"Pakaian macam apa ini? Ganti!" Chaca langsung memutar tubuh Vallerie kembali masuk kedalam rumah. Saat ini Vallerie mengenakan hotpants dengan kaos oblongnya. Pakaian yang sangat tidak cocok digunakan untuk pergi ke bar menurut Chaca.
"Memangnya dimana salahnya pakaian yang aku kenakan ini?" protes Vallerie berusaha menahan dorongan tangan Chaca dipunggungnya. Ia merasa nyaman dengan apa yang ia kenakan saat ini. Dan perlu digaris bawahi, Vallerie tidak mau memakai baju seperti yang ia kenakan semalam. No, big no.
"Jelas dimana-mana salahnya. Ini baju untuk kamu kenakan saat bersantai dirumah, menimang kucingmu yang jumlahnya ratusan itu."
"Jangan mengada-ngada. Kucingku cuma dua." Vallerie tak suka dengan ucapan Chaca yang berlebihan. Ia menghempaskan bokongnya diatas tempat tidur dengan wajah cemberut.
"Pakai yang ini saja." Chaca yang sudah membuka lemari pakaian Vallerie menemukan satu buah dress cantik dengan model sabrina.
"Kenapa tidak pakai yang ini saja?" Vallerie masih berusaha mempertahankan apa yang ia yakini bisa membuatnya nyaman.
"Kita akan bertemu teman-teman Zico. Jangan membuat dia malu."
Vallerie mengikuti gerakan bibir Vallerie dengan menjembikkan bibirnya. 'Astaga, yang punya pacar dia, kenapa ku yang repot.' Tapi tak mengurungkan niatnya untuk tetap memakai pakaian yang sempat Chaca ambilkan untuknya. Toh pakaian yang dipilihkan Chaca malam ini tak terlalu membuat tubuh sintalnya semakin terlihat seksi. Karena bagian bawah dari dress tersebut mengembang sehinggak tak memperjelas lekuk tubuhnya.
"Tubuh kamu itu sangat bagus, Alle. Sayang saja kalau tidak kamu manfaatkan." Dengan cekatan, Chaca juga sempat mendandani temannya yang sangat berantakan itu setelah Vallerie selesai mengganti pakaiannya. Memulas bibir sahabatnya itu dengan lipstik berwarna merah.
Mendengar ucapan Chaca tentu saja membuat Vallerie ingin kembali menyuarakan pendapatnya. Namun sebelum suaranya keluar, Chaca sudah kembali membuka mulutnya dan berkata, "Perfect! Sekarang ayo kita berangkat."
Kedua wanita itu berjalan beriringan dengan tangan Chaca merangkul lengan Vallerie. Mobil Zico nampak terparkir didepan pintu pagar rumah itu.
"Menunggu kalian bersiap, aku bisa isi bahan bakar, pergi ketoilet, membeli cemilan, kemudian kembali lagi kesini. Tapi ternyata kalian belum juga selesai." Itulah hal pertama yang diucapkan Zico pada dua sahabat itu yang hanya disambut dengan cengiran saja.
"Maaf ya, Sayang. Aku hanya tidak ingin membuatmu malu jika membawa dia ketika sedang dalam kondisi seperti babu," ucapan sarkas Chaca langsung mengundang lirikan tajam Vallerie.
"Aku hanya mengenakan pakaian yang menurutku nyaman."
"Tapi kamu lebih mirip seperti serang babu."
Kedua wanita itu terus saja sibuk dengan perdebatan yang tak seharusnya didengar oleh Zico. Baik Vallerie maupun Chaca terus saling beradu pendapat sampai mereka tiba di bar yang digunakan sebagai tempat perkumpulan teman-teman Zico. Baru terdiam ketika mendapati Zico tak ada lagi dibelakang kemudi dan justru menunggu mereka diluar mobil.
"Kamu kenapa tidak memberitahuku kalau sudah sampai." Chaca menghampiri kekasihnya setelah keluar dari mobil.
Disusul Vallerie yang keluar dari sana dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
"Kalau aku menyela, bisa-bisa kalian mengamuk seperti waktu itu." Zico menghisap rokok yang terselip diantara jari tengah dan telunjuk ditangan kirinya. Kemudian mengepulkan asapnya keudara.
Ia masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana dirinya dulu pernah menegur Chaca dan Vallerie saat keduanya bertengkar. Alih-alih berdamai, kedua wanita itu malah memakinya berulang kali karena mengganggu pertengkaran mereka.
Vallerie dan Chaca langsung bertukar pandang dan tertawa kemudian karena mengingat hal konyol tersebut. Bahkan sampai tiga hari Zico tak menghubungi Chaca perkara masalah tersebut.
