Chapter 3 - Kenapa?

5 tahun berlalu, aku semakin memahami dunia ini berkat buku-buku yang aku baca dan skill yang aku punya.

Nama : Zaried Scaland

Ras : Manusia

Level : 20

Hp : 200

Mp : 200

Str : 30

Vit : 25

Int : 30

Agi : 35

SP : 1000

Skill :

*Interpretation Lv 5

Dalam tempo waktu 4 tahun aku berhasil menaikkan levelku sampai level 20. Itu masih sedikit di atas rata-rata untuk anak seusiaku.

Apa kalian bertanya kenapa skill-ku ada yang aneh?

Begini, untuk skill Walk, Speak, dan Reading milikku, itu menghilang karena pada dasarnya itu bukanlah skill, jadi skill itu menghilang ketika aku benar-benar bisa melakukan semua itu. Kasus yang berbeda untuk skill Understanding. Sistem di dunia ini adalah jika suatu skill sudah mencapai level max, maka skill itu bisa diupgrade menjadi skill lain. Skill Understanding berubah menjadi Interpretation, karena skill ini aku sekarang berusaha untuk membongkar rahasia orang tuaku.

Penjelasannya sampai di sini.

Nah, apa aku harus memulai untuk membongkar rahasia yang disembunyikan oleh ayah dan ibu?

Rahasia kenapa kami bisa tinggal di sini. Ibu atau ayah tak pernah mau menjawab ketika aku bertanya. Pastinya ada sesuatu yang ditutupi dariku, kan?

Selama ini aku dilarang pergi ke hutan, paling jauh aku pergi sekitar 100 meter dari pekarangan rumah, pembatas area itu hanya dibatasi dengan pagar yang tingginya setengah diriku. Yah, aku bisa saja diam-diam melewatinya. Namun, aku selalu ketahuan karena mbak-mbak maid selalu mengawasiku.

Sekarang juga seperti itu.

"A-nu, di sini tidak ada jamur. Bagaimana jika kita mencarinya di luar pembatas?"

Yah, kami sedang mencari jamur, aku menawarkan diri untuk membantu. Emm... tidak sopan rasanya jika aku tidak mengenalkan maid yang bekerja di rumahku. Baiklah... namanya adalah Cally, umurnya kira-kira baru 20-an.

"Tidak boleh, tuan dan nyonya melarang untuk pergi ke luar pembatas!"

Tidak berhasil... bagaimana caranya agar aku bisa keluar?

"Tapi, jika terus di sini... kita tidak akan menemukan jamur, Ly!?"

Aku memanggil Cally dengan Ly. Aku lebih suka yang singkat.

"Pasti ada, jamur di hutan ini ada banyak."

"Benarkah? Ly pernah keluar pembatas?" Tanyaku dengan polos.

Cally tiba-tiba tersentak, itu sudah menunjukkan bahwa dia juga tidak pernah keluar dari pembatas.

"Tidak," jawab Cally singkat.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita keluar. Memangnya apa yang terjadi jika kita keluar? Apa di luar pembatas sangat berbahaya?"

Bagus, Cally termakan oleh ucapanku. Dia menjadi gelisah dan bimbang. Hari sudah sore, kami belum menemukan jamur satu pun. Cally pasti tidak ingin membuat ibu kecewa karena pulang dengan tangan kosong. Mau tidak mau harus mencoba keluar dari pembatas. Lagi pula, dia pasti juga ingin keluar.

<>

Muncul suara di pikiranku.

Dapat skill baru, dan ini sangat berguna.

"Ba—iklah, tapi cepat dan jangan pergi terlalu jauh!"

.

.

.

.

Kami sampai di pagar pembatas. Menurutku sedikit aneh, kenapa?

Yah, jika ibu dan ayah benar-benar tidak ingin aku keluar... kenapa membangun pagar yang tingginya hanya setengah tubuhku bukannya membangun yang lebih tinggi?

Dengan sedikit keraguan Cally melangkah melewati pagar lalu disusul olehku.

Kesan pertamaku... tidak ada bedanya. Ini seperti hutan pada umumnya yang membedakan hanya hewan-hewannya saja yang aneh.

"Waaahh... ternyata benar, di sini banyak jamurnya," kata Cally dengan mata yang berbinar-binar.

Lalu, kenapa aku dilarang melewati pagar ini?

"Ly, aku lelah... apa boleh aku istirahat?" Tanyaku.

"Tentu saja. Ini kan seharusnya bukan tugas tuan Rie!"

Setelah mendapatkan persetujuan, aku berjalan ke arah salah satu pohon untuk mengistirahatkan kakiku. Aku lalu membiarkan Cally melaksanakan tugasnya. Cally pun pergi agak jauh agar bisa menemukan jamur yang bagus.

