FLORA POV
Setelah penyatuan panjang yang terjadi antara aku dan Jake selesai saat pagi menjelang, Kami melakukan ritual mandi bersama. Kemudian kami melakukan sholat subuh berjamaah. Meskipun aku agak kesusahan melakukan gerakan sholat karena keadaan perut ku yang sudah sangat besar tapi hal itu tak menghalangi kesakralan ibadah kami.
Ini adalah moment yang sangat mengharukan bagiku. Bagaimana tidak aku tak pernah membayangkan jika hubungan kami akan kembali seperti semula. Aku pikir semua ikatan antara aku dan Jake telah berakhir. Tapi ternyata Tuhan masih berbaik hati dengan mengirimkan bayi di rahim ku. Dan kini Jake telah kembali kepada ku. Semua terasa lengkap dan kebahagiaan ini amat sempurna.
"Princess.... " Panggilan Jake mengalihkan lamunan ku.
Ahh dia masih saja memanggil ku dengan sebutan 'princess' entah mengapa hal itu terdengar menggelikan saat ini.
"Kau melamun kan sesuatu? " Aku menggeleng cepat.
Dia mengusap wajah ku lembut dan tersenyum.
"Kau menginginkan sesuatu? " tanya nya lagi.
"Sesuatu yang aku inginkan ? Seperti nya tidak ada. Tapi..... " aku menggantung ucapan ku dan Jake terlihat tidak sabar untuk mendengar kata-kata ku.
"Katakanlah. Jangan sungkan. Apapun keinginan mu akan aku penuhi"
"Aku ingin kau mendampingi ku saat persalinan nanti" ucap ku penuh harap.
Iyaa aku ingin Jake berada di samping ku saat aku berjuang melahirkan anak kami nanti. Rencananya aku ingin melahirkan secara normal. Aku ingin merasa menjadi wanita sekaligus ibu yang sempurna dengan menjalani semua proses itu. Aku tidak perduli dengan kata orang yang mengatakan jika persalinan normal itu sangat teramat menyakitkan. Aku telah membulatkan tekad ku jika aku pasti bisa berjuang dengan Jake ada di samping ku.
"Ya tentu saja. Aku akan selalu ada di sisi mu Princess" ucap Jake yang sudah memeluk tubuh ku dari belakang.
"Semoga besok semua nya berjalan lancar. Jika bantuan datang secepatnya kita bisa ke kota. Aku akan siapkan rumah sakit terbaik dengan dokter terbaik yang akan menangani proses persalinan mu sayang"
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Jake.
"Jake. Seperti nya aku ingin air kelapa " ucap ku spontan. Entah mengapa keinginan itu muncul begitu saja.
Apakah baby ku yang menginginkan nya?
"Kau ingin sekarang? " tanya Jake lagi.
"Iya. Tapi di sekitar sini tidak ada pohon kelapa. Kau harus ke desa seberang"
"Baiklah. Aku akan minta bantuan Munir untuk menemani ku" ucap Jake.
"Tidak usah Jake. Aku tidak ingin merepotkan mu" kata ku.
Sungguh aku tidak ingin berjauhan dengan Jake lagi. Walaupun itu hanya sebentar.
"Tidak princess. Kau tidak merepotkan ku. Justru aku senang bisa memenuhi keinginan mu. Setidak nya aku ingin membayar semua waktu ku yang tak ada di samping mu saat awal kehamilan" ucapan Jake membuat dada ku kembang kempis. Dia selalu manis. Dan aku semakin mencintai nya.
*****************
Semenjak kepergian Jake dan juga Munir ke kampung seberang siang tadi, aku menjadi sangat khawatir. Perasaan ku tidak bisa tenang. Mengapa?
"Nyonya. Masuk lah. Sebentar lagi hari akan gelap" ucap Mirna yang terdengar tenang dan santai.
