Jam sudah menunjukkan pukul 8.30 malam. Ameera sudah bersiap dengan mini dressnya yang berwarna biru muda lengkap dengan wedges berwarn senada. Dia juga mengurai rambut panjang ikalnya dengan menambahkan bando dan sedikit aksesoris yang membuatnya nampak seperti bocah sekolah menengah atas.
Dia telah mengatur janji dengan salah seorang kliennya. Lelaki muda itu akan menjemputnya di kontrakkan karena dia bilang dia tidak ingin dandanan Ameera dilihat oleh orang lain sebelum dirinya, ah sangat kekanakan memang.
Bip bip!
Ameera bergegas keluar untuk menemui klien yang telah menjemputnya.
Klek!
Seseorang membukakan pintu mobil bagian belakang.
"Silahkan masuk, Kak." Terdengar ramah, namun sedikit canggung untuk Ameera.
Di dalam mobil itu telah ada kliennya yang masih seorang siswa yang bernama Elvano dengan supir keluarganya. Bocah itu, maksudnya si Elvano, mengenakan pakaian yang sangat rapi. Batiknya sangat serasi dengan warna gaun yang dikenakan oleh Ameera. Kebetulan sekali.
Ameera mendapati Elvano sedang memindai tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan senyuman. Sesekali bocah itu membenarkan posisi kacamatanya.
"Wah sungguh mengagumkan. Tidak akan ada yang mengira kalau kamu sudah mahasiswa dan lebih tua dariku," pujinya yang hanya membuat Ameera tersenyum kecil.
"Ayo pak, kita jalan." Elvano mengetuk sedikit bahu supir yang sedari tadi hanya diam dan mengangguk pelan.
Elvano banyak bercerita tentang mantan kekasihnya yang berulang tahun. Dia bilang mantan kekasihnya itu telah memiliki kekasih baru namun lebih jelek dengan level yang jauh dibawah Elvano.
"Kuyakin bocah itu bahkan tidak dapat membelikannya bucket bunga yang mahal untuk hadiah ulang tahun," ujar Elvano penuh kesombongan. Ameera hanya mengangkat kedua alisnya.
"Aku hanya ingin memberitahunya kalau aku sama sekali tidak menyesal berpisah dengannya. Walau sebenarnya aku masih jomblo, tapi aku masih memiliki segalanya."
"Uang," gumam Ameera sambil berdecih.
Memang tidak dapat dipungkiri, orang kaya akan dengan mudah mendapatkan semua hal yang ia inginkan. Mulai dari barang bahkan hingga pasangan.
Ameera berperan sebagai kekasih Elvano yang tidak manja namun sangat feminin, beberapa teman bocah itu bahkan meliriknya beberapa kali membuat Ameera merasa berhasil dengan dandanannya. Dia tidak menyalami siapapun, termasuk mantan Elvano yang sedang ulang tahun. Ameera hanya memberinya senyuman dan ucapan ulang tahun dengan lirih.
Dia sedikit bergumam karena mengetahui Elvano memberinya hadiah bucket bunga mawar asli yang sangat besar. Ameera bahkan hingga menelan ludah, karena bucket itu dapat menutupi wajah siapapun yang sedang membawanya.
Dia kembali melirik Elvano sambil mengangguk. Bocah kaya, pikirnya.
Selama pesta berlangsung, Ameera dan Elvano bergabung dengan beberapa teman kelas Elvano. Mereka minum alkohol yang memang telah disediakan. Hal itu membuat Ameera menggidik karena mereka semua masih dibawah umur namun sudah mengadakan pesta dengan minuman seperti itu. Seketika dia mengingat Al, pria pemabuk itu bahkan selalu membawa minuman di setiap perjalanan.
"Arghh …,"
Lamunan Ameera terganggu karena kliennya telah mulai tak sadarkan diri. Dia sudah mabuk dengan mata yang mulai berair. Elvano bahkan telah melepas kacamatanya, menjadi sosok yang berbeda.
"Apa dia selalu seperti ini?" tanya Ameera pada teman-teman Elvano.
Mereka mengangguk, "Dia tidak kuat minum tapi selalu memaksakan diri," ujar salah satu teman Elvano.
Bocah itu, Elvano, bahkan telah meletakkan kepalanya di atas meja namun dia masih terus minta tambah.
"Tolong bantu angkat dia ke mobil," pinta Ameera yang sangat khawatir dengan keadaan kliennya. Bukan hanya tentang keadaan kesehatannya, namun dia juga khawatir kalau dia kena marah orang tuanya karena mabuk berat.
Tiga teman Elvano membantu memapahnya menuju mobil. Masih sangat sempoyongan, Elvano bahkan hampir terjatuh karena kedua temannya itu juga sudah mabuk.
