"Mir, tunggu aku!"
Ankin sudah tidak memanggil Amira dengan Mbak lagi karena ia tidak ingin ada jarak diantara mereka. Ia raih tangan Amira dan membawanya berjalan menuju sebuah gardu ronda yang sudah kosong ditinggal laki-laki yang berjaga tadi malam.
"Ada apa, Mbak? Ada yang perlu kujelaskan?"
Ankin menunduk mencoba menyusun kata-kata agar Amira tidak menaruh curiga kepadanya. Ia menarik napas dalam. Kenangan bersama laki-laki bernama Anton terbayang kembali di pelupuk matanya membuat ia berkaca-kaca. Kesal dan sedih datang silih berganti saat ia menjalin hubungan dengan Anton kini terjawab sudah.
Amira yang tidak tahu menahu tentang Anton dan Ankin hanya bisa memandang Ankin sambil menunggu wanita di hadapannya mencurahkan isi hatinya. Ia sebenarnya enggan mendengar cerita orang lain karena itu justru akan semakin memperberat beban hidupnya tapi tidak etis rasanya menolak keinginan orang lain apalagi menyangkut perasaan.