Megan merasa tak enak hati dengan ucapan Mama Maya. Namun dia berusaha baik-baik saja. Mark hendak mengajak Megan duduk di sampingnya, tetapi kursi yang tersisa di samping Papa Justin dan di samping Luna. Mark tak habis akal menghadapi hal itu.
"Luna ... bisakah kamu pindah ke samping Papaku? Aku hendak duduk di situ dengan Megan," pinta Mark sambil tersenyum.
Luna yang malu pun segera pindah karena merasa tak enak hati. "Baik, silakan."
"Mark ... kamu bisa duduk di samping Luna saja, kan?" Mama Maya masih saja mengganggu perasaan Megan.
"Mama ... ini, kan, ulang tahun Mama. Apa lebih baik tidak ada hal ribut hari ini?" Mark tersenyum penuh arti, seakan mengisyaratkan ancaman kepada Mama Maya.
Mark segera mengajak Megan duduk setelah Luna pindah ke samping Papa Justin. Rasa kesal di hati Luna, tetapi apa boleh buat. Daripada menjadi masalah yang besar. Dia memilih mengalah untuk saat ini.
Makan malam pun berlangsung dengan senang. Meski sesekali Mama Maya selalu menyindir Megan dan justru membanggakan Luna. Wanita yang sedang berulang tahun itu tak tahu sama sekali pengkhianatan yang terjadi antara Justin dan Luna. Sehingga masih berpikir Luna yang terbaik untuk putranya.
Setelah selesai makan malam steak dan merayakan ulang tahun Mama Maya, acara pun berakhir. Justin dan Maya hendak pulang, tetapi Luna masih menunggu taksi sedangkan Mark hendak mengantar Megan pulang.
"Luna, kamu tidak membawa mobil sendiri?" tanya Mama Maya dengan lembut.
"Tidak, Tante. Tadi Luna terburu-buru dan menggunakan sopir pribadi. Sekarang sudah larut malam, Luna naik taksi saja," jawab Luna sambil tersenyum.
"Mark, kamu bisa antar Luna pulang, kah?"
"Ma, aku antar Megan pulang."
"Tapi bisa, kan, sekalian antar Luna?"
"Maaf, Ma. Mark nggak bisa. Ayo kita pulang, Megan," tegas Mark yang langsung menarik tangan Megan untuk pergi.
"Oh, jadi begitu ya anak Mama jadi egois sejak punya pacar dokter," cibir Mama Maya membuat Mark menghentikan langkah kakinya.
"Apa maksudnya, Ma? Kalau Mama yang undang Luna, kenapa tidak antar pulang sekalian?! Sudah, Mark tak mau berdebat," kata Mark segera pergi mengajak Megan pulang.
Mark sangat kesal dengan perbuatan Mamanya. Seakan sengaja ingin membuat Megan tersiksa dengan setiap perkataannya. Mark tidak menyangka kalau restu yang diucap mamanya waktu itu bukan dari hari, nyatanya masih saja Luna diajak dalam acara penting seperti malam ini.
"Mark ... jangan seperti itu dengan Mamamu." Megan mencoba menenangkan Mark yang sudah melaju dengan mobilnya.
"Sayang ... kamu tidak tahu apa yang tersirat dari ucapan Mamaku. Aku tak suka dia plin plan seperti itu. Sayang, aku antar kamu pulang. Jangan bersedih, ya," ujar Mark tak mau Megan bersedih.
"Aku tidak sedih, Mark. Aku justru khawatir denganmu. Kamu itu terlalu keras dengan Mamamu."
"Kenapa kamu membela Mama? Dia jelas-jelas sudah mempermalukan kamu tadi." Mark mulai emosi karena Megan terlalu baik dengan mamanya yang justru membandingkan kepada Luna.
"Mungkin Mama tidak sengaja berkata begitu. Aku tak apa, Mark. Jangan marah lagi, ya," kata Megan sambil mengusap lengan Mark. Membuat lelaki yang hampir terbawa emosi itu kembali meredamnya.
"Megan ... kamu selalu bisa membuatku tidak marah. Membuatku tidak bisa emosi. Terima kasih."
Sedangkan di tempat lain ....
Justin dan Maya mengantarkan Luna pulang ke apartemennya. Maya seperti orang bodoh diantar pengkhianatan dan penggoda. Dia tak tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
"Tante, Om ... terima kasih banyak, ya, sudah repot-repot mengantarkan Luna."
