Alex yang mendengar putrinya menderita setelah bersanding dengan Justin, jelas tak bisa tinggal diam. "Mana lelaki tak tahu diuntung itu? Biar Papa patahkan tangannya! Bisa-bisanya malah selingkuh. Sebutkan, di mana dia!" geram Alex dengan emosi membara membuat Maya merasa tenang karena ada yang membela dirinya.
Justin akan menerima balasan setimpal karena melukai hati Maya secara terang-terangan. Tak perlu waktu lama, Alex langsung memanggil orang suruhannya untuk mencari Justin serta selingkuhannya. Tak lupa, Alex menelepon Aldo.
Alex: "Hei, besan! Bagaimana caramu mendidik anak lelakimu? Bisa-bisanya selingkuh selama setahun dengan terang-terangan memperlihatkan foto mesra ke anakku! Mau kupatahkan tangan atau kakinya, ha?"
Aldo: "Ada apa, besan? Apakah Justin berani berbuat begitu? Lihat saja, aku yang akan patahkan tangannya jika terbukti bersalah!"
Telepon diakhiri, bukannya pembelaan yang Justin dapat dari Papa Aldo, justru kecaman. Sudah seharusnya, orang tua mendidik anak sebaik mungkin. Menyadarkan anak mereka jika bersalah, bukan malah membela dan menutupi kesalahan yang pasti akan diulang kembali.
Setelah bodyguard Alex mendapatkan Justin dan menyeretnya serta wanita yang menjadi selingkuhannya ke rumah, Aldo pun datang dengan tongkat kasti. "Mana anakku yang katanya selingkuh?" seru Aldo sangat menakutkan.
Mereka berdua pengusaha sukses, hidup keras sudah menjadi hal biasa. Namun, satu hal yang mereka jaga adalah kesetiaan dan komitmen. Aldo jelas malu karena anak lelakinya membuat kesalahan berkali-kali dan tak bisa menjaga komitmen dengan baik.
"A-ampun, Pa. Ampun ...." ucap Justin memohon. Dia sudah setengah babak belur di hajar bodyguard sedangkan selingkuhannya ternyata ada tiga wanita.
Satu wanita tertangkap sedang bercumbu dengan Justin di hotel. Bodyguard langsung menyeretnya keluar meski masih tak berbusana. Wanita itu bernama Nurma. Dia dibawa ke rumah Alex dan hanya ditutupi dengan balutan selimut.
Satu wanita lainnya ditangkap bodyguard sedang berbelanja dengan kartu kredit Justin. Dia bernama Ella. Wanita itu segera diseret ke rumah Alex dan disandingkan dengan wanita selingkuhan lainnya.
Wanita terakhir bernama Vera. Dia sahabat Maya dahulu, mencintai Justin karena sudah menyerahkan mahkota kesucian juga. Vera sangat malu diseret ke rumah Maya karena ketahuan menjadi selingkuhan.
"Tuan, kita apakan wanita-wanita itu?" tanya bodyguard kepada Alex dan Aldo. Maya dan mamanya hanya diam memandang nanar kelakuan Justin.
"Ambil wanita-wanita itu! Bawa ke gudang dan lakukan sesuka hati kalian!" perintah Alex dengan tegas dan mengerikan.
"Siap, Tuan!" jawab bodyguard yang berjumlah lima orang, langsung menggeret ketiga wanita yang berusaha meronta.
"Ma-Maya ... maafin gue. Please, maaf. Jangan biarin hal ini terjadi. Lu tahu, 'kan, kenapa gue begini? Gue juga korbannya Justin. Sama ama lu!" teriak Vera meminta rasa iba Maya.
Namun, Maya hanya terdiam tak bergeming karena rasa sakit teramat dalam. Melihat foto-foto telanjang Justin dan para wanitanya di ranjang, masih terbayang di pelupuk mata Maya. Menyisakan luka yang teramat dalam.
Justin yang melihat itu hanya tertunduk tak bisa berbuat apa-apa. Dia justru memikirkan nasibnya yang sudah dihadang kedua papa killer. "Pa, ampun. Jangan hukum Justin," lirih Justin yang sudah ketakutan setengah mati.
Tanpa berpikir panjang, Aldo langsung mengayunkan tongkat kastinya ke tubuh Justin berkali-kali. "Ini untuk Maya karena kamu sudah melukainya! Ini untuk rasa malu sudah buat keluarga kita tercoreng di muka umum! Ini untuk sikapmu yang tak bisa dewasa! Ini untuk tingkahmu yang memuakkan! Ini untuk ...." belum selesai memukul lagi, Justin sudah jatuh pingsan.