"Sebenarnya apa yang disembunyikan oleh ibu dan ayah?" Gumamku.

Entah karena apa aku merasa sangat mengantuk, sudah kutahan agar kelopak mataku tak tertutup. Namun, apa daya rasa kantuk ini terlalu besar, jadi secara perlahan mataku terpejam. Tidur sebentar tidak apa-apa, kan? Memangnya apa yang akan terjadi?

.

.

.

.

"Tuan Rie, tuan Rie... bangun! Kita harus kembali!"

Suara-suara itu menggangguku, karena itu aku bisa terjaga kembali.

Di hadapanku sudah ada Cally dengan keranjang yang penuh akan jamur. Dan... aku menyadari sesuatu... gelap? Apa ini sudah malam?

"Ly... apa yang terjadi?" Kataku dengan mata yang setengah terbuka.

"Ya... kita harus kembali!? Jawab Cally dengan nada yang agak aneh.

Yah... sebenarnya ada keanehan di sini, ini sudah menunjukkan waktu malam. Tapi, kenapa ibu dan ayah tidak mencariku?

Seharusnya untuk bisa menemukanku itu mudah. Toh, aku hanya sedikit keluar dari pembatas.

Apa terjadi sesuatu di rumah?

Aku pun kembali sambil membawa keranjang yang penuh akan jamur. Aku menawarkan untuk membantunya, hanya merasa tidak enak.

"Pisau?"

Aku mengecek isi dari keranjang itu dan menemukan sebuah pisau.

"Untuk memotong jika jamurnya terlalu keras. Ada beberapa jenis jamur yang seperti itu."

Entah kenapa aku merasakan firasat yang tak biasa.

<>

Bersamaan dengan suara pemberitahuan yang muncul di pikiranku. Aku melihat kepulan asap hitam pekat dari arah rumahku.

Tentu saja dengan reflek kami berlari.

Dan saat sampai, aku tidak percaya dengan pemandangan yang aku lihat.

Sekejap tubuhku membeku. Nafasku memburu dan tubuhku yang terus gemetaran.

Rumah tempat kami bernaung terbakar.

"Ibu, ayah!" Teriakku dengan histeris.

Aku mencoba untuk masuk ke dalam kobaran api. Tentu saja Cally menghentikanku.

Sebenarnya kenapa ini bisa terjadi?

"Lepas, Ly! Aku harus menyelamatkan ibu dan ayah!"

"Terlalu berbahaya!"

"Aku tidak peduli!"

Aku yang terus berontak sepertinya telah membuat Cally kesal. Entah karena apa, dia mendorongku sampai terjatuh.

"Kau ini bukan anak biasa, benarkan? Untuk anak seusiamu sebenarnya tidak akan mengerti semua ini. Kau berbeda, kau seolah-olah bukan anak kecil. Apa tebakanku benar?"

Mataku membulat sempurna dan secara perlahan aku memundurkan diri. Tatapan mata Cally waktu itu sangat menakutkan.

"Sekarang orang tuamu sudah mati! Lalu, apa yang akan kau lakukan?" Kata Cally dengan sebuah seringai jahat.

Air mataku seketika menetes. Perasaanku campur aduk, aku akhirnya bisa mencerna keadaan ini.

<>

Aku benar-benar marah, aku ingin sekali menghabisi wanita jalang di depanku.

"A-pa Ly yang melakukannya?"

"Jika kenyataanya memang seperti itu, apa yang akan kau lakukan?"

Jleb...

"Arghh... uhuk... uhuk."

Berbekal dengan pisau dari keranjang. Aku menusuk Cally tepat di perutnya, dia tidak bereaksi sama sekali.

Darah mulai mengucur deras, Cally perlahan mulai ambruk. Tapi, aku masih belum puas.

Jleb... jleb... jleb...

"Kenapa, kenapa, kenapa ini harus terjadi?"

Aku secara membabi-buta terus menusukkan pisau ke tubuh Cally. Aku tidak peduli, aku tidak peduli.

"Hah... hah... hah... tidak di dunia ini, tidak di bumi... kenapa aku harus berakhir sendirian?"

Tubuh wanita di depanku kini tak berbentuk, aku mencincangnya. Tubuhku penuh dengan cairan berwarna merah pun aku tak peduli.

<>

"Gwa—ha—ha—ha—ha..."

Aku tertawa terbahak-bahak. Seperti orang gila atau orang yang mentalnya sudah hancur. Tidak keduanya, saking sedihnya aku tak bisa meneteskan air mata dan secara tak sadar malah tertawa.

"Ke-napa?"