namun, saat aku mulai berjalan, kakiku menendang sesuatu. Sebuah tanduk, keberuntunganku belum habis.

Tentu saja aku senang, dengan begini aku bisa menghidupkan wyvern itu.

<>

Aku tidak berniat untuk mengubah jenisnya, tetap menjadi wyvern saja.

Kemudian, tanduk yang aku pegang tadi bercahaya dengan sinar keemasan. Cahaya itu sangat menyilaukan sehingga aku harus menutup kedua mataku. Dan berselang beberapa saat aku mulai membuka mataku kembali setelah tau bahwa cahaya itu sudah menghilang.

Dan... yah, tanduk tadi sekarang berubah menjadi sebuah telur yang besar. Mungkin sebesar telur burung unta, tapi ini sedikit lebih besar.

"Aku tinggal menetaskan telur ini. Dan aku akan punya peliharaan yang setia."

Tapi, ada satu kesulitan. Bagaimana aku bisa menetaskannya. Ahh... appraisal!

<>

Tunggu, tunggu... dipindahkan dari induk aslinya? Itu berarti... huh, malas sekali jika aku harus berurusan dengan wyvern lagi.

3 2 1 dan secara perlahan cangkang telur mulai retak, kepala berbentuk seperti kadal karena sama-sama reptil mulai mendorong cangkang telur. Setelah berhasil, sepasang sayap kecil mengembang.

"Selamat datang," sapaku pada kadal kecil ini. Kedengaran aneh, tapi aku hanya ingin berbicara saja.

Wyvern itu melihatku dalam kebingungan, dia memiringkan kepalanya.

"Yah... aku memang bukan ibumu, tapi aku akan menjagamu dengan baik. Ayo tumbuh bersama-sama!"

Zrrrtttttttttttt

Aku malah disetrum olehnya. Wyvern ini masih memiliki elemen petirnya.

"Giliranku untuk menyetrummu!"

Zrrrtttttttttttt

Bukannya marah, wyvern itu malah menempelkan kepalanya dan mengelus-elus tubuhku. Ohh... begitu rupanya.

"Ahh... iya, iya... semoga kita bisa menjadi teman. Maaf, aku tadi sudah membunuhmu."

Nama : —

Ras : Wyvern

Level : 1

Hp : 1000

Mp : 1000

Skill : Breath of lightning Lv 1

Kembali ke level 1? Namanya juga terlahir kembali.

"Namamu sekarang adalah Wey... ya... Wey, cepatlah bertambah kuat!?"

Nama : Wey

Ras : Wyvern

Level : 10

Hp : 4700

Mp : 4500

Skill : Breath of lightning Lv max

Statusnya langsung menjadi 10 kali lipat. Apa karena kuberi nama? Monster pada awalnya memang tidak memiliki nama karena tidak punya akal untuk berpikir. Sepertinya benar, memberikan nama akan menaikkan status-nya.

"Ke-napa aku sa—ngat le—"

.

.

.

.

"Arghh... kepalaku pusing!"

Apa aku baru saja pingsan? Yah... sepertinya begitu, tapi kenapa aku bisa pingsan?

Bar Mp-ku hanya tersisa 2 poin. Hanya memberikan nama pada Wey saja sudah menguras habis Mp-ku. Untung saja saat aku pingsan tidak ada binatang buas atau monster yang menyerang.

Sepertinya aku terlalu cepat menyimpulkan, di dekatku banyak tergeletak mayat-mayat monster. Pasti yang melakukan semua ini adalah Wey. Lalu, di mana Wey?

Rasa geli tiba-tiba menjalar di punggungku, dengan itu sudah dipastikan.

"Kau yang melakukannya? Aku sangat berterima kasih."

Aku memeluk Wey layaknya sebuah boneka yang nyaman dipeluk. Padahal sisik-sisiknya sangat keras.

Aku baru sadar benda bersinar di atas langit sudah turun, itu berarti sudah sore. Ternyata aku pingsan cukup lama. Sebaiknya aku pergi ke tempat yang lebih aman, pada malam hari pasti monster akan lebih ganas.

