"Aku tidak mau bicara dengan monster itu!"
"Katakan padanya aku sudah mati ditelan tembok rumah ini."
"Jangan menemuiku kalau kau ingin memberikan ponsel itu kepadaku, bicara saja sendiri dengannya. Jangan libatkan aku!"
Teriakan Suri terdengar jelas di seluruh lantai dua dimana Suri berada, sudah hampir tiga puluh menit para pelayan itu berusaha merayu Suri agar mau menerima telepon dari Areez. Meskipun Suri tidak bersedia berbicara dengan Areez, namun saat ini Areez bisa mendengar semua sumpah serapah yang diucapkan gadis itu kepadanya.
Areez yang tidak bisa marah pada Suri hanya tersenyum kecil saat mendapatkan penolakan secara gamblang seperti itu dari Suri, akan tetapi saat ini Areez sudah cukup puas. Bisa mendengar suara Suri yang penuh energi seperti itu membuat Areez yakin jika Mira-nya baik-baik saja.
Karena tidak mau membuat Suri sakit tenggorokan karena terus berteriak, Areez pun mematikan panggilannya dan kembali menyimpan ponselnya di dalam saku bajunya sebelum akhirnya berjalan mendekati Aldrich yang sudah memesan makanan untuk mereka.
"Sudah?"
Areez tidak menjawab pertanyaan Aldrich, dia tahu kalau saat ini teman baiknya itu sedang menyindirnya secara halus. Aldrich adalah orang yang paling tahu hubungannya dengan Suri yang tidak ada kemajuan setelah tiga tahun berlalu.
"Jangan membuat moodku semakin jelek, kau tahu bukan apa yang akan aku lakukan jika sudah marah," ucap Areez pelan penuh peringatan.
Aldrich terkekeh. "Ya dan kau akan terlihat semakin tua dari usiamu yang sesungguhnya."
"Fuck…jaga ucapanmu, brengsek! Aku tidak setua itu!"
Tawa Aldrich semakin keras, menggoda Areez adalah salah satu pelepas penat yang paling mujarab, Aldrich baru menghentikan tawanya saat seorang pelayan kembali datang ke meja mereka dan menyajikan pesanan yang sudah dipesan oleh Aldrich sebelumnya.
Karena terlalu sibuk, sejak pagi mereka berdua belum mengisi perut dengan apapun kecuali kopi. Karena itu saat ini mereka berdua sangat lahap menikmati makanan yang baru saja disajikan pelayan.
"Bagaimana kalau kita mengalah saja dalam proyek ini, Areez," ucap Aldrich pelan memulai percakapan.
Areez yang sedang mengunyah daging nyaris memuntahkannya kembali kalau saja dirinya tidak langsung menutupi mulutnya dengan kedua tangannya, sungguh sangat tidak elegan jika sampai seorang Areez Floyen yang terhormat sampai tersedak.
Begitu berhasil menguasai diri, Areez langsung memberikan tatapan membunuhnya pada Aldrich. "Kalau aku tidak mengingat pertemanan kita yang sudah berlangsung puluhan tahun mungkin saja saat ini aku sudah memintamu melompat dari lantai ini, Aldrich," geram Areez kesal. "Jaga ucapanmu, siapa yang mau menyerah dalam proyek ini. Aku justru semakin bersemangat ingin mengalahkan si Christian Clarke itu."
"Areez.."
"Aku ingin menjajal kelebihannya yang sering dibicarakan banyak orang itu," imbuh Areez kembali. "Dia hanyalah orang asing yang menginvestasikan uangnya di negara ini, berbeda dengan kita. Aku yakin dukungan pasti akan datang kembali pada kita dalam waktu dekat."
"Oh benarkah?"
Secara spontan Areez dan Aldrich menoleh ke arah sumber suara, dari arah kiri tempat mereka duduk saat ini terlihat Christian berjalan dengan santai menuju meja dimana Areez dan Aldrich duduk. Senyum penuh ejekan jelas tergambar di wajah Christian saat ini.
"Melihat dari ekspresi wajah kalian saat ini sepertinya kalian sudah tahu siapa aku, bukan," ucap Christian tenang, berhasil tahu siapa orang yang selama ini mengacaukan bisnisnya di Adelaide membuat Christian tidak bisa menahan diri untuk tidak menegur rivalnya itu secara langsung.