"Om, sudah! Jangan pukul lagi, Om. Bisa-bisa Justin mati!" teriak Maya yang kemudian menolong Justin.
Hati Maya sangat mencintai Justin meski luka selalu diberikan. Dia tak bisa memungkiri jika melihat suaminya mati tersiksa, bukan pilihan yang baik.
Aldo meletakkan tongkat kastinya. Dia pun meminta maaf pada Alex atas kelakuan anaknya. Alex memaafkan dengan syarat, "Oke kali ini saya maafkan anakmu, besan. Namun, jika diulangi lagi, tak segan-segan kubawa dia ke makam dan kupendam hidup-hidup!" gertak Alex yang disepakati oleh Aldo yang sudah muak dengan kelakuan Justin.
Malam harinya, tubuh Justin yang penuh luka dan memar di rawat oleh Maya. Mereka masih di rumah Alex. Sengaja, orang tua Maya tak memperbolehkan puterinya pulang karena takut terjadi apa-apa.
Saat Justin perlahan membuka mata, "Emm, Ma-Maya ...." lirihnya mencari keberadaan istrinya yang selama ini disia-siakan.
"Iya, aku di sini. Syukurlah kamu sudah sadar." jawab Maya yang sedari tadi mengobati luka Justin bahkan mengompres tubuh Justin yang memar.
"Maya ... a-aku minta maaf. Aku terlalu jahat padamu." ucap Justin yang membuat Maya jatuh iba.
"Astaga ... nggak, kok. Nggak apa. Asal kamu mau berubah. Aku tahu kamu ngga jahat. Jangan ulangi lagi, ya." tutur Maya sambil mengelus wajah suaminya.
"Dasar wanita gampang terbujuk, gampang iba, gampang terayu. Lihat saja nanti, siapa yang akan bertahan!" batin Justin saat Maya mengelus wajahnya.
Sejak awal, Justin memang tidak menyukai Maya. Justin masih ingin bebas memeluk wanita manapun yang menjadi incarannya. Namun, karena paksaan dari papa Aldo dan papa Alex, Justin terpaksa menikahi Maya. Hal yang pada awalnya dimulai dari keterpaksaan hanya akan menjadi musibah dikemudian hari.
***
Hari-hari berlalu begitu cepat. Maya sebenarnya tahu jika Justin masih sering selingkuh. Namun, karena Justin menyembunyikan dengan baik, Maya tak memikirkannya lagi. Terpenting, sikap Justin sekarang sangat lembut dan baik pada Maya.
"Aku ikhlas menjalani hidup seperti ini. Semua sudah menjadi pilihanku. Tak mungkin aku mengelak dari takdir yang aku pilih. Justin, semoga kelak kamu akan benar-benr menyayangiku dan sadar akan segala kesalahanmu," batin Maya yang merasa perih mengetahui suaminya hanya berpura-pura bersikap baik.
Dua tahun mereka berumah tangga, akhirnya Maya pun mengandung. Hal itu membuat Justin sangat bahagia. Pengalaman pertaman menjadi ayah pasti sangat menyenangkan bagi Justin. Selama sembilan bulan, bahkan setelah putera Justin lahir, dia hanya diam di rumah dan bekerja saat waktu meeting dan penting saja. Justin menghabiskan waktu di rumah lebih banyak untuk memperhatikan Maya dan bayi Mark.
Hal itu membuat Maya bahagia. Meski ternyata hanya bertahan sampai Mark berusia dua tahun. Justin mulai bermain gila. Dia kembali selingkuh, kali ini dengan sekretaris barunya. Maya tak sengaja memergoki mereka saat berhubungan di dalam ruang kerja Justin pada siang hari.
"Maya, aku jelaskan. Ini nggak seperti yang kamu kira!" kata Justin sambil mengejar istrinya yang menahan tangis. Justin takut jika dibunuh oleh orang tuanya jika ketahuan selingkuh lagi.
"Jelaskan apa? Mark demam tinggi. Aku meneleponmu dan kamu bilang meeting. Ternyata ... sudahlah Justin. Kamu tidak akan bisa berubah!" ucap Maya penuh kekecewaan menatap suaminya. Dia pun berlari pergi dari kantor Justin, bergegas membawa anaknya yang masih kecil bersama sopir ke rumah sakit terdekat. Ternyata, si kecil Mark terkena demam berdarah.