Ohh andai saja aku bisa seperti dia. Tapi aku tidak bisa menghilang kan rasa khawatir ku. Aku takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada suamiku.
"Aku akan menunggu suamiku kembali. Sebentar lagi dia pasti akan datang".
"Maafkan saya nyonya. Seperti nya mereka akan kembali esok pagi "
Kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Mirna semakin menambah kekhawatiran ku.
"Apa? Kenapa bisa begitu? Apakah terjadi sesuatu pada mereka? "
"Nyonya. Anda tenang saja. Tuan Jake dan suami saya baik-baik saja. Hanya jembatan gantung yang menghubungkan kampung ini dengan kampung seberang rusak parak karena tertimpa pohon besar yang tumbang"
Penjelasan Mirna tidak sepenuhnya membuat kekhawatiran ku hilang.
"Dari mana kau tau"
"Saya baru saja dapat pesan dari kepala adat. Saat ini mereka sedang berada di rumah seorang sesepuh di sana. Mereka baik-baik saja. Anda tidak perlu khawatir "
Akhirnya aku dan Mirna masuk ke dalam Villa. Seperti nya malam ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak.
**********
Aku benar-benar belum bisa memejamkan mataku walau hanya sekejap. Aku sangat gelisah sekarang. Dan aku juga merindukan kehadiran suami ku.
Jika tau akan seperti ini, aku tidak akan meminta air kelapa siang tadi. Iyaa jika saja aku bisa menahan ingin ku, pasti sekarang Jake telah berada di sisi ku di pembaringan ini.
Oh aku semakin merindukan nya. Aku tak tau sejak kapan rasa candu bercampur rindu itu bertemu dengan kantuk yang teramat sangat. Entah berapa lama kesadaran ku terenggut ke dunia mimpi, saat aku mendengar bunyi gaduh di bawah sana, reflek mata ini terbuka.
"Mungkin mereka sudah datang " pikir ku.
Dengan pelan aku bangun dari pembaringan ini. Aku membuka jendela kamar ini dan udara sejuk langsung menjemputku. Di luar masih sangat gelap. Tapi bunyi kokok ayam hutan terdengar samar seolah menandakan jika sebentar lagi sang fajar akan bersinar.
Sambil memegangi perut besarku, aku menuruni tangga untuk mencapai lantai dasar. Tapi tidak ku temukan siapa pun di sana.
Aku pun mulai berjalan pelan menelusuri setiap ruang di lantai dasar bangunan Villa ini. Gelap. Karena saat akan tidur di malam hari semua penerangan di Villa ini akan di matikan untuk menghemat energi.
"Katakan padaku dimana dia? " suara itu terdengar tak asing bagi ku.
Aku berjalan pelan ke arah suara itu yang berasal dari kamar bik Minah.
"Cepat katakan. Jika tidak, akan terjadi pertumpahan darah saat ini juga"
Aku sudah berdiri di depan pintu kamar bik Minah yang terbuka. Ku lihat tubuh bibik tua itu telah terikat dengan mulut yang sudah tersumpal kain. Keadaan yang tak jauh berbeda juga di alami oleh Mirna.
Hanya badan nya saja yang terikat. Mulut tidak di sumpal apapun.
Ooooeeeeekkkkk oooekekkkkkk
Baby Sovia pun terbangun dan menangis saat Mirna ibunya berada dalam ancaman sebuah belati yang di pegangi seseorang.
Mirna masih bungkam. Tatapan nya tertuju padaku. Dari gerak matanya bisa ku lihat jika dia meminta aku untuk pergi. Tapi aku tidak bisa egois dengan membiarkan mereka dalam tekanan kekerasan seperti itu.
"Baiklah. Jika kau tetap diam. Maka aku akan membunuh mu sekarang juga" ucap orang itu yang sudah mengarahkan belati ke arah Mirna.
Posisi orang itu yang membelakangi pintu masuk, membuat nya tidak menyadari kedatangan ku yang bergerak pelan.