Karena sudah tidak jalan lain, akhirnya Areez bangun dari kursinya dan berdiri tepat di hadapan Christian dalam jarak yang tidak terlalu jauh.
"Well, sepertinya kita sudah saling mengenal. Not bad."
Christian menipiskan bibirnya mendengar perkataan Areez. "Sepertinya kau harus mendengarkan usulan temanmu itu, Areez Floyen. Lebih baik kau menyudahi usahamu karena percayalah sekuat apapun kau berusaha mimpimu itu tidak akan terwujud."
"Jangan terlalu percaya diri, Christ. Kau tidak tahu siapa lawanmu saat ini," ucap Areez datar tanpa merubah ekspresinya.
"Tentu saja aku tahu. Areez Floyen, keturunan terakhir bangsawan Floyen yang menguasai semua wilayah Selandia Baru ratusan tahun yang lalu." Christian menghentikan ucapannya yang penuh dengan sindiran halus itu. "Kau bukan lawanku, Areez. Clarke Enterprise adalah perusahaan besar yang sudah menguasai tiga benua besar, Floyen bukanlah lawan sepadan untukku. Lagipula saat ini jaman sudah berkembang jauh, begitu juga dengan sistem pemerintahan jadi stop membanggakan darah bangsawan dalam dirimu itu, Floyen!"
"Fuck…" kepalan tangan Areez yang siap melayang itu dihentikan tepat waktu oleh Aldrich yang sejak tadi hanya menjadi pendengar yang baik.
"Tahan dirimu, Areez. Saat ini kita ada di restoran," bisik Aldrich pelan.
"Pantas saja kau berani menyiram sekretarisku dengan wine tadi malam, sikapmu benar-benar buruk, Areez," sindir Christian kejam. "Dan asal kau tahu atas perbuatanmu itu aku mengalami kerugian karena harus mengeluarkan ekstra uang untuk biaya perawatan sekretarisku di rumah sakit."
"Gadis itu…"
"Ya, sekretarisku sakit karena ulah temanmu ini Aldrich White," ucap Christian pelan memotong perkataan Aldrich. "Sampaikan salamku pada ayahmu Mr Evanz White sang perdana Menteri yang baru saja merayakan ulang tahun pernikahan dengan ibumu, sampaikan permintaan maafku karena aku tidak bisa menghadiri pesta yang sangat meriah itu."
Wajah Aldrich merah padam, Christian tidaklah sungguh-sungguh dengan ucapannya. Aldrich tahu kalau saat ini Christian sedang menyindir pesta ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya yang mendapatkan kritik keras dari rakyat Australia karena dianggap terlalu menghambur-hamburkan uang negara. Dan Christian yang selama ini sangat menjaga nama baiknya tentu tidak akan menghadiri pesta semacam itu, karena itulah dia sengaja bicara seperti itu pada Aldrich.
Merasa berhasil menjebak mangsanya, senyum iblis Christian mengembang semakin lebar. "Sudah aku katakan sebelumnya bahwa kalian berdua bukan lawanku, Clarke Enterprise masih berada jauh di atas kalian berdua. Jadi stop bermimpi untuk bisa melanjutkan proyek pulau buatan itu karena percayalah itu tidak akan berhasil selama ada aku yang akan menentangnya."
Setelah berkata seperti itu Christian lantas berlalu pergi dari hadapan Areez dan Aldrich yang sedang sangat marah.
"Damn it, seharusnya kau tidak melarangku untuk menghajar wajahnya tadi," geram Areez penuh emosi. "Orang itu sangat sombong."
Aldrich mengeraskan rahangnya. "Dan aku benar-benar menyesal untuk itu, Areez. Christian Clarke, mulai saat ini dia bukan hanya lawanmu dia juga akan menjadi musuhku."
Areez mengepalkan kedua tangannya, semua ucapan merendahkan yang sebelumnya Christian ucapkan kembali berputar di kepalanya. Tidak pernah direndahkan oleh orang lain sebelumnya membuat jiwa kompetisi Areez bangkit.
"Kita lihat nanti, siapa orang yang akan memohon-mohon di akhir pertarungan ini," ucap Areez dalam hati, Areez yakin sekali mampu mengalahkan Christian. Kedua mata Areez berkilat penuh kebencian dan kemarahan, Areez bersumpah akan mencari cara untuk membuat seorang Christian Clarke berlutut padanya.
Bersambung