Tujuanku adalah rumah lama kedua orang tuaku yang sudah hangus terbakar dan hanya menyisakan lantai bawah tanah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah ada beberapa monster yang menyerang, tapi dengan mudah Wey bisa membereskannya. Wey jauh lebih berguna dari yang kukira.

"Setelah pergi beberapa hari, akhirnya kembali lagi."

Memang setelah aku menghabisi para manusia itu, aku sempat mencoba untuk keluar hutan. Tapi sayangnya ada banyak begitu monster, aku sangat kesulitan untuk bisa mengalahkan mereka. Berbeda dengan sekarang, aku sudah mempunyai skill-skill yang sangat berguna. Monster-monster di hutan ini sedikit bisa kutangani, ditambah Wey yang siap sedia menjadi tameng.

Akhirnya aku sampai di rumah. Kenangan-kenangan saat aku masih tinggal di sini secara perlahan menyusupi pikiranku. Perasaan sedih, marah, semuanya bercampur aduk.

"Para manusia itu... setelah aku lebih kuat, akan kudatangi mereka. Bersiaplah menerima kehancuran!"

Satu-satunya tujuanku adalah menghancurkan para manusia yang sudah membunuh kedua orang tuaku.

Ambisi sebesar itu hai diimbangi dengan kekuatan yang besar juga. Di masa depan aku harus berperang dengan satu benua. Untuk itu, aku harus menyiapkan diriku.

Wey terus menggeliat, dia duduk dengan manis di pucuk kepala.

"Kau memang bisa mengerti diriku. Ayo kita tumbuh bersama dan hancurkan semua yang menjadi musuh kita."

.

.

.

.

Di kerajaan Mierdia

Kerajaan manusia yang tertelak di tengah-tengah benua. Kerajaan yang bisa dibilang makmur jika dilihat sekilas, kerajaan ini juga pemilik kekuatan tempur paling kuat di antara kerajaan lainnya.

"Pangeran, Raja memanggil tuan!" Teriak seorang wanita dengan pakaian maid.

Si maid disuruh oleh Raja untuk menghadap dirinya. Ada semacam pemberitahuan yang ingin disampaikan pada anak tunggalnya.

Si Pangeran sepertinya tidak mendengarnya. Itu karena suara dua pedang kayu yang beradu ditambah si Pangeran sangat berkonsentrasi.

"Tuan... ada yang memanggil!?" Kata orang yang menjadi lawan tanding pangeran.

Latihan pedang pun diakhiri. Maid yang tadi langsung bergegas menghampiri mereka.

"Ahh, maaf, Lizh... aku tidak mendengarmu," Kata Pangeran menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Tidak apa-apa. Mari, Raja sudah menunggu."

"Ya..."

Mengekor lah si Pangeran meninggalkan lawan tandingnya sendirian.

( Kenapa ayah memanggilku, apa ada hal yang serius? ) Batin si Pangeran.

Pangeran itu namanya adalah Kerald Mier, putra mahkota kerajaan Mierdia. Umurnya sekarang baru menginjak 6 tahun. Tapi, pada usianya yang semuda itu dia sudah sanggup mengalahkan puluhan prajurit sendirian. Orang disekitarnya berkata dia yang akan menyandang gelar pahlawan selanjutnya, anak yang ditakdirkan membawa kejayaan bagi kerajaannya.

Meskipun tubuhnya seperti anak-anak pada umumnya, namun kenyataannya mental Kerald adalah remaja umur 16 tahun. Yah, dia sebenarnya adalah seorang reinkarnator. Orang yang mati di dunia sebelumnya dan berinkarnasi ke dunia ini sebagai pangeran.

Teman sekelas Kiya, atau di dunia ini namanya Zaried atau Rie. Nama asli Kerald adalah Kema, sang ketua kelas yang bertanggung jawab.

( Semoga bukan dikasih tugas yang berat, aku berinkarnasi ke sini sudah memikul beban yang berat ) Batin Kerald sedikit cemas.