"Bersiaplah jalang"
Belati itu hampir saja tertusuk ke dada Mirna jika terlambat sedikt saja aku menahan pergerakan tangan orang itu.
"Cukup Tante..!! " ucap ku yang sudah berhasil menangkap tangan nya.
Dia tante Sarah. Iyaa dia wanita yang sudah merencanakan kecelakaan pesawat yang menimpa kedua orang tuaku. Dia juga adalah orang sudah menembak Jake saat pesta topeng. Dan sekarang dia di sini. Untuk apa? Apakah dia ingin membunuh ku juga?
Wanita itu sempat tertawa terbahak-terbahak di hadapan ku.
"Ternyata tidak sulit memancing mu untuk keluar dari tempat persembunyian mu Flo"
"Apa yang tante lakukan di sini? "
Bukan kah seharusnya dia masih di penjara. Apakah dia berhasil kabur? Lantas bagaimana bisa dia menemukan ku di tempat ini?
"Aku hanya ingin bertemu dengan mu Flora. Sudah lama sekali kita tidak bertemu"
Aku mundur beberapa langkah sambil memegangi perut ku seolah memberi perlindungan pada bayi dalam kandungan ku.
"Flora sayang. Kau hamil. Wah perut mu sudah sangat besar. Sebentar lagi kau akan melahirkan. Kau akan jadi ibu"
"Jangan mendekat" ucap ku memperingatkan wanita yang semakin mendekatiku dengan belati tajam di tangan nya.
"Bagaimana jika ku bantu mengeluarkan bayimu Flo. Tidak akan sakit. Anggap saja kau akan menjalani operasi Caesar " kemudian dia tertawa dan sekejap keadaan semakin horor ku rasa.
Aku semakin tersudut dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kini Tante Sarah sudah berdiri di hadapan ku.
"Tante aku mohon hentikan semua ini. Aku akan memaafkan dan melupakan semua dosa yang tante lalukan pada mommy dan daddy ku. Juga pada suami ku. Aku juga akan mengaggap jika hal tadi tidak pernah terjadi"
Aku mencoba mengajak Tante Sarah untuk bicara baik-baik. Siapa tau saja dia berubah pikiran.
"Lalu penawaran apa yang kau tawarkan padaku " kata Tante Sarah yang masih mengarahkan belati itu pada ku.
Tubuh ku sudah mengeluarkan keringat dingin dan perutku sudah terasa mulas.
"Apapun yang tante ingin kan. Tapi lepaskan kami semua. Dan pergilah"
"Apapun yang aku mau hm? " ucap tante sarah dengan tatapan tajam nya ke arah perut ku.
Ohh aku sangat takut sekarang. Takut jika dia berniat ingin menyakiti bayi di perut ku.
"Tante boleh mengambil seluruh aset Kesuma Group" kata ku mencoba membuat penawaran tapi sepertinya hal itu tidak berhasil.
"Penawaran mu terdengar menggiurkan tapi, seharusnya kau berikan aku semua itu dari dulu. Bukan sekarang. Karena semua itu sudah tidak ada gunanya lagi. Aku sudah kehilangan semua nya. Suami ku. Anak ku. Dan hidup mewah ku. Semua penderitaan ini ku dapat karena kau wanita sialan !!!!"
"Tante tolong lupakan semua dendam itu dan lanjutkan hidup mu Tan... "
"Diam kau. Tak perlu kau menggurui ku. Jalang" ucap nya yang sudah siap menancapkan belati itu ke arah ku.
Seketika itu juga ku rasa rembesan sesuatu mengalir dan membasahi kaki-kaki ku.
Aku merintih memegangi perutku. Aku tak kuat lagi berdiri. Perlahan tubuh ku pun merosot terduduk di lantai kayu ini sambil menahan rasa sakit.
Ya Tuhan semoga bayiku baik-baik saja saat ini.
