"Aku sama sekali tidak tahu tentang ayahmu yang saat ini berada di kantor polisi atau di dalam penjara. Aku mengalami kecelakaan dan tidak sadarkan diri selama beberapa jam, lalu tiba-tiba sudah berada di rumah sakit," ucap Megan yang sebenarnya merasa takut tetapi mencoba memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan gadis yang terlihat tangannya juga gemetar memegang senjata tajam.
"DIAM! JANGAN BANYAK BACOT! Aku nggak mau tahu pokoknya kamu harus ambil tuntutan itu dan buat Ayahku keluar dari penjara saat ini juga! Kalau Ayahku tidak bisa keluar dari penjara dan dinyatakan bersalah karena terjadinya kecelakaan itu maka kamu juga tidak boleh bernafas di dunia ini!" Gadis itu ternyata lebih nekat daripada yang terlihat membuat keadaan semakin keruh dan orang-orang juga semakin panik.
Para petugas keamanan yang datang meminta orang-orang untuk mundur terlebih dahulu agar tidak semakin memperkeruh suasana. Orang-orang jadi merasa takut karena terlihat senjata tajam itu mulai menggores di leher Megan dan mengeluarkan sedikit darah.
"Stop! Kalau kamu melanjutkan melakukan ini hanya akan memperkeruh keadaan dan ayahmu akan merasa sedih melihat anaknya berbuat nekat seperti ini. Tolong, lepaskan dia," ucap Mark mencoba menahan emosi dan tetap berusaha tenang di hadapan gadis yang sedang melukai Megan.
Megan semakin ketakutan dan merasa perih karena goresan di leher itu. Gadis tersebut terlihat mulai bingung dan menangis karena mengingat ayahnya yang masih berada di kantor polisi dan saat ini berada di sel tahanan sementara. Mark memanfaatkan situasi ini untuk bernegosiasi agar bisa mendapatkan Megan dengan selamat. Sedangkan petugas keamanan yang datang tidak bisa berbuat banyak karena takut membahayakan keselamatan Megan.
"Begini aja, aku tidak tahu permasalahan apa yang sedang kamu pikirkan tetapi aku akan memberikan jalan keluar dengan membantumu menyelesaikan permasalahan tentang ayahmu yang berada di kantor polisi. Aku akan memberikan tawaran ini hanya sekali jadi tolong pikirkan baik-baik. Kamu lepaskan wanita itu dan aku akan membantumu hingga ayahmu bisa keluar dari kantor polisi tanpa harus dipenjara, jika benar terbukti bus yang dikendarai mengalami rem blong. Aku akan menyewa pengacara terbaik di sini untuk membantumu, bagaimana?"
Mark memanfaatkan kesempatan ini untuk menawarkan bantuan agar gadis itu tidak bertindak lebih brutal lagi. Apa yang Mark pikirkan ternyata merupakan solusi yang terbaik untuk saat ini. Terlihat gadis itu menatap ke arah Mark dan mulai melonggarkan pembekapan tangan dari Megan.
"Kamu benar-benar mau membantu Ayahku agar bisa keluar dari kantor polisi dan tidak berbohong, kan?"
"Ya, aku tidak akan berbohong dan saat ini juga aku akan menemanimu untuk ke kantor polisi dan mengurus itu semua bersama dengan pengacara terbaik yang aku miliki. Lepaskan wanita itu." Mark berbicara dengan penuh keyakinan dan berhasil membuat gadis itu melepaskan tangannya dari tubuh Megan.
Megan segera berlari ke arah Mark dan mendapatkan sambutan pelukan. "Mark ...."
"Tenang, Megan. Tenang."
"Kalian ternyata saling kenal? Berarti ini jebakan, ya?! BANGSAT!!" Gadis itu justru menjadi marah dan kembali emosi serta panik ketika mengetahui ternyata Megan kenal dengan Mark yang memberikan penawaran tadi kepadanya.
Pisau yang dipegang dengan tangan kanan itu pun langsung diayunkan dengan cepat ke arah Megan, tetapi Mark segera menghalau sehingga senjata tajam itu pun langsung mengenai tubuh Mark. Gadis itu terbelalak dan terkejut melihat Mark meneteskan darah akibat tusukan benda tajam itu.
"Mark!!" Megan berteriak dan petugas keamanan segera masuk membekuk gadis depresi itu.
Darah mengucur dari senjata tajam yang masih menancap di tubuh Mark. Megan memeluk Mark dan berteriak meminta bantuan. Keadaan yang kacau balau itu pun menjadi sorotan berita karena beberapa orang justru sibuk mengambil rekaman video atau foto kejadian untuk dijual ke media massa. Megan menangis ketakutan melihat Mark yang terluka.
"Aku nggak apa. Sungguh. Jangan menangis, Megan. Aku nggak apa." Mark masih saja bisa mengatakan kalimat untuk menenangkan kekasihnya itu padahal dalam kondisi yang memprihatinkan.
Pertolongan medis segera dikerahkan untuk membawa Mark ke unit gawat darurat, sedangkan gadis itu dibekuk dan diserahkan kepada pihak kepolisian yang baru saja sampai di lokasi rumah sakit. Megan mengikuti ke mana Mark dibawa untuk pengobatan dan penanganan pertama.
"Ya Tuhan, selamatkan Mark. Aku mohon. Dia terluka karena menolongku ...." Megan jadi merasa bersalah tentang kejadian yang baru saja menimpa kekasihnya itu.
Andai saja Mark tidak mencoba untuk menolong Megan, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Namun Mark tetap saja mengorbankan diri sendiri daripada harus tersiksa melihat Megan yang dilukai. Mark masih saja tersenyum saat mendapatkan pertolongan pertama dengan menarik senjata tajam yang menancap di tubuhnya. Untung saja pisau itu tidak terlalu dalam menusuk tubuh Mark sehingga bisa segera ditolong.
Di sisi lain, Maya yang sedang mengikuti meeting bersama klien penting tidak sengaja menyenggol cangkir berisi kopi hingga jatuh dan pecah berkeping-keping. Perasaan Maya langsung tidak nyaman dan berpikir ada sesuatu hal yang belum terjadi saat ini entah tentang Justin atau justru tentang putra mereka tercinta.
"Maaf, aku tidak sengaja," ujar Maya yang terlihat bingung karena tidak seperti biasa terjadi hal yang teledor.
"Tak apa, biar office boy yang membersihkan." Klien juga tidak merasa marah atau tersinggung karena kejadian seperti itu bisa saja terjadi kepada siapa saja.
"Permisi, apakah aku boleh meminta izin waktu sejenak untuk menelepon suami dan putraku terlebih dahulu? Aku merasa ada sesuatu hal yang aneh terjadi."
"Oh, feeling sesuatu, ya? Silakan, boleh."
Maya segera meraih ponsel yang berada di atas meja dan keluar dari ruangan rapat tersebut. Hal yang pertama dilakukan yaitu menelepon putranya tetapi panggilan berdering beberapa kali tidak diangkat dan Maya berpikir mungkin saat ini Mark masih sibuk mengurus pekerjaan yang diceritakan kemarin. Maya langsung mengubah panggilan ke suaminya dan berharap kalau semua baik-baik saja.
Justin segera mengangkat telepon dari Maya di hari pertama kembali bekerja di kantor setelah beberapa waktu sakit dan tidak bisa bekerja sama sekali secara langsung. "Hallo, Ma. Ada apa?"
"Pa, Papa baik-baik saja, kan?"
"Iya, Papa baik-baik aja. Ada apa, Ma?"
"Oh, nggak apa, Pa. Semangat bekerja, ya."
"Tentu, Ma. Mama juga, ya."
Maya pun mengakhiri panggilan telepon itu dan merasa semakin tidak nyaman di dalam hati memikirkan putranya. Panggilan telepon kembali dilakukan oleh Maya tetapi lagi-lagi tidak ada jawaban sama sekali dari Mark. Maya semakin merasa gelisah dan mengirimkan pesan kepada putranya.
"Mark, tolong segera telepon Mama kalau sudah membaca pesan ini. Mama khawatir sama kamu. Kamu baik-baik saja? Mama benar-benar khawatir. Cepat beri kabar, ya."
Maya sudah mengirimkan pesan itu kepada putranya dan berharap segera ada balasan. Mau tidak mau wanita itu kembali masuk ke ruangan pertemuan dengan klien untuk melanjutkan pembahasan tentang beberapa proyek besar yang akan dilakukan bersama. Maya sebenarnya masih merasa gelisah tetapi mencoba untuk menahan diri dan berpikir positif agar bisa mengikuti meeting dengan baik. Namun firasat seorang ibu biasanya selalu tepat, bukan? Ada hal buruk menimpa Mark.