Chereads / SHEILA : Skate Love / Chapter 17 - Day 3. Pria Pembawa Sial

Chapter 17 - Day 3. Pria Pembawa Sial

Hari ketiga, rupanya salju semakin tebal menutupi jalanan. Sheila dan Chaeny sudah memegang papan ski di masing-masing tangannya.

Dengan pakaian tebal yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajahnya, mereka saling menoleh dan tersenyum lebar. Bagaimana tidak, hari ini adalah hari terakhir Sheila berada di sini. Dan tentunya ada kesedihan yang menyesakkan hati Chaeny.

"Nggak kerasa, udah tiga hari aja lo di sini," ucap Chaeny yang berada di samping Sheila.

"Iya. Gue seneng banget karena ketemu lo di sini. Semoga pertemanan kita terus berlanjut, ya. Walaupun gue udah di Indo."

"Lo tenang aja, She. Gue pasti nggak akan lupain lo, dan begitu pun sebaliknya, lo jangan sampe lupain gue."

"Siap! Gue nggak pernah lupain lo."

Mereka saling merangkul satu sama lain. Menambah kehangatan di tengah-tengah salju yang membentang begitu luas dan tebal.

Sheila bahagia, karena kehadiran Chaeny, ia tidak merasa kesepian di kota New York ini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana ia yang hanya bermain ski seorang diri.

"Yuk kita main. Sebelum ada badai,"

"Badai? Emang mau ada badai?," tanya Sheila sebari mengernyitkan sebelah alisnya.

"Iya. Kabarnya sih, sore ini mau ada badai."

"Ya udah, yuk kita main."

Sheila dan Chaeny segera berlari ke tengah-tengah tumpukan salju yang cukup tinggi. Mereka berteriak dan tertawa bersama.

Kedua gadis cantik itu memejamkan kedua mata mereka. Menikmati nuansa dari dinginnya salju yang sangat jarang bisa mereka nikmati.

"Gue nggak tau deh tahun depan bisa ke sini lagi atau nggak," gumam Sheila yang masih terdengar oleh Chaeny.

"Kenapa? Bukannya lo ke sini tiap taun?," tanya Chaeny yang sudah menaruh papan ski di bawah kakinya.

"Iya. Tapi yang namanya takdir kan gak tahu."

"Lo nggak usah pikirin hal yang belum terjadi, mending sekarang kita seneng-seneng sebelum lo balik ke Indo."

Sheila mengangguk dengan cepat. Ia juga menaruh papan ski ke bawa kakinya dan mereka mengangguk bersama sebagai kode untuk berselancar bersama.

"Aaaaa...."

Sheila dan Chaeny tak bisa menutup mulutnya. Mereka selalu seperti ini, padahal ini bukan kali pertama mereka bermain salju.

"Gila, asyik banget!," seru Chaeny.

"Banget! Gue kayaknya nggak mau pulang, deh," balas Sheila.

Sheila yang memang sudah ahli bermain skateboard, tidak merasa kesusahan jika saat ini harus beralih memainkan keahlian kakinya di atas salju.

Begitu pun dengan Chaeny. Mereka terlihat lincah seolah tidak memiliki beban apapun.

"She, kejar gue!," teriak Chaeny yang sudah berada lumayan jauh di depan Sheila.

"Awas lo, ya. Gue bakal kejar lo!," balas Sheila. Ia mengayuh papan ski nya dengan kecepatan penuh. Berusaha mengejar ketertinggalan dari Chaeny.

Tapi sayangnya, usaha Sheila sia-sia. Niat hati ingin mengejar Chaeny, justru dirinya menabrak bebatuan yang cukup besar dan tertutup salju.

Bruk!

"Akh!," pekik Sheila dengan keras. Ia jatuh dengan posisi tersungkur dan wajah tertutup salju.

"Sial. Kenapa ada batu sih di sini," omel Sheila yang berusaha berdiri.

"Butuh bantuan?."

Sheila menghentikan pergerakannya. Kepalanya menengadah, melihat siapa yang menawarkan bantuan padanya.

"Nggak usah," jawab Sheila singkat.

"Udah, sini gue bantu. Lo jangan bandel."

"Eehh.. Lo jangan pegang-pegang!."

Gadis itu mendengus. Menatap sinis pada pria yang berada di hadapannya saat ini.

"Gue cuma niat bantuin lo. Nggak ada maksud kurangajar," ujar pria tersebut sebari tersenyum miring.

"Gue sama sekali nggak butuh bantuan lo. Gue bisa bangun sendiri. Aahh.. Eehhh..."