"Air ketuban mu sudah pecah Flo. Kau harus mengeluarkan bayimu sekarang. Aku akan bantu. Kita akan mulai operasi Caecar nya sekarang juga" dia sudah mengarahkan belati tajam itu ke perutku dan siap untuk menikam bayiku.
"Tidak tante jangan" ucap ku dengan deraian air mata.
"Hahaha.. Bayi itu harus mati sebelum dilahirkan. Kau harus merasakan sakitnya menjadi aku yang harus kehilangan calon bayiku dan rahim ku"
Tante Sarah masih belum melakukan tindakan yang akan menyakiti ku dan juga bayi ku.
Dia terdiam sejenak dengan airmata yang sudah meleleh di wajah nya.
"Bayi ku yang malang. Belasan tahun kami menantikan nya. Tapi kami justru harus kehilangan nya bahkan di saat kami tidak menyadari keberadaan nya di rahim ku. Bayi ku dan juga rahim ku yang harus di buang waktu itu adalah penyebab keretakan rumah tangga ku dan juga Daniel"
Kata-kata yang terucap dari mulut tante Sarah terdengar sangat menyedihkan. Aku mengerti bagaimana hancur perasaannya. Karena aku juga seorang wanita.
" Ketidaksempurnaan ku sebagai isteri membuat Daniel selingkuh di belakang ku. Kemudian dia yang bodoh malah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam penjara. Kau tidak tau bagaimana sakit nya aku melihat semua itu Flo. Tapi ternyata Tuhan masih saja tidak adil. Tuhan kembali menghukum ku dengan memenjarakan anak ku, Joy. Semuanya sudah hancur secara sempurna"
Aku sudah meneteskan air mata mendengar cerita pilu dari tante Sarah.
"Kau adalah satu-satunya penyebab semua kehancuran dan kesialan di hidup ku. Hanya kematian yang mampu menghapus rasa sakit ku dan juga dendam ini. Jadi bersiaplah. Aku akan mengakhiri semua ini..!! "
"Tidak. Flo mohon tante Sarah. Tolong hentikan semua ini"
" Maut akan menjemput mu dan juga calon bayi mu Flo" tawa membahana tante Sarah menggema di ruangan ini.
Aku hanya bisa memejam kan mata sambil menahan rasa sakit ini. Sekarang aku hanya bisa pasrah.
"Ya Tuhan akankah kebahagiaan ku yang hampir sempurna ini akan terhenti dengan cara seperti ini ????? "
*******************
JAKE POV
Aku dan Munir berjalan menerobos hutan untuk mencapai jembatan gantung yang menghubungkan desa ini dengan desa seberang dimana terdapat banyak pohon kelapa di sana.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk ku mendapatkan buah kelapa muda langsung dari pohon nya. Di bantu seorang pemuda anak kepala adat di sini aku telah mendapatkan empat biji kepala muda yang air nya banyak dan enak untuk di konsumsi.
"Princess ngidam mu kali ini akan ku penuhi. Tunggu sebentar lagi sayang"
Ketika aku dan Munir akan kembali ke desa di mana keluarga kecil kami berada, hujan lebat mengguyur dan kami tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang. Kami harus menunggu beberapa saat lagi di rumah kepala adat sampai hujan reda.
Sore itu hujan tak juga reda. Selain itu kami juga mendapat kabar jika jembatan gantung yang merupakan satu-satunya akses yang menghubungkan kedua desa mengalami kerusakan parah karena tertimpa pohon besar yang tumbang. Itu artinya kami tidak bisa kembali ke desa secepatnya.
"Perlu waktu beberapa hari untuk memerbaiki jembatan gantung itu " kata kepala adat di kampung ini.
Beberapa hari ? Yang benar saja. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Istri ku di seberang sana pasti sudah menunggu dengan gelisah. Begitupun dengan ku. Aku sangat frustasi dengan keadaan ini.
