Justin dengan cepat mengubah siapa nama pemilik dari kamar apartemen itu agar menghindari kecurigaan dari istri dan putranya. Setelah selesai mengatasi hal itu, pria sebut kembali ke rumah dengan santai. Di rumah, Justin berlagak seperti tidak ada kejadian apa-apa dan duduk di teras sambil menunggu Maya pulang kerja sambil mengirimkan pesan.
"Sayang, besok aku mulai kerja nggak apa. Aku sudah membaik."
Justin memilih untuk berangkat kerja daripada berada di rumah dan terus dicurigai. Pesan tersebut sengaja diabaikan oleh Maya karena masih sibuk untuk mencari tahu nama Justin di pemilik salah satu kamar apartemen itu atau siapa wanita yang bersama Justin di dalam foto. Selain itu pekerjaan Maya juga masih banyak sehingga belum sempat untuk pulang.
Justin sedikit merasa gusar karena Maya tidak kunjung membalas pesan darinya. Waktu semakin sore, tetapi Maya atau Mark belum juga muncul di rumah. "Huh, mereka berdua kenapa, sih? Atau jangan-jangan mereka berdua sekongkol buat nyelidiki aku?!" gumam pria paruh baya yang mulai overthinking.
"Tuan, mau makan sekarang, kah?" tanya asisten rumah tangga yang mendekat membuat Justin terkejut.
"Ah? Iya, Mbok. Boleh. Sudah lapar, juga."
Justin pun masuk ke dalam rumah untuk mengikuti asisten rumah tangganya menuju ke ruang makan dekat dapur. Setelah menunggu beberapa menit kemudian hidangan pun tersaji di hadapannya. Pria yang mengenakan kaos warna navy dan celana panjang warna putih itu segera menyantap hidangan yang ada. Perut lapar membuat Justin lupa sejenak tentang overthinking nya.
Beberapa saat kemudian, Luna menelepon Justin. "Hallo, Om. Maaf, Luna mau pergi dulu ke luar kota urus pekerjaan. Paling sekitar seminggu atau dua minggu. Ini bilang dulu biar Om nggak cariin Luna."
"Kenapa mendadak? Apa karena soal Mark?" Justin jelas kecewa hendak ditinggal Luna karena wanita itu yang memancing gairahnya selama beberapa waktu ini.
"Eh, nggak, Om. Bukan karena itu. Luna ada investor yang mau memberikan dana buka cabang restoran di Semarang dan Salatiga. Luna harus meninjau lokasi beserta dengan tim untuk mempersiapkan semuanya dan memberikan anggaran dengan jelas kepada investor tersebut. Jadi ini memang benar-benar profesional kerja saja, Om. Bukan karena hal pribadi. Maaf, ya, Om." Luna menjelaskan dengan sedikit terperinci agar tidak terjadi salah paham karena pria tersebut merupakan aset keuangan yang cukup bagus untuk saat ini.
"Oh, iya. Kamu dengan tim kerja, ya? Berapa orang?"
"Lima sampai tujuh orang, Om. Sudah dulu, ya. Luna masih membahas beberapa hal lagi, lalu berangkat malam ini juga. See you, Om."
Justin merasa bingung dalam satu waktu itu antara senang dihargai atau justru ditinggal begitu saja. Justin hanya diam sambil mengepalkan tangannya. "Untuk saat ini, kamu bisa seenaknya saja meninggalkanku karena permainan ini belum dimulai. Sebentar lagi aku akan membuat belenggu yang justru akan mengikatmu tidak bisa jauh dariku dan tidak bisa berpuasa enak maumu sendiri. Lihat saja!"
Justin mulai memperlihatkan sikap aslinya yang selalu menjadi otoriter pada wanita simpanannya. Justin memiliki berbagai cara untuk membuat wanita simpanannya menjadi takluk dan tidak berani buat keputusan sendiri di dalam kehidupan. Salah satunya dengan rekaman video panas sebagai ancaman yang pas untuk memperbudak wanitanya. Menjijikkan! Namun memang seperti itu sifat pria tak setia yang sudah berumah tangga.