"Ah, kami tidak repot, kok, Luna. Terima kasih, ya hadiahnya bagus sekali. Tante suka!" Maya selalu memuji Luna. Justin hanya tersenyum menatap Luna.
Setelah itu, mereka kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan, Maya selalu memuji Luna. Membandingkan Luna dengan Megan. Justin dalam hati hanya tertawa. "Jelas berbeda jauh! Luna sangat pandai memuaskan. Servis excellent!" batin Justin.
***
Megan sudah masuk ke rumah kontrakannya. Dia segera membasuh diri dan berganti pakaian dengan baju tidur. Mark sudah pulang sejak tadi.
Megan pun terdiam dan duduk di sisi ranjangnya. Merasa jika perkataan Mama Maya tadi sangat menyakitkan. Seakan Megan tidak berarti. Malam itu sangat dingin, tetapi lebih dingin lagi sikap Mama Maya pada Megan yang jelas-jelas sudah dilamar oleh Mark.
"Sebenarnya ... kenapa Mama Maya seperti itu padaku? Aku memang tidak secantik Luna. Tapi ... kenapa seperti itu?" Air mata menetes begitu saja dari sudut mata Megan.
Megan tersiksa dengan pemikirannya sendiri. Saat di depan Mark, dia bisa menutupi semuanya dan bersikap seakan tak ada apa-apa. Namun saat sendirian, Megan merasakan Mama Maya memang membedakannya dengan Luna. Seakan sengaja membuat malam ulang tahun ini menjadi malam yang dingin dan menorehkan luka di hati Megan.
Mark sudah sampai rumah. Dia langsung ke kamar dan tak mau berbicara dengan orang tuanya. Mark kesal karena Mama Maya memperlakukan Megan seakan orang asing dan rendah. Padahal Megan memiliki pekerjaan yang bagus dan juga cantik. Hal yang menjadi patokan utama Mama Maya dalam memilih calon menantu. Meski keluarga Megan tidak lengkap, setidaknya Mama Laura juga baik dan seorang ibu tangguh.
Mark tak habis pikir mengapa mamanya justru membela wanita manja dan penuh intrik itu. Mark sudah tahu soal Luna. Dia mencari informasi tentang Luna dan mendapatkan banyak informasi mengejutkan. Luna sudah berbeda dari Luna masa kecil Mark.
"Aku sudah tahu semuanya, Luna. Jadi percuma kamu berpura-pura di hadapan orang tuaku. Kamu sekarang wanita yang licik dan patut diwaspadai. Aku tidak akan terkecoh," gumam Mark yang merasa ada hal buruk yang Luna rencanakan.
Malam itu ... Mark dan Megan saling memikirkan satu dengan yang lainnya. Meski berada di tempat yang berbeda ... hati mereka tetap menjadi satu. Megan dan Mark saling mendoakan satu dengan yang lainnya. Mereka pun terlelap di waktu yang sama. Meski tempat berbeda.
Malam yang dingin bagi mereka. Malam ulang tahun yang seharusnya membuat Mark senang merayakan ulang tahun Mama Maya, justru menjadi malam yang menyebalkan. Mark menyesal sudah mengajak Megan dan terjebak dalam permainan Mama Maya tadi saat makan malam.
Saat Mama Maya hendak beristirahat, Justin menghampirinya. Pria itu memeluk tubuh langsing itu meski usia bertambah tak terlihat ada lemak di sana. "Sayang ... terima kasih selalu ada untukku," lirih Justin sambil mencium telinga Maya untuk membuatnya merasakan apa yang Justin inginkan.
"Sama-sama, Sayang ... kamu ingin, ya?"
"Iya, Sayang. Tubuhmu selalu berhasil menghipnotisku," puji Justin berbohong pada Maya. Padahal dia ingin karena tadi melihat Luna dengan gaun yang indah dan seksi.
Mama Maya pun membalikkan tubuhnya. Justin langsung membelai lembut wajah istrinya. Perlahan ... Justin melepas gaun tidur milik istrinya. Mama Maya hanya terdiam menikmati hal itu.
Justin pun merebahkan tubuh langsing dan putih mulus milik Maya. Justin membayangkan tubuh itu adalah Luna. Dia langsung menerkam tubuh itu. Menindihnya dan menghujani dengan ciuman dari wajah, bibir, leher, dua gundukan kenyal, lalu turun ke perut dan berhenti di muara kenikmatan. Justin menganggap itu semua tubuh Luna sehingga makin bersemangat untuk melakukan.