"Tapi anda tidak perlu menunggu terlalu lama. Kami akan siapkan rakit untuk kalian menyebrang. Tapi besok pagi saja menunggu air sungai nya agak dalam. Karena rakit itu tidak bisa berlayar jika air sungai sedang surut " jelas kepala desa tersebut.
Aku sedikit lega mendengar perkataan kepala adat.
" Tapi bagaimana dengan keluarga kami? Mereka pasti akan khawatir jika kami tidak juga kembali"
"Tenang saja Tuan" ucap kepala adat yang mengulurkan tangannya untuk mengeluarkan burung elang dari sangkar.
Dia mengikat sesuatu pada kaki burung elang tersebut. Kemudian dia melambungkan burung elang itu hingga terbang tinggi.
"Saya sudah mengirim elang itu untuk membawa pesan ke pada kepala adat di kampung seberang. Ketika dia menemukan elang itu dia akan langsung membaca pesan yang saya ikat pada kaki burung itu" penjelasan dari lelaki tua itu mencengangkan ku.
Tapi kemudian aku mulai memahami jika hal itu adalah salah satu bentuk komunikasi tradisionil yang masih bertahan sampai saat ini.
"Jadi seperti itu. Terimakasih banyak pak"
Malam ini kami terpaksa menginap di rumah kepala adat dengan perasaan khawatir akan keselamatan keluarga kecil kami di seberang sana.
"Flora. Baik-baik sayang. Aku akan segera menemuimu. Bersabar lah.
**************
Aku sama sekali tidak bisa tidur. Perasaan gelisah terus saja menguasaiku. Hingga kokok ayam jantan terdengar bersahutan. Tak lama aktivitas masyarakat di kampung ini pun di mulai.
Setelah melaksanakan sholat subuh bersama Munir, kami segera menuju sungai yang air nya cukup dalam. Sebuah rakit telah di siapkan untuk kami menyeberang lengkap dengan seseorang yang akan membantu kami berlayar di arus yang deras itu.
"Kenapa kita tidak lewat sungai di depan balai desa? Bukan kah jaraknya lebih dekat? " tanya Munir yang terlihat ragu.
"Jika kita berlayar lewat sini kan lebih jauh " kata Munir lagi.
" Rakit ini tidak bisa menyeberangi sungai di mana jembatan gantung itu berada. Di tengah sungai itu ada pusaran air. Memang saat air dalam tidak terlihat. Saat air surut juga terlihat tidak ada. Tapi jika ada sesuatu yang berenang di sekitarnya pusaran air itu tiba-tiba muncul dan menarik apa saja di dekatnya hingga menghilang tanpa jejak. Sudah bayak kejadian serupa terjadi. Kita harus menghindari berbagai kemungkinan"
Penjelasan dari lelaki paruh baya itu membuat ku bingung. Bagaimana tidak hal itu terdengar aneh dan tak masuk akal. Tapi aku kembali teringat akan hal-hal mistis yang masih berkaitan erat dengan hutan pedalaman Kalimantan. Seperti nya hal itu cukup masuk akal jika di kaitkan dengan daerah ini yang sama sekali tidak terlacak pada satelit.
"Terimakasih banyak" ucap ku dan Munir bersamaan saat rakit ini sudah berhasil mengantarkan kami .
Perjalanan kami menuju Villa tidak lah mudah. Kami harus melewati hutan sambil membawa buah kelapa pesanan isteriku itu.
Sampai pada bagian tengah hutan ini ku lihat bekas kebakaran yang di akibatkan ledakan dahsyat seminggu yang lalu. Banyak pohon terbakar menyisakan abu. Aku jadi merasa bersalah karena hal itu.
"Tuan. Air terjun nya sudah terlihat " ucap Munir yang sudah berjalan cepat di depan ku.
Air terjun itu adalah patokan jika villa yang kami tempati sudah semakin dekat.