"Ah apa-apaan ini!" Ameera kesal. Dia sangat tidak habis pikir dengan kejadian malam ini.
Elvano telah masuk ke mobil dan ditidurkan pada kursi belakang. Ameera masih menggidik, dia tidak mau jika harus semobil dengan orang yang mabuk.
"Pak, tolong bawa dia pulang dengan hati-hati ya. Saya naik taksi saja," ujar Ameera yang berbicara dengan supir dari luar kaca.
"Nona bisa duduk di kursi depan, saya akan antar."
"Tidak perlu pak, saya masih harus ke urusan lain. Kasihan dia sudah mabuk banget. Nanti kalau dia sudah sadar, bapak bilang saja kalau bapak antar saya pulang ya …,"
Ameera tersenyum ramah, dia sedikit menganggukan kepala pada supir itu.
Aroma alkohol masih menyengat hidung mungil Ameera. Dia sudah sangat pusing.
Mobil itu melaju menuju rumah Elvano, Ameera sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya pada bocah itu. Dia hanya akan memastikan kalau besok bocah itu harus mengirim semua bayarannya untuk malam ini.
"Sial. Kenapa jadi seperti ini?" gerutu Ameera yang berjalan menuju halte terdekat. Dia telah melepas sandal tingginya dan berjalan tanpa alas kaki.
Udara dingin diiringi dengan gerimis ringan cukup membuat tubuhnya menggigil. Saat masih jauh, dia melihat ada sebuah bis yang berhenti di halte dengan dua orang yang langsung naik.
"Tunggu!" teriak Ameera.
Namun bis itu kembali melanjutkan perjalanan tanpa mempedulikan Ameera yang berlari di belakang.
"Kesialan apa lagi ini?" keluhnya.
Dia terus berjalan menuju halte dengan napas tersengal. Dilihatnya jam tangan yang telah menunjukkan pukul sebelas malam. Udara semakin dingin dan gerimis semakin deras. Ameera hanya duduk di halte sambil mengayunkan kaki. Dia sedikit menggumamkan sebuah lagu milik artis lokal yang sangat ia senangi.
Dari kejauhan dia melihat sebuah mobil sport berwarna merah melaju kearahnya, namun hanya lewat. Kecepatannya tidak biasa.
"Itu Al? kenapa dia buru-buru sekali di jam segini?" gumamnya.
Saat masih terus memandangi jalanan yang mulai basah, Ameera dikejutkan dengan kehadiran seorang pria asing yang mengenakan mantel bulu berwarna abu di dekatnya. Pria itu juga menatap jalanan yang basah.
Ameera berbicara dalam hati, mengomentari pakaian pria yang menurutnya tidak cocok untuk hujan karena itu akan tetap tembus air walaupun menghangatkan.
Seolah mengerti kalau sedang diamati, pria itu menoleh pada Ameera dan seketika membuat perempuan itu mematung.
"Apa dia mendengar suara hatiku?" bisiknya pada dirinya sendiri. Sempat kembali melihat ke jalanan, Ameera mencuri pandang lagi dan mengamati pria yang berperawakan tinggi besar itu. Sekilas mirip Neandro namun lebih tinggi sedikit.
Matanya yang sipit, hidungnya sangat mancung dengan rahang yang kuat, Ameera yakin dia adalah pria yang selain rutin perawatan dia juga sering berolahraga.
Pandangannya tertuju pada sebuah payung hitam besar yang dipegang pria itu. Nampak seperti tongkat, pria itu sepertinya tidak berniat untuk memakainya menerabas hujan.
"Kenapa kamu terus memandangiku?" tanya pria itu tiba-tiba membuat Ameera sangat terkejut.
Ah ternyata dia sejak tadi tahu kalau perempuan itu sedang mengamatinya.
"Emm, payung itu. Apakah anda tidak memakainya?" tanya Ameera yang sangat terus terang.
"Untuk kekasihku," jawabnya singkat.
"Emm, baiklah." Ameera mengalihkan pandangannya kembali ke jalan raya. Dia sedikit menghayal, jika ada seorang pria yang akan menjemputnya dengan sebuah payung seperti itu, dia pasti akan merasa beruntung.
"Pakailah. Aku masih punya satu." Pria itu menyodorkan payung hitamnya pada Ameera.
Perempuan itu sedikit melirik tangan pria itu yang lainnya yang memang sedang membawa payung. "Apa payung itu yang akan anda gunakan?"
Pria itu mengangkat payungnya yang bergambar kartun anak-anak berupa pinguin dan katak. "Tentu. Ini kesukaanku."
Ameera hampir saja terkekeh, namun dia harus jaga sikap agar pria itu tidak tersinggung. "Akan ku pakai. Nanti juga akan kukembalikan. Kemana aku bisa menemui anda?"
"Halte."
***