***
Mark masih berada di rumah sakit dan menghubungi mamanya untuk meminta izin tidak pulang ke rumah. Mark membuat alasan tentang pekerjaan padahal tidak tega meninggalkan Megan di rumah sakit sendirian dalam kondisi dirawat untuk pemulihan. Mark sengaja tidak mengatakan yang sesungguhnya kepada Maya karena tahu Mamanya itu tidak begitu menyukai Megan.
"Sayang, aku sudah izin kepada Mama untuk di sini menemanimu. Kamu nggak usah khawatir, ya? Kalau mau apa gitu tinggal bilang. Nanti aku beliin," ucap Mark sambil membelai lembut rambut dari atas dahi Megan ke samping telinga.
"Terima kasih, Mark. Aku bersyukur memiliki pasangan sepertimu. Saat aku sakit dan seperti ini pun kamu mau merawat." Megan terlihat matanya berkaca-kaca.
"Jangan menangis, Sayang. Aku sayang tulus sama kamu. Aku udah janji, kita akan menikah. Kalau orang berumah tangga juga nggak selamanya mulus. Aku mau kita jalani semua bersama baik suka maupun duka." Mark tersenyum dan terlihat begitu teduh menenangkan hati. Entah kenapa Megan merasa ingin menangis hingga air mata menetes begitu saja.
Mark langsung menghapus air mata yang menetes di pipi Megan. Mark tahu kalau Megan terharu dengan hal ini. Pria yang tulus mencintai kekasihnya itu pun segera memeluk tubuh wanita yang terbaring di atas ranjang tersebut. Rasa cinta mendalam dari dua insan itu melebur jadi satu, meski tidak ada yang tahu kenyataan apa di balik masa lalu.
Malam itu Mark tidur di sofa tempat tunggu pasien di dalam kamar bangsal tempat rawat inap Megan. Pria itu makan seadanya di kantin rumah sakit karena tidak mau terlalu lama meninggalkan Megan sendirian di dalam kamar bangsal. Mark begitu mencintai Megan dan pekerjaan di luar negeri sudah usai, jadi Mark bisa membuat hubungannya dan Megan ke taraf lebih serius.
Cicin sudah tersemat di jari manis Megan, tinggal lamaran saja yang belum direalisasikan oleh Mark. Ini semua butuh bantuan kedua orang tuanya Mark dan bukan hal yang mudah untuk meyakinkan Mama Maya dan Papa Justin melamar Megan untuk Mark. Pria itu tidak akan menyerah begitu saja dan tetap bertekad untuk menikahi Megan dalam waktu dekat ini. Ya, tahun ini juga.
Bersamaan dengan itu, Maya sudah pulang ke rumah dan mendapati suaminya terlelap di atas ranjang seolah tidak ada hal buruk yang terjadi atau kecurangan yang diperbuat. Maya sudah hafal betul dengan sifat suaminya yang pintar bersandiwara dan menutupi segala sesuatu kebusukan yang dibuat. Maya hanya menghela nafas, kemudian meletakkan tas miliknya serta bergegas menuju kamar mandi untuk membilas tubuh.
"Setidaknya Mark akan bersamaku dan mendukungku jika ada hal buruk yang Justin lakukan. Sekarang Mark sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan tidak. Aku tidak takut lagi untuk saat ini jika memang benar Justin terbukti tidak setia lagi, maka aku akan menggugat cerai. Selama ini aku sudah memaafkan setiap kesalahan yang dia perbuat dan mengumpulkan bukti-bukti itu semua untuk menunggu waktu seperti ini. Kali ini aku tidak akan membiarkan dia menyakiti hatiku lagi!" gumam Maya sambil tertegun di bawah kucuran air shower yang menerpa ujung rambut sampai ujung kaki.
Justin sebenarnya belum terlelap tidur, tetapi hanya berakting agar tidak dijejali dengan berbagai pertanyaan. Dalam hati Justin masih merasa kesel karena mengetahui Luna pergi begitu saja meski sudah meminta izin. Lebih tepatnya bukan meminta izin, tetapi justru memberi kabar saja. Justin merasa terinjak-injak harga dirinya. Justin memilih berpura-pura tidur daripada kesal dengan keadaan.