"Flora. Aku datang sayang "
*********
Kegiatan pagi di kampung ini sudah mulai terlihat meski sang fajar masih malu-malu menampakkan diri.
Saat Villa tempat di mana isteri ku menunggu sudah terlihat dekat aku mempercepat langkah ku.
"Tuan anda duluan saja masuk. Saya mau kerumah kepala adat sebentar " ucap Munir.
Aku mengangguk dan bergegas masuk ke dalam bangunan Villa sederhana yang terbuat dari kayu ulin itu.
Sepi. Tidak seperti biasanya. Apakah semua wanita di dalam sana masih terlelap di kamar masing-masing?
Dengan pelan ku langkah kan kaki ku untuk masuk lebih dalam. Tujuan ku cuma satu, yaitu segera bertemu istri ku. Aku sempat mendengar tangis baby Sovia di kamar Mirna dan Munir. Tapi ku pikir jika bayi menangis itu hal wajar. Aku pun terus menapaki anak tangga yang akan mengantarkan ku ke kamar di mana Flora berada.
Pintu kamar ku buka tapi di dalam kamar itu tidak ku temukan keberadaan Flora. Dimana dia?? Ku letakkan empat biji kelapa yang ku bawa itu di lantai. Aku langsung turun ke bawah. Siapa tahu istriku itu mungkin sedang mandi atau sedang memasak di dapur bersama bik Minah.
Sesampainya di lantai dasar aku masih mendengar tangisan baby Sovia yang semakin kencang saja. Hal itu membuat ku merasa ada yang tidak beres telah terjadi. Entah apa itu. Yang pasti aku berharap istriku dan anak kami baik-baik saja.
"Tidak tante jangan "
Samar-samar ku dengar suara itu. Aku seperti sangat mengenalnya.
Aku pun berjalan mencari sumber suara itu.
" Tolong... Tolong... "
Suara itu. Tidak salah lagi. Suara itu berasal dari kamar bik Minah yang letak nya berada di ujung bangunan Villa ini.
Pintu kamar itu terbuka lebar dan menyajikan pemandangan yang tidak ingin ku lihat.
"Tolong.... Tolong... "
Mirna berteriak sangat nyaring tapi hal itu tidak juga menghentikan orang yang sedang berusaha menyakiti Flora dan bayi kami terganggu.
"Kali ini kau tidak bisa mengelak lagi dari kematian mu Flo" belati tajam itu siap di hunuskan pada bagian perut Flora.
Aku langsung berjalan secara cepat dan menangkap tangan wanita itu. Dengan cepat ku pelintir tangan nya hingga dia kesakitan dan belati itu terjatuh dari genggamannya. Aku juga melakukan kuncian pada tubuh nya hingga dia tidak berdaya memberikan perlawanan.
"Sialan. Lepas kan aku !!" pekik nya.
"Tidak akan. Kau tidak jera juga hah. Masih bagus dulu aku tidak membunuh mu. Tidak kah kau malu akan dosa-dosa mu itu wanita iblis" maki ku.
Wanita itu malah tertawa sungguh aku sangat kesal.
"Jake ....." rintih Flora kesakitan.
"Sayang... Kau... "
"Sakit sekali " ucap Flora yang masih memegangi perutnya.
Dapat ku lihat jika bagian bawah pakaiannya telah basah dan cairan itu masih menggenang di sela paha nya.
" Tuan. Nyonya Flora akan melahirkan. Kita harus segera menemukan bidan untuk membantu nyonya" ucap Mirna yang tubuh nya masih terikat dengan tali.
Melahirkan? Secepat ini? Bukan kah ini terlalu cepat?
"Ada apa ini? Apakah terjadi sesuatu? " tanya Munir yang baru saja muncul dari depan pintu kamar.
Aku langsung mendorong tubuh wanita jahat itu ke arah Munir.
" Tolong kau urus dia. Jangan sampai wanita laknat itu kabur" ucap ku.