Dasar Sheila. Sudah tahu ada pria berbaik hati yang ingin menawarkan bantuan, tapi ia malah menolak mentah-mentah tawaran pria tersebut.

"Udah gue bilang, gue bantuin. Lo jangan batu, deh. Udah tau gak mampu, masih aja sok."

Kedua mata Sheila melotot hampir mengeluarkan bola matanya yang indah.

"Gue bukannya gak mampu, ya. Tapi kaki gue sakit karena kebentur batu," ucap Shela.

"Terserah. Yang pasti, lo butuh bantuan saat ini juga."

Sheila menatap wajah pria itu dengan tatapan tidak suka. Pria yang memiliki tinggi di luar nalar manusia itu sangat terlihat menyebalkan di mata Sheila.

"Lo orang Indo, ya?," tanya Sheila membuka suara.

"Lo tuli? Kan dari tadi gue emang ngomong pake bahasa Indonesia sama lo."

"Gue tau!."

Sheila merutuki dirinya sendiri. Untuk apa dia bertanya kepada pria menyebalkan yang sudah membuat moodnya buruk hari ini.

"Astaga, Sheila! Lo nggak apa-apa, kan?."

Saat sedang asyik bergelut dengan pikirannya sendiri, Chaeny tiba-tiba saja datang dengan raut wajah penuh khawatir.

"Gue baik-baik aja," jawab Sheila sambil berusaha tersenyum.

"Iya lah, baik. Kan gue yang nolongin," sela pria itu.

"Tunggu, lo siapa?," tanya Chaeny yang sepertinya baru menyadari kehadiran sosok pria asing di dekat mereka.

"Dia orang gak penting, Cha. Mending kita pergi."

"Tapi, She...."

Belum selesai Chaeny mengeluarkan shara, Sheila sudah lebih dulu menarik lengan kanan miliknya.

"Dasar cewek nggak tau terimakasih."

***

"Sheila, lo kenapa sih? Lepasin gue, ih!." Chaeny menghentakkan lengan yang Sheila cekal dengan kuat.

"Sori, Cha. Tapi gue kesel sama cowok tadi," ungkap Sheila dengan memajukan bibir.

"Kesel kenapa? Emang kalian saling kenal?."

"Nggak, sih. Tapi tadi dia maksa buat nolongin gue gitu. Gue kan takut kalau dia orang jahat."

Chaeny mengulum senyum dan menahan tawa yang dalam hitungan detik akan terdengar menggelegar.

"Lo kenapa malah senyum, sih?," tegur Sheila tidak suka.

"Lo kebanyakan nonton film tau gak, She. Mana ada orang jahat yang nawarin bantuan."

"Ish.. Bukan gitu. Namanya juga manusia, nggak bisa kalo liat orang aneh bentar aja."

"Aneh? Apanya yang aneh?," tanya Chaeny.

"Cowok tadi lah. Siapa lagi?."

"Astaga, Sheila! Cowok cakep tadi lo bilang aneh? Mata lo katarak, ya? Apa mau gue anter ke optik? Biar sekalian tuh, kita cuci mata lo yang sedikit gangguan."

Chaeny mencoba untuk meraih mata Sheila sebagai bentuk rasa gemasnya. Tapi Sheila langsung saja menepis tangan Chaeny.

"Mata gue masih normal, ya. Lagian dia emang aneh. Tiba-tiba dateng dan nawarin bantuan. Apa nggal aneh yang kayak gitu?."

"She, itu bukan aneh. Tapi dia itu cowok genttel yang mau bantu cewek. Jaman sekarang mah susah, kalo mau cari cewek yang begitu."

"Gue nggak peduli sama apa yang lo bilang. Mending kita ke kedai kopi. Gue udah mulai kedinginan," usul Sheila.

"Oke. Kebetulan gue juga udah mulai kedingininan."

Kedua gadis cantik itu melangkahkan kaki ke seberang tempat mereka bermain ski. Lebih tepatnya sebuah kedai kopi yang terlihat sangat estetik dan nyaman untuk menenangkan pikiran.

Kedai kopi memang cocok untuk para jiwa-jiwa muda yang tengah gundah dan sulit menemukan solusi.

"Gue atau lo yang pesen?," tanya Chaeny.

"Gue aja. Lo cari tempat yang nyaman aja."

Chaeny mengangguk. Mereka mulai berpisah ke arah yang berbeda.

Bruk!

"AKHHH..." Tubuh Sheila hampir saja terpental karena ditabrak oleh seseorang yang berbadan besar.

"Siapa, sih!," omel Sheila sebari mendongak.

"Lo?!."

"Lo?."