Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 34 - Orangtua Yang Saya Maksud Itu Bapak

Chapter 34 - Orangtua Yang Saya Maksud Itu Bapak

Arsyilla tidak keluar kamar, dia lapar tapi nggak berani turun, cacing udah konser dua puluh lagu, kebayangkan lapar dan lelahnya mereka. Menuntut asupan gizi dari si empunya.

"Sabar ya." Arsyilla mengelus perutnya lembut menenangkan cacingnya, bahaya kalau meronta suka bunyi nggak jelas, buat malu.

Seakan dengar, cacing-cacing itu nyantai banget, kalem gitu lo. Ponsel Arsyilla berbunyi, dua sahabatnya khawatir, udah di bilang dia nggak apa-apapun masih aja usil nanyak-in. Kadang dia pikir bagus jadi anak nerd aja, tapi untuk karakternya nggak cocok pulak.

Arsyilla berpikir kemana di bawa pasokan makanannya, dia tadi sempet ngelirik dapur tapi nggak nemu.

"Ok Cia, yang udah hilang nggak perlu di cari, sekarang pikirin gimana caranya lo nyelundupin makanan dan bahan dapur lo lagi," gumamnya pada diri sendiri sambil ngelus perut berharap cacingnya bobo cantik.

Dhika yang ada di ruang tamu menatap lurus kelantai atas, tepat di pintu yang tertutup rapat, jam menununjukkan pukul sebelas siang, dan gadis itu masih bertahan di kamarnya tanpa sarapan.

Dia akan bertahan selama gadis itu mau, hari ini kembali dia bolos kerja dan mengajar, semua karena gadis itu lagi.

Arsyila seperti kucing garong, susah sekali di jinakkan tapi tidak bisa di abaikan.

Merepotkan....

Ok, Arsyilla bangkit dari ranjang, tidak bisa tahan lagi. Bukan cuma cacing yang demo, ulu hati dan lambung juga udah ngambek, di php-in mulu sama Arsyilla, dia menarik nafas lalu berjalan keluar dan menuruni anak tangga.

Rambutnya masih kayak singa tadi pagi, biarin aja Dhika ilfeel terus minta cerai, sumpah demi Alex mantan gebetannya, dia nyesel nikah kalau tau di dzalimin gini, pria tua itu udah banyak kali ngelanggar janji.

'Nggak jantan' batinnya kesal.

"Kamu tidak ada sisir?" Dhika kaget melihat rambut Arsyilla yang masih mengembang, bukan rambutnya rusak kayak iklan shampoo sebelum di keramas pakek produk yang di promosiin, tapi rambutnya beserak kayak gimana orang pada umumnya bangun tidur, lebih ngeri aja dengan wajahnya yang menekuk sempurna.

Untung cantik, ketolong lah....

Tanpa menjawab gadis itu melengos kedapur, minum air putih dulu untuk meredakan tenggorokkan dan penghuni dalam perutnya.

Pintu apartemen berbunyi, mungkin delivery Arsyilla datang, setengah jam sebelum turun gadis itu udah pesan makanan online yang cepet datang, deket penthouse, bodo amat mau enak mau kagak yang penting perutnya damai.

"Buka," ucap Arsyilla. Dhika menghela nafas pelan, ia berjalan kearah pintu dan membukannya, seorang delivery terkejut karena hanya kepala pria itu yang nyembul dengan sebelah tangan.

Dengan segera dia menyerahkan pesanan setelah memeriksa alamat sekali lagi, sebab tadi yang pesan kayaknya cewek.

Dhika membanting pintu dengan keras, kalau itu film showlin soccer udah pasti petugas itu mental karena angin yang di hasilkan bedebam pintu tersebut.

***

Arsyilla pesan bakso dua porsi, Dhika udah baper bahwa satunya buat dia, tapi apa yang terjadi? Gadis itu memasukkan dua bungkus bakso dalam mangkuknya. Lalu tanpa perasaan makan di depan Dhika, gadis itu mana rela bagi-bagi.

"Jangan bawa makanan apapun jenisnya kekamar kamu," ucap Dhika yang menyaksikan betapa lahapnya gadis itu makan.

Arsyilla terlalu menghayati bakso, dia bukan nggak denger tapi emang nggak niat jawab. Lagi pula ngapain ni orang dirumah, pikirnya.

Sendawa Arsyilla bunyinya besar, kebiasaannya begitu kalau habis makan, Dhika mengernyitkan alis tak suka, reaksi yang Arsyila harapkan, pasti ilfeel ni terus minta cerai dan dia freedom, kayak budak yang di merdekakan.

"Syilla, jangan terus berontak." Dhika menarik nafas lelah. Pria itu melipat kedua tangannya kedada menatap lurus gadis yang duduk di hadapannya.