"Baik tuan "
Tak lama beberapa pemuda berdatangan dan membantu mengamankan wanita bernama Sarah itu. Dia sempat mengamuk tapi para pemuda itu dapat mengatasi nya.
*******
Aku masih setia di sisi Flora dan menenangkan nya. Dia masih saja merintih kesakitan. Andai sekarang ini kami berada di suatu kota. Pasti akan ku bawa istriku itu ke rumah sakit terbaik dengan dokter terbaik pula untuk menangani proses persalinannya. Tapi apalah daya ku sekarang. Di tempat ini aku bukan siapa-siapa. Dan aku tidak memiliki apapun untuk menolong Flora.
Aku sempat kesal karena bantuan tidak juga datang dari anak buah ku. Apakah mereka kesulitan untuk menemukan lokasi tempat ini yang memang tidak bisa terlacak melalui satelit.
Ohh aku sangat frustasi sekarang.
"Nyonya minum dulu teh nya. Nyonya juga harus makan. Anda perlu tenaga untuk mengejan nanti" ucap Mirna membujuk Flora.
"Terimakasih Mirna. Tapi Flo tidak lapar. Apakah bik Minah dan Munir belum datang? "
"Belum nyonya. Mungkin sebentar lagi. Rumah bidan itu memang agak jauh dari sini"
Penjelasan Mirna membuat aku semakin kalut. Aku tidak tega melihat Flora merintih menahan rasa sakit nya. Aku memang tidak tahu seberapa besar sakit yang dia alami. Tapi seolah aku bisa merasakan nya. Andai saja aku bisa menggantikan dia untuk merasakan rasa sakit itu.
Aku sempat bingung saat Mirna mengatakan jika Flora akan melahirkan secepat ini mengingat usia kandungannya belum sampai sembilan bulan. Tapi karena air ketuban nya sudah pecah duluan mau tidak mau bayi kami harus segera di keluarkan.
"Sayang kau harus makan dulu ya. Sedikit juga tidak masalah" bujuk ku.
"Tidak Jake. Auhhh... Ini sakit sekali. Aku tidak bisa menelan makanan dalam keadaan seperti ini... Akkhh baby tolong jangan siksa mommy"
Aku tidak bisa memaksa Flora. Aku bingung harus melakukan apa sekarang.
Beberapa saat kemudian Bik Minah masuk ke dalam kamar ini bersama seorang wanita paruh baya yang di panggil penduduk kampung ini sebagai Bidan.
"Sebentar saya lihat dulu" ucap bu Bidan yang sudah memposisikan dirinya untuk memeriksa ke arah jalan lahir anak kami.
"Nyonya apakah anda sudah siap? " tanya Bidan itu.
Flora mengangguk lemah.
"Baiklah. Sekarang tolong Nyonya ikuti perkataan saya. Tarik napas.... Buang... Tarik napas buang... Pada hitungan ketiga dorong yang kuat yaa"
Flora mengikuti instruksi dari Bidan itu. Dia mulai mengejan beberapa kali sambil memegangi tangan-tangan ku. Tak ku hiraukan lagi kuku-kukunya yang sudah mencakar-cakar tangan ku atau pun leher ku. Tidak ku protes saat dia menjambak rambut ku. Aku tau dia sedang mencari kekuatan untuk mengeluarkan anak kami.
"Baby... Cepat lah keluar nak. Jangan biarkan mommy tersiksa sayang" bathin ku.
"Ayo nyonya terus. Sedikit lagi nyonya. Kepala nya sudah terlihat"
Flora terus mengejan semakin kuat hingga dia meneteskan air mata.
"Sakit sekali Bu Bidan. Flo tidak kuat... " ucap Flora dengan nafas nya yang sudah terputus-putus.
"Anda kuat nyonya. Ayo sedikit lagi. Dorong yang kuat nyonya"
Flora sudah sesegukan dan menatapku. Aku mengerti betapa tersiksanya dia dengan rasa sakit itu meski aku hanya melihat saja.