"Sorry, Co. Aku tidak bermaksud begitu."
"Tidak masalah, lupakan saja. Ayo masuk." Zico merangkul bahu Chaca dan berjalan masuk terlebih dahulu. Ingar Bingar klub malam tersebut mulai terdengar sejak mereka bertiga berada di lobi.
Diamatinya oleh Vallerie bar tersebut dan ia sedikit merasa lega tidak dibawa bar semalam saat dirinya benar-benar mabuk dan lupa dengan siapa dia menghabiskan malamnya yang dingin. Tapi Vallerie ingat bagaimana wajah pria yang tadi pagi terbarimg disebelahnya. Dia begitu-sempurna.
"Alle!" panggil Chaca yang ternyata sudah berjarak cukup jauh dari Vallerie karena gadis itu tersu saja melamun. "Langkah kamu dipercepat."
"Iya, tunggu aku-"
Bruuukkk..
Tubrukan tak dapat dielakkan dari seorang pria bertubuh kekar pada tubuh Vallerie yang mungil. Tapi dengan sigap pria itu segera menangkap tubuh Vallerie dan mendekatkannya langsung ketubuhnya.
"Aku kira kita tidak akan bertemu lagi!" ucap sang pria dengan tatapan menghujam sampai keulu hati Vallerie yang tak berkedip melihatnya.
Napasnya terasa sesak seketika melihat wajah itu lagi. Wajah pria yang menghiasi paginya saat pertama kali membuka mata. Namun tak ayal Vallerie langsung mendorong dada kekar tersebut dari hadapannya.
"Mungkin anda salah orang. Permisi."
Setelah tubuhnya terlepas dari cengkraman tangan pria itu, Vallerie segera pergi dari sana dengan langkah tercepat yang ia bisa. Ia tak menampik Bahwa hatinya senang melihat pria itu lagi, tapi kenapa efeknya sangat buruk bagi kesehatan jantungnya.
"Kemana Chaca tadi!" Vallerie berusaha menerobos kerumunan yang menghalangi jalannya menuju Chaca dan Zico. "Nah, itu dia." Pada akhirnya Vallerie menemukan orang yang dicarinya dan langsung duduk disamping Chaca yang sedang tertawa karena candaan Zico.
"Hei, kamu dari mana saja? Kenapa lama sekali sampainya?" tanya Chaca setelah tawanya mereda, lalu ia mengulurkan satu gelas kecil minuman beralkohol pada Vallerie.
Namun sebelum tangan Vallerie berhasil meraih gelas mungil tu, sebuah tangan kekar yang terasa begitu familiar dalam ingatan Vallerie tiba-tiba datang dan meraih gelas tersebut. Pria yang tadi sempat menubruk Vallerie kembali berdiri dengan tubuhnya yang menjulang tinggi. Sampai-sampai Vallerie membayangkan kembali berada dalam dekapan pria itu dan terhanyut dalam lamunannya.
"Dia tidak bisa minum seperti ini," ucap pria tersebut setelah menghabiskan dalam sekali tegukan minuman tersebut. Diletakkan gelas itu lagi keatas meja lalu duduk disisi Vallerie. Saking dekatnya sampai-sampai lengan mereka bergesekan.
Dilingkarkan tangannya dipinggang ramping Vallerie, membuat wanita itu langsung menegakkan tubuhnya dengan canggung.
"Lepaskan tanganmu!"
"Aku tidak akan melepaskan sesuatu yang sudah menjadi milikku!"
Mendengar perdebatan dua orang yang tak saling mengenal itu membuat Chaca tersenyum misterius. Ia begitu haus akan informasi yang sudah Vallerie sembunyikan darinya. "Kalian saling mengenal?"
"Tidak."
"Iya."
Dua jawaban yang berbeda didapan Chaca dari Vallerie dan Dru. Dan hal tersebut semakin membuatnya penasaran dengan mengangkat kedua alisnya, meminta penjelasan kepada Vallerie yang terus saja berusaha melepaskan dirinya dari rangkulan Dru.
"Aku tidak mengenalmu, jadi tolong lepaskan tanganmu dari tubuhku."
Bukan melepaskan pelukannya, Dru justru semakin mengeratkan tangannya pada tubuh Vallerie. "Kamu mungkin tidak mengenalku. Tapi setiap aku menyentuhmu, tubuhmu selalu merespon dengan baik."
"Aku tidak begitu." Vallerie memalingkan wajahnya pada Dru dan tatapan mereka kembali bertemu.
"Kamu butuh bukti?"
Tanpa menunggu jawaban, Dru menarik tengkuk Vallerie dan menghapus jarak diantara mereka. Membuktikan ucapannya jika Vallerie selalu merespon sentuhannya.
To Be Continue...