"Bapak selalu bilang jangan ini jangan itu, tapi apa pernah sekali aja bapak ikuti mau saya?" Arsyilla gerah dan merasa di remehkan.

"Jika kamu tidak keras kepala, saya tidak akan sekeras ini padamu." Arsyilla tersenyum geli.

"Sejak awal pak, kita udah bahas tentang tidak mencampuri urusan masing-masing, di kantor kepala sekolah jika bapak lupa, dan karena itu saya mau setuju menjalani pernikahan gila ini."

Dhika mengeraskan rahangnya saat Arsyilla mengatakan ini pernikahan gila, meskipun itu benar dia tidak suka jika gadis itu yang mengucapkannya.

"Apapun keluhanmu, saya tidak akan mengubah cara saya." Putusnya.

Arsyilla mendengus kesal, habis energi emang ngomong sama si kepala batu, lebih baik bangkit bawa piring kotor lalu di cuci abis tu masuk kamar.

"Saya capek pak, setidaknya saya tau sandi atau megang card lock," lirihnya. Arsyilla cuma akting kayak gitu mana tau luluh tu pak tua.

Dan berhasil, Dhika iba. Dia kasi sandi berserta card lock dengan syarat gadis itu tidak boleh bawa makanan lagi ke kamarnya, terus makan harus di meja makan, banyak maunya tapi gadis itu ngangguk kayak boneka dashboor mobil.

Arsyilla tidak perduli dengan syarat yang di ajukan pria itu, dia emang manusia yang penuh dengan syarat, selama Arsyilla nggak di rugi-rugikan banget dia nggak perduli, toh nggak memberatkan juga.

"Kamu tidak ikut olimpiade?" Arsyilla menggeleng. Mereka sudah berpindah keruang tamu, yang satu sibuk sama tablet, yang satu sibuk sama buku pelajaran, sesekali dia membalas chat temannya sambil terkikik geli.

Arsyilla udah lupa sama masalah hantu dan psikopat, dia bapernya bentar tapi heboh.

"Kenapa?" Tanya Dhika, dia tidak suka gadis itu terlalu fokus sama ponselnya.

"Karena bapak, memangnya apalagi?" Jawab gadis itu tenang, sambil ngotak-ngatik hp.

"Letakkan ponselmu, Syilla. Dan fokus pada lawan bicara." Gini nggak mau di emosiin sama Arsyilla.

Nyinyir banget, sumpah....

Arsyilla sedang tidak ada daya meladeni pria ini, dia menatap lawan bicaranya. Dhika terkesima dengan wajah imut yang mencepol asal rambutnya, sweater oversize yang di pakai gadis itu membuatnya semakin menggemaskan bagi siapapun yang melihatnya.

"Kita buat kesepakatan baru, saya ikutin maunya bapak, begitupun sebaliknya." Dhika tidak lantas mengiyakan, dia tau gadis ini sangat cerdik.

"Tu kan, bapak nggak bisa jawab. Egoisnya bapak itu udah akut, dan merugikan orang lain." Omel gadis itu. Matanya natap Dhika tapi tangannya lancar gerak-gerak di layar hp.

"Jari kamu bisa fokus?"

Dhika ngerasa aneh dengan dirinya sendiri, semua yang di buat gadisnya selalu salah. Eh, apa? Gadisnya? Udah gila ni otaknya Dhika.

"Mau nggak ni buat kesepakatan baru?" Gadis itu mengabaikan ucapan yang melarang jarinya untuk ngetik, dia emang ada keahlian ngetik nggak pakek liat, udah apal tata letak abjad.

"Apa yang kamu tawarkan?" Tantang Dhika.

"Saya cuma mau, waktu main saya tidak di batasi pak, terus jangan suruh saya ini-itu yang menjengkelkan."

"Contohnya?" Alis Dhika naik sebelah, tanda kesombongan yang haqiqi.

"Ya kaya apa aja lah." Arsyilla juga bingung kalau di tanya, masa gak paham gitu aja.

"Ing--"

"Sumpah demi Tuhan, saya ingat jika saya sudah menikah, tapi saya butuh kebebasan, ini saya udah ngalah lo pak." Bentar lagi naek emosi kalau Dhika nggak nurut.

"Bibir kamu itu bilangnya ingat, tapi apa yang kamu lakukan sebaliknya."

"Bapak main nuduh aja lah, saya udah dongkol kali ni. Jangan buat saya ngelawan orangtua, saya tidak mau di bilang kurang ajar."

"Jangan libatkan orangtua, ini urusan kita." Tegas Dhika.

"Orangtua yang saya maksud itu bapak." Dengan enteng Arsyilla menjawab, tidak tau urat saraf Dhika menegang sempurna.