Ya Tuhan kenapa bukan aku saja yang menanggung rasa sakit itu. Aku benar-benar tidak tega melihat Flora merintih kesakitan.
"Sayang kau pasti bisa. Aku di sini bersama mu. Kau kuat sayang... " aku hanya bisa mengatakan kata-kata itu untuk menyemangati istriku yang sedang berjuang hidup dan mati.
"Sakit banget Jake. Flo tidak kuat. Rasa nya Flo mau mati saja"
"Tidak sayang. Jangan mengucapkan kata-kata itu. Kau tidak boleh menyerah"
Cup
Satu kecupan ku daratkan pada kening Flora .
"Ayo nyonya terus dorong yang kuat. Anda pasti bisa " kata bik Minah menyemangati Flora.
Flora mengangguk dan kembali mengatur pernapasan nya. Dia kembali mengejan lebih kuat.
"Eeegggghhhhhhhhh"
Genggaman Flora pada tangan ku melemah dan matanya mulai terpenjam.
"Astaga nyonya" pekik Bik Minah khawatir.
"Nyonya anda tidak boleh pingsan" Bik Minah masih mencoba membuat Flora kembali sadar dengan menepuk-nepuk pipi tembem Flora.
Aku sangat takut sekarang. Aku takut jika Flora tidak bangun lagi. Aku takut jika Flora meninggalkan ku bersama bayi kami yang bahkan belum sempat di lahirkan.
Astagfirullah. Berhenti berpikir yang tidak-tidak Jake..!!!!
"Bayi nya harus segera di keluarkan. Jika tidak pendarahan yang terjadi akan semakin banyak. Nyonya harus segera bangun" kata bu Bidan tak kalah khawatir.
Ya Tuhan aku mohon sekiranya Engkau beri keajaiban satu kali lagi kepada kami.
Entah berapa lama itu . Aku masih terus berharap dengan kesungguhan hati.
"Nyonya... Ahh syukurlah anda sudah sadar"
Yaa istriku kembali tersadar setelah beberapa saat tak sadarkan diri .
"Akkhhhhh sakit sekali. Ohh God..." pekik Flora.
"Sayang. Tenang lah. Atur pernapasan mu okay" kata-kata ku cukup ampuh untuk membuat Flora kembali tenang.
"Nyonya siap untuk dorongan yang lebih kuat lagi? " tanya bu Bidan.
Flora mengangguk dan mulai mengejan lagi.
"Ya.. Begitu nyonya. Terus nyonya"
Setelah beberapa kali melakukan dorongan kuat akhirnya bayi kami terlahir.
"Sayang bayi kita sudah lahir " bisik ku di telinga Flora.
"Terimakasih"
Cup
Satu kecupan ku daratkan lagi ke kening istriku.
Flora hanya mengangguk lemah.
Tapi terlalu cepat untuk bahagia dan terharu karena ku lihat ekspresi bu Bidan dan bik Minah yang saling pandang dan terlihat sedih.
"Bik. Flo mau lihat bayi nya... " ucap Flora pelan.
Bik Minah yang sudah berurai airmata menatap Flora dengan Penuh kesedihan.
Apa yang telah terjadi ???
"Nyonya. Tuan. Kalian harus kuat dan ikhlas"
Perkataan bik Minah membuat aku bingung.
Flo menggeleng dan sudah menangis sesegukan.
"Bu Bidan. Mana bayi saya. Tolong berikan bayi saya " ucap Flora dengan tangan yang sudah terulur.
Dengan ragu Bidan itu menyerahkan bayi mungil kami.
Bayi mungil kami terlihat lemah dan entah mengapa aku merasa sangat sedih. Hey bukan kah aku seharusnya bahagia karena sudah menjadi seorang ayah.
"Anak ku" ucap Flora terisak.
"Jangan tinggalkan mommy....."
******************