Ponselnya bergetar, Ameera kembali mendapat pesan, kali ini dari seorang client yang mengingatkannya untuk bertemu malam.
"Apa aku harus merias diri sebagai anak sekolah?" Ameera kembali bergumam seraya membayangkan isi lemari pakaiannya dan mencoba untuk memadu padankan pakaiannya yang ada dalam angan agar dapat serasi jika menjadi pasangan dari anak sekolah.
Tidak akan sulit berperan sebagai pacar palsu, yang membuatnya sulit adalah ketika dia harus bersikap manis dan manja kepada pelanggannya itu yang mana itu bukanlah sikap asli Ameera. Tapi itu tidak begitu rumit selama uang akan mengalir ke dompetnya. Ameera tersenyum simpul, dia membayangkan wajah menggemaskan siswa yang polos.
Ameera masih menonton pertandingan hingga selesai dengan skor akhir kemenangan untuk tim teknik arsitektur. Dia merasa lega karena jurusannya akan lanjut ke babak selanjutnya, tetapi satu sisi dia juga iba karena tim Neandro kalah.
Dia masih menunggu untuk dihampiri oleh Al, tetapi pria itu menghilang saat tim bubar. Segera saja, Ameera keluar dari gedung olahraga bersama dengan para penonton yang lainnya. Hanya mehela napas panjang, Ameera tidak ingin bersikap yang berlebih dengan situasi yang sedikit kurang nyaman.
"Saveri!"
Ameera segera tahu sosok yang memanggilnya dengan nama belakang itu. Dia menoleh dan mendapati Al sedang berdiri dengan senyumnya.
"Apa aku masih memiliki waktu? Kurasa ini belum enam jam?" tanyanya memastikan jam sewa.
"Tentu," jawab Ameera singkat. Dia hanya menganggukkan kepala tak berekspresi.
"Tunggu sebentar, aku berganti pakaian dulu." Al bergegas kembali ke ruang ganti, sementara Ameera menunggu di taman depan gedung olahraga.
Tak sedikit dia mendapat lirikan maut dari para penggemar Altezza yang kesal karena dia nampak cukup sering bersama dengan lelaki itu. Banyak juga dari mereka yang menerornya di sosial media, hanya saja Ameera tidak ingin meladeni keributan yang tidak jelas.
"Maaf lama menunggu, soalnya mandi dulu hehe"
Ameera yang sempat melamun sambil memandangi taman, berbalik badan dan didapatinya sosok Al telah berdiri di belakangnya.
Untuk kesekian kalinya Ameera mematung ketika melihat sosok Al dengan tampilan seperti itu. Rambutnya masih agak basah karena dia mandi dengan buru-buru, kaos putih polos dengan jaket kampus yang tak dikancingnya karena dia memakainya dengan buru-buru juga, menggendong ransel besar berisi bola basket dan beberapa peralatan kuliah.
"Yuk kita ke restoran Jepang dekat lampu merah," ajak Al. Kali ini dia tidak tersenyum, membuat auranya berbeda dari Al yang biasanya selalu memamerkan deret giginya yang lucu dengan wajah tampannya yang mempesona.
Ameera mengangguk dengan senyum simpul.
Mereka pergi untuk makan siang sambil berbincang cukup banyak hal. Al bahkan menanyakan mengenai pekerjaan Ameera sebagai pacar sewaan.
"Apa kamu tidak ingin memiliki pacar sungguhan?" tanyanya memulai yang hanya dijawab gelengan kepala oleh Ameera.
"Apa kamu tidak mempunyai seseorang yang kamu suka? Yang kamu inginkan untuk menjadi pendamping hidupmu kelak?"
Ameera menghentikan makannya. "Aku tidak tahu perasaan suka dan ingin menjadi pacar itu seperti apa. Tapi aku memiliki seseorang yang dapat membuatku nyaman, aman dan selalu bahagia saat bersamanya."
"Apa itu aku?"
"Tentu saja bukan!"
"Kenapa?"
"Ya karena, …." Ameera bingung dengan kalimatnya sendiri. Al memandanginya seksama.
"Karena aku tidak merasa nyaman, aman dan bahagia denganmu," jawab Ameera.
"Kenapa?"
"Karena aku tahu kamu berikap manis ke semua perempuan," jawab Ameera yang sontak membuat Altezza tersedak.
"Apa hanya karena itu?"
"Entahlah. Intinya aku tidak merasakan apapun saat bersamamu selain kesal dan menunggu jam sewa selesai lalu kamu membayarku."
"Hahaha kurasa isi kepalamu kini hanya uang, ya?"
