Chereads / Driving Me Crazy (21+) / Chapter 3 - Siapakah Dia?

Chapter 3 - Siapakah Dia?

Hal pertama yang dilihat Vallerie pagi ini adalah sosok tampan bak dewa dari mitologi yunani. Sayup-sayup ia melihat sosok tersebut yang masih terlena dialam mimpinya. Tangan lelaki itu melingkar mesra dibawah perut Vallerie.

Senyuman Vallerie mengembang. Sudah lama ia tak merasakan hal semacam ini dipagi hari. Ada sosok yang menemaninya ketika membuka mata dan membuatnya begitu nyaman. Bahkan Alfa pun tak pernah membuat hatinya sedamai ini.

Dengan ringan, tangannya yang sejak tadi terkulai diatas dada laki-laki itu terangkat menyentuk pipi yang terasa sedikit kasar karena bulu-bulu halusnya. Membuatnya semakin terlihat jantan dimata Vallerie.

Merasa nyaman dengan sentuhan Vallerie, Dru menggoyangkan kepalanya sambil bergumam pelan. Mencari posisi nyaman dalam tidurnya.

"Hmmm.."

Mendengar suara itu, rasanya ada aliran listrik statis dalam diri Vallerie. Ia seperti ditampat seribu kali ketika menyadari apa yang sedang ia alami saat ini bukanlah mimpi.

Suara itu, wajah itu... Benar-benar nyata ada dihadapannya. Vallerie langsung membulatkan matanya dan mendapati sosok itu memang ada disana. Jadi sejak tadi kemana saja kesadarannya?

Vallerie berusaha untuk meredam teriakannya dengan tangan. Ia tak ingin membangunkan pria dihadapannya itu dan membuat suasana semakin canggung.

Dengan perlahan, Vallerie bangkit meninggalkan sisi ranjang dan membuatnya terasa kosong. Wanita itu berusaha untuk menutupi bagian penting dari tubuhnya dan mencari kemana larinya pakaian yang ia kenakan semalam.

"Astaga.. Pakaianku," pekik Vallerie dalam bisikan ketika mendapati dress miliknya sudah tak berbentuk seperti semula, bahkan tak bisa dipakai lagi karena sudah terbagi menjadi dua.

"Ganas sekali dia sampai menyobek pakaianku." Vallerie berusaha untuk tak mengeluarkan makiannya kepada laki-laki yang sudah membuatnya kesulitan pagi ini.

Ia segera mencari sesuatu yang bisa ia kenakan dan segera pergi dari tempat yang bahkan tak tahu dimana. Dan matanya tertuju pada sebuah kemeja berwarna putih yang teronggok sembarangan diatas lantai. Vallerie membuang begitu saja pakaian rusaknya dan memungut kemeja putih itu.

"Karena kamu sudah merusak pakaianku, aku ambil ini sebagai gantinya." Tangan Vallerie dengan cekatan memasang buah baju kemeja tersebut yang sangat oversize untuk ukuran tubuh mungilnya hinga menutupi setengh dari paha mulusnya.

Setelah terpasang, ia mencari tas kecilnya yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Tanpa pamit, Vallerie pergi meninggalkan pria yang masih terlelap diatas pembaringannya itu. Dengan kaki tanpa alas Vallerie keluar dari Apartemen itu dan..

Bruuuk..

Didepan pintu yang baru saja ditutupnya, Vallerie menubruk seseorang.

"Maaf.. Maaf.." ucapnya terburu-buru dan berlari sekencang mungkin agar orang tersebut tak melihat wajahnya.

Keadaannya saat ini benar-benar kacau sampai tak sadar jika berlari keluar gedung apartemen tanpa alas kaki. Sepatu yang sempat ia ambil dengan terburu-buru hanya dipeluknya didepan dada.

Ketika sudah berada dipinggir jalan, Vallerie segera menghentikan sebuah taksi yang melintas dihadapannya.

"Cha, kamu dirumah?" tanya Vallerie pada sahabatnya Fredericha-atau biasa dipanggilnya Chaca itu ketika sudah duduk nyaman didalam taksi.

"Iya, aku dirumah. Sorry tadi malam aku pergi terlebih dahulu. Zico memintaku untuk datang." Chaca merasa menyesal telah meninggalkan Vallerie yang sedang membutuhkannya. Tapi juga tak mungkin mengabaikan panggilan dari Zico-kekasihnya.

"It's oke, Cha."

"Lalu semalam kamu kemana setelah aku pergi?"

Vallerie terdiam sejenak. "Aku kerumah kamu sekarang ya!" ucap wanita itu tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya.

Seperti tahu jika Vallerie membutuhkan tempat bersandar, Chaca mengangguk meski sahabatnya itu tak melihatnya. "Aku tunggu."

Setelah panggilan berakhir, Vallerie kembali menyelipkan ponsel kedalam tasnya. Disandarkan tubuhnya yang terasa nyeri bagaikan dihajar oleh sepuluh gajah yang sedang mengamuk. Rasanya sungguh melelahkan.

"Apa yang dia lakukan semalam padaku? Kenapa tubuhku jadi sakit semua?" Vallerie mengusap tengkuknya yang terasa pegal.