Ameera mengangguk, "Aku membutuhkan uang untuk menghidupi diriku sendiri. Sangat bohong jika aku mengatakan aku tidak membutuhkannya."
"Maka berterimakasihlah padaku karena aku selalu menyewamu," ujar Al sambil tertawa dengan menarik sedikit ujung bibirnya.
"Hemm aku sedang mempertimbangkan kalimat terima kasih untukmu."
Ameera melanjutkan makan hingga habis. Mereka masih lanjut mengobrol hingga jam kuliah siang tiba. Keduanya kembali ke kampus dan mengikuti mata kuliah terakhir.
Saat di mobil, Ameera mendapat telpon dari Neandro yang memintanya untuk membeli beberapa bahan untuk minuman dan pudding yang habis. Dia berbicara sambil mencatat di sebuah buku kecil hingga tak sadar lagi kalau dia belum memasang sabuk pengaman.
Tanpa aba-aba, Al menarik dan memasangkan sabuk pengaman untuk Ameera dengan posisi tubuh dan wajahnya yang sangat berdekatan dengan perempuan itu. Sontak saja Ameera terkejut dan mematung sejenak, dia bahkan menahan napasnya saat wajah kapten basket itu hanya berjarak beberapa centi di depan wajahnya.
"Sekarang sudah aman," ujar Al tanpa ekspresi saat Ameera masih menatapnya bingung. Sengaja dia menahan diri untuk tetap berada di depan Ameera yang membeku.
"Oke," sahut Ameera kembali menormalkan tarikan napasnya.
Al menyeringai nakal, dia kembali ke posisi menyetir dengan masih sesekali menoleh Ameera yang mendekap ponselnya. Al tahu Ameera masih degdegan dan canggung.
Keduanya sampai di kampus sangat tepat waktu, sayangnya dosen mata kuliah sedang berhalangan hadir sehingga mereka hanya diberi tugas untuk diselesaikan masing-masing.
Beberapa mahasiswa sedang sibuk dengan totonan mereka yang dapat dipastikan itu adalah video dewasa karena mereka sangat tenang dan berkomentar yang terdengar ngeri di telinga Ameera, lalu setelahnya mereka berteriak seperti mengagumi tapi juga mengumpat. Hal itu membuat Ameera tak nyaman tapi dia mencoba untuk mengabaikan dan tetap fokus dengan peajarannya.
Tiba-tiba Al datang dan memasangkan earphone padanya dengan lagu akustik yang menenangkan.
"Kamu harus fokus, kerjakan semuanya lalu aku akan menyalinnya," ujar Al seraya nyengir dan meninggalkan meja perempuan itu.
Ameera tidak bereaksi, dia merasa senang tapi kesal juga karena pria itu selalu saja menyalin jawaban darinya saat ada tugas. Sambil mendengkus kesal, sedikit diliriknya Al yang meletakkan kepalanya di meja berbantalkan lengan yang menampakkan ototnya. Lelaki itu pasti lelah karena baru saja bertanding.
Selesai mengerjakan tugas, Ameera segera memotretnya dan mengirim pada ponsel Al. Dia akan mengumpulkan miliknya terlebihdulu sehingga dosen tidak begitu mencermati kalau Al mencontek darinya karena sudah biasa putra Gubernur itu telat mengumpul tugas.
Dikembalikannya earphone milik Al, Ameera mematikan lagu yang dimainkan. Dia meletakkan di meja lelaki itu tanpa membangunkannya.
Tiba-tiba Al menahan lengan Ameera hingga membuatnya terkejut.
"Kamu enggak mau bilang terimakasih?" tanya Al dengan mata yang masih tertutup.
"Ah apaan sih Al ngagetin aja. Aku sudah bilang terimakasih tapi kamu enggak dengar," sahut Ameera yang segera menepis tangan Al. Dia diam sejenak, Ameera baru saja mendapatkan bayangan yang terlintas mengenai kejadian yang akan dialami Al.
Dalam bayangannya tadi, dia melihat Al akan hampir menabrak seseorang yang berpakaian serba hitam. Tidak jelas orang itu lelaki atau perempuan, Ameera juga tidak tahu apakah Al akan selamat atau bagaimana.
Al bangun dan menatap Ameera yang sedikit tegang, "Maaf, aku reflek," ujarnya. Dia tahu kalau Ameera tidak menyukai sentuhan.
"Aku akan mengantarmu ke mini market sebagai permintaan maaf. Aku juga akan menemanimu berbelanja dan ke kafe mengantar semua bahannya."
Ameera menolehnya. Dia agak iba, dia khawatir kalau kejadian yang terlintas di kepalanya tadi benar terjadi.
***