Yang tak Vallerie sadari sejak tadi adalah lirikan supir taksi padanya dari Rear-view mirror mobil tersebut. Tubuh sintal Vallerie dengan hanya memakai kemeja lengan panjang yang menutupi tak sampai setengah pahanya tentu saja mengundang perhatian orang yang melihatnya.

Dan ketika tanpa sengaja Vallerie mengalihkan pandangannya pada Rear-View mirror, tatapan keduanya bertemu. Barulah ia tahu jika sejak tadi dirinya mendapat perhatian dari sang supir taksi.

Dengan keki Vallerie memperbaiki posisi duduknya-bisa dibilang sangat menantang orang yang melihatnya. Tubuhnya bersandar dengan paha yang sedikit terbuka. Untung saja supir taksi tak dapat menjangkau bagian dalamnya yang tanpa penghalang sama sekali.

Akhirnya taksi yang ditumpangi Vallerie sampai dikediaman Chaca. Rumah mungil dengan pagar berwarna putih itu adalah rumah kedua bagi Vallerie setelah rumah kedua orang tuanya.

Vallerie melangkah dengan terburu-buru melangkah masuk kedalam rumah sahabatnya. Wanita itu terlihat masih sibuk didapurnya dengan sesekali bersenandung.

"Cha.." panggil Vallerie, membuat Chaca langsung berbalik dan menyambut Vallerie dengan pelukan.

Diusapnya punggung Vallerie dan berharap bisa menenangkannya.

"Duduk dulu.." Chaca menggiring Vallerie duduk dimeja makannya. Lalu ia mengambil satu gelas air putih dan diserahkan kepada sahabatnya itu.

Dihabiskan setengah gelas air putih tersebut oleh Vallerie dan diletakkan kembali diatas meja. Dihelanya napas pelan sebagai awalan sebelum ia menceritakan apa yang semalam terjadi padanya.

"Semalam aku mabuk," cerita Vallerie. Ia memainkan jari telunjuknya dipermukaan gelas dengan gerakan memutar.

"Lalu?"

"Aku tidak ingat." Vallerie menggelengkan kepalanya pelan. "Tapi-"

"Kamu tidur dengan seseorang?" tebak Chaca melihat bagaimana cara bepakaian Vallerie saat ini yang sangat jauh berbeda dengan semalam.

"Iya."

Chaca terkekeh pelan melihat raut frustasi sahabatnya. "Lalu kenapa kamu murung? Bukannya itu yang kamu inginkan waktu kita pergi ke bar semalam. Bahkan jika kamu ingat, kamu sengaja tidak memakai dalamanmu supaya memudahkan prosesnya."

Vallerie tak langsung menjawab. Setelah dirinya mabuk, ia benar-benar tak mengingat bagaimana akhirnya bisa bertemu dengan laki-laki yang tadi pagi dilihatnya pertama kali saat membuka mata. Tapi setiap kali mengingat wajah itu, rasanya Vallerie merasakan kenyamanan yang sudah sejak lama menghilang dari hatinya.

Dalam diamnya ia tersenyum. Sekelebat bayangan tentang bagaimana dirinya menghabiskan malam yang panas dengan laki-laki itu mulai bermunculan.

"Hei.. melamun." Chaca menggoyangkan tangannya didepan wajah Vallerie supaya dapat mengumpulkan kesadarannya yang sudah tercecer entah dimana.

"Jadi, itu pakaian dia?" tanya Chaca penasaran. "Aku yakin permainannya begitu menggairahkan sampai tak ada celah dileher jenjangmu dari jejak yang dibuat olehnya."

Mendengar ucapan Chaca, Vallerie langsung mendorong mundur kursi yang ia duduki dan berjalan mendekati cermin washtafel yang tak jauh dari sana.

Benar adanya. Banyak jejak keunguan disekitaran leher serta tulang selangkanya. Ia belum berani melihat bagian lain yang masih tertutup oleh pakaian.

"Sialan. Pantas saja supir taksi melihatku seperti itu," gumam Vallerie yang tak dapat didengar oleh Chaca.

"Jadi, Dressku ketinggalan disana?" Chaca yang kini sudah kembali mengerjakan pekerjaannya yang tertunda saat kedatangan Vallerie tadi.

"Iya, sudah terbelah jadi dua," aku Vallerie dengan wajah yang merona.

"Astaga.. Kalian sudah merusak dress terbaikku," keluh Chaca karena Vallerie lalai dengan tanggung jawabnya. Tapi setelah itu ia tersenyum. "Tapi aku tidak menyesal sudah meminjamkanmu. Kamu terlihat bahagia, Alle."

"Thanks, Cha."

"Jadi siapa lelaki beruntung itu?"

Gelengan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Chaca. "Aku tidak tahu."

"Astaga Vallerie, jadi kamu sudah tidur dengan laki-laki yang bahkan kamu tidak tahu namanya?" Chaca langsung pergi dari hadapan Vallerie dengan memijat pelipisnya yang sudah mulai terasa sakit akibat ulah sahabatnya